Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kunci Meraih Hidup Bahagia Dunia dan Akhirat - Menggali Pijar Cahaya Qur’ani

Aripin Ritonga

Aripinrit Al-Qur’an Sebagai Pedoman Hidup
Generasi salafusalih selalu berpegang pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Mereka menganggak Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai bayangan yang selalu menyertai dirinya. Sehingga mereka tidak menjadikan dirinya sebagai tumpuan ummat sebelum benar-benar menguasai ilmu syari’ah dan disiplin ilmu agama yang lain. 


Dalam memberikan fatwa dan keputusan, mereka selalu berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah serta dalil-dalil lain yang kuat, pasti dan jelas. Imam Abu Qasim Al-Janaid berkata : “Kitab suci Al-Qur’an adalah induk dari segala kitab yang sangat luas cakupannya. Sebagai tuntunan, Al-Qur’an merupakan tuntunan yang paling jelas dan detail. 

Barang siapa tidak membaca Al-Qur’an, tidak menjaga Sunnah Nabi dan tidak memahami makna yang terkandung di dalamnya, maka ia akan merasakan kesulitan dalam mengikuti jalan yang ditempuh oleh para Salafussalih.”Beliau mengatakan : “Ilmu itu tidak turun dari langit melainkan dicari dan dipelajari, karena Allah telah menciptakan segala sesuatu, jalan untuk sampai pada tujuan tersebut. 

Jika kalian melihat seseorang menyampaikan nasehat, janganlah kalian mengikuti sehingga melihat, bahwa ia benar-benar taat terhadap perintah Allah dan menjauhi larangan-Nnya. Jika itu ada padapanya, maka yakin dan ikutilah. 

Tapi jika tidak, maka jauhilah.” Menurut pendapat saya, mencari manusia pengamal kandungan Al-Qur’an  dan As-Sunnah bukanlah pekerjaan mudah, banyak manusia mengikuti yang tidak memiliki ‘kaki’ dan berjalan pada jalan tarekat. 

Mereka mengungkapkan kata-kata tidak berguna dan sama sekali tidak berdasarkan pada ajaran Al-Kitab dan As-Sunnah. Mereka lebih menyukai bepergian dan meminta uang kepada para penguasa setempat. 

Suatu hari diantara mereka datang dan merayu saya, lau saya bertanya kepadanya : “Beri tahu saya tentang syarat-syarat wudlu dan Shalat?” dia menjawab “Aku tidak membaca apapun ketika belajar” lalu saya berkata padanya : “Wahai saudaraku, memperbaiki Ibadah dari nas Al-Qur’an dan Hadits adalah Wajib hukumnya, dan barang siapa tidak membedakan antara wajib dan sunnah, haram dan makhruh maka dia termasuk orang bodoh. 

Orang bodoh tidak boleh diikuti, dalam persoalan apapun.” Dia membisu dan tidak memberikan jawaban. Dia telah memperlakukan saya dengan budi pekerti buruk, dan saya hanya berharap kepada Allah semoga terhindar darinya.

Ali-alKhawas berkata : “Ahli tarekat mestinya harus memurnikan Al-Qur’an dan Sunnah Seperti murninya emas dan mutiara. Setiap gerak dan diam mereka diiringi oleh niat soleh dan selalu berdasarkan pertimbangan syar’i. Tidak ada yang  bisa memahami jalan fikirannya selain orang yang telah mendalami ilmu syari’ah.”

Sebuah kebohongan besar, kalau ada orang mengatakan bahwa tarekat sufi tidak memiliki landasan di dalam Al-Kitab maupun Sunnah. Ucapan itu merupakn tanda terbesar banyaknya kebodohan. Hakekat sufi adalah orang yang berilmu dan melaksanakan ilmunya dengan ikhlas serta menjadikan Allah sebagai tujuan akhir yang ingin dicapai dengan cara mujhadah, puasa, shalat malam,’uzulah diam, wara, zuhud dan lain sebagainya.

Sehingga mereka berharap akan mampu melaksankan ibadah seperti ibadahnya para Nabi, sahabat dan para salafussalih.

Terlau sedikit manusia yang dapat mengamalkan ajaran para sufi, karena otak mereka mengira bahwa tarekat itu bertentangan dan keluar dari syari’at. Sebagaimanya dijelaskan dalam kitab Minhajul Mubin (kisah ahklk manusia arif).

Posting Komentar untuk "Kunci Meraih Hidup Bahagia Dunia dan Akhirat - Menggali Pijar Cahaya Qur’ani"