Kisah Mengharukan Meneteskan Air Mata - Selamat Jalan Suamiku
Mii, abbi sariawan nih lagi gak enak makan,
sepulang kerja, suamiku menolak makan masakanku saat itu, padahal aku memasak
ayam goreng kremes kesukaannya, besok - besok masak sayur az ya mi.? aku hanya mengangguk
tanda meng iyakan.
Setiap hari suami selalu mengeluhkan
sariawan di lidah nya yang gak sembuh – sembuh sudah 2 minggu lebih, tapi aku
tak terlalu menghiraukan keluhannya, aku pikir itu hanya sariawan biasa seperti
pada umumnya.
Mi.., tadi di kantor ada medical chekup, ini
hasilnya. sambil menyodorkan selembar kertas hasil pemeriksaan, aku ingat betul
saat itu bulan april 2016. kesehatan abi gak ada masalah mi, cuman kata dokter,
abbi kurang nutrisi, abbi kurang gizi nih gak diperhatiin ummi, ummi nya sibuk
terus sama zuma, hehe canda suamiku saat itu. memang anakku baru usia 1 tahun,
sebagai ibu, aku berasa jadi orang yang paling repot karena anakku yang mulai
aktif.
Aku memang terlalu sibuk, sampai tak
memperhatikan suami, aku diam saja ketika suami merokok terus - terusan, aku
tak pernah marah ketika suami menolak sarapan pagi yang sudah disiapkan, aku
tak pernah marah ketika suami begadang terus - terusan karena ngobrol di pos
ronda dengan bapak - bapak komplek, dan akupun tak pernah tau, makanan apa yang
dia makan saat di kantor, makanan sehat kah.? Atau bukan. ya. itulah kesalahan
terbesarku.
Abi olahraga gih biar sehat, jalan – jalan keliling komplek,
Enggak ah mi, abi lagi gak enak badan,
kepala sakit saat itu memang weekend, dan suami lebih memilih tiduran seharian
sambil nonton tv, huh pemalas banget nih suami, disuruh olahraga juga susah.
Ucapku dalam hati.
3 minggu berselang tapi sariawan di lidah
belum juga hilang. Malah katanya jadi ada sakit di kepala dan telinga. Abi besok
periksa ke dokter ya, biar diobatin sariawannya suamipun mengangguk..
Keesokan harinya, suami memeriksakan ke RS
JAKARTA, RS yang tempatnya paling dekat dengan kantornya.
Saat itu dokter bilang suamiku hanya kurang
makan sayur dan buah, dokter hanya memberi salep untuk luka sariawan di
lidahnya. Kalo 2 minggu belum sembuh, periksa lagi ya kata dokternya.
2 minggu kemudian suami periksa lagi, karena
sariawan masih menetap, "dokternya hanya menambahkan antibiotik. Tapi
sampai obatnya habis belum juga ada tanda-tanda kesembuhan.
Kembalilah lagi ke RS untuk memeriksakan,
"mungkin bapak ada masalah di giginya, saya rujuk ke dr. bedah mulut ya.
Setelah diperiksa dr bedah mulut, dokter
menyarankan di rontgen gigi, saat itu hasilnya memang terlihat ada gigi bungsu
yang posisinya miring. "Ohh, sariawan bapak karena ada gigi bungsu yang
mau tumbuh, tapi posisinya abnormal, mungkin itu penyebab bapak sariawan dan
sakit kepala terus menerus, giginya harus di oprasi, harus di ambil ya pak.?
Bulan juni 2016, saat awal bulan ramadhan,
suami tak puasa karena akan di operasi gigi, di cabutlah gigi yang selama ini
mengganggu, seminggu berlalu, sariawan masih menetap. Sakit di kepala makin
menjadi. " mi, abbi sakit nelen, sakit kepala makin sering, kenapa ya
padahal giginya udah di cabut, terus lidah abbi jadi gak bisa digerakin ke
kiri" "besok periksa ke dokter lagi ya bi, sekalian kontrol
gigi"
Giginya udah gak ada masalah ya pak,? kalo
keluhan bapak sakit kepala, baiknya bapa periksakan ke dr syaraf ya" kata
dr. bedah mulut saat itu,, diperiksalah suami ke dr. syaraf, hanya diberi obat
anti sakit. dokterpun menyarankan fisioterapi lidah karena lidah yang tak bisa
di gerakan ke kiri, 6 kali pertemuan fisioterafi dan tak ada perubahan.
Dokter menyarankan pemeriksaan MRI,
perkiraan pemeriksaan MRI saat itu sekitar 5-6 juta dan tak bisa dicover
asuransi .
Periksa MRI nya nanti saja ya mi, bentar
lagi kan kita mau mudik, lumayan uangnya buat bekal mudik ke tasik".
Hari idul fitri. suami lebih memilih tiduran
di kamar dan tak ikut bersilaturahmi ke rumah sanak saudara, sakit di kepala
semakin sering, hari raya hanya dihabiskan dengan beristirahat tiduran di
kamar.
Liburan lebaran pun telah usai, bersiaplah
kita kembali ke ibukota.
Mii sebelum kita ke jakarta, ummi lepas KB
nya ya, abbi pengen zuma punya ade, duh
bii, baru anak satu az ummi udah repot, gimana kalo nambah, biarin, nambah anak
nambah rezeki, abbi pengen punya banyak anak, hehehe
Kesal memang, tapi aku pun menurut, di lepas
lah KB IUD yang setahun tertanam di rahimku.
Mi, koq di lidah abbi jd ada benjolan, coba
liat mii.
Benar, ada benjolan kecil sebesar biji
jagung di lidah yang ada sariawannya, besok ke dokter lagi ya bi.?
Sejak kapan benjolannya ada pak" tanya
dokter.
Baru 3 hari dok"
Sakit gak.? Sambil memencet benjolannya
Enggak dok enggak sakit, tapi kalo
sariawannya masih sakit dok, menelan juga jd sakit,kepala juga makin sering
sakit"
Harusnya bapak di periksa MRI biar tau
sakitnya dari mana, kalo benjolannya ini kemungkinan tumor jinak, bagaimana
kalo di oprasi benjolannya terus nanti kita periksakan hasilnya"
Suamiku hanya mengangguk, tanda setuju.
Awal agustus 2016, aku menemani suami di
oprasi di RS JAKARTA,, zuma aku titipkan pada mamahku, ketika tau kabar suami
mau di oprasi, mamah langsung berangkat ke jakarta..
Operasi berjalan lancar, 3 jam lamanya,,
"Ini istrinya pak Andrie? Operasinya
sudah beres, ini benjolan yang sudah diambil mau diPA-kan dulu ya, hasilnya
nanti 10 hari lagi..
Tanggal 13 agustus 2016, kami kembali
menemui dokter, dokterpun menyampaikan hasilnya dan juga hasil PA dari
laboratorium.
“bapak usianya berapa tahun?”
"28 dok"
"Sudah punya anak?"
"Sudah, baru usia setahun dok".
Dokterpun menghela napas panjang...ada perasaan
tak enak saat itu.
"Hasil pemeriksaannya kurang bagus,
bapak positif terkena KANKER LIDAH,
Dek.. seolah detak jantungku berhenti
“KANKER…Dok?”
Tiba-tiba mataku jadi gelap, sebuah beban
berat serasa menindih badanku. Aku diam dan tak bisa berkata apa-apa, lama aku
terdiam.
“Kanker..?” tanyaku,
tapi kalimat itu tak mampu terucap hanya
bersarang di kepalaku. Sebuah penyakit yang selama ini hanya aku kenal lewat
informasi dan berita-berita, kini penyakit itupun menghampiri orang terdekatku
orang yang paling aku sayangi. Penyakit yang menakutkan itu menyerang suamiku.
Kutatap wajah suamiku, suamiku hanya
terdiam, pucat...
bapak saya sarankan berobat ke RUMAH SAKIT
DHARMAIS, karena disana rumah sakit khusus menangani penyakit seperti bapak,
harus cepat ya pak, sebelum kankernya menyebar kemana2.
Segera kuambil surat pengantar dokter dan
menuju RS DHARMAIS.
Sungguh tak pernah terpikirkan sedikitapiun
sebelumnya, kini kami berada dalam deretan orang-orang penderita kanker di
ruang tunggu pasien. Aroma kecemasan bahkan keputusasaan tergambar di wajah
mereka. Sebenarnya ini juga saya rasakan, tapi saya harus menyembunyikan raut
ini di hadapan suamiku. Aku harus tetap menyuguhkan energi penyemangat padanya.
Serangkaian pemeriksaan kami lakukan, lab,
usg, rontgen, ct scan, bone scan.
"Dari hasil pemeriksaan, 3/4 lidah
bapak sudah terkena kanker, bapak harus di oprasi di angkat lidah" kata
dokter nya..
Ya Allah… apa lagi ini? Diangkat lidah?
Kenapa harus suamiku yang mengalaminya? Kami pun pulang dengan perasaan yang
tak tentu, nanti kita periksa ke RS SILOAM ya bii, kita cari second
opinion"
Esoknya kita periksa ke RS. SILOAM,, dokter
melakukan endoskopi, memasukan kabel kecil yang ada kameranya melewati lubang
hidungnya,, terlihat jelas kamera menangkap gambar di monitor.
"Wahh, kanker nya sudah menyebar ke
tenggorokan pak"
Memang terlihat banyak benjolan merah di
dekat pita suara.
"Kalo boleh tau sudah stadium berapa
dok?"
"Kalo ini sih sudah stadium 4"
"Terus gimana dok? Tanyaku lirih,,
“Nanti bapak harus menjalani pengobatan
kemoterapi 3 kali, langsung radiasi selama 30 kali.”
Wajah suamiku putih pucat, dia hanya
terdiam, terbayang beratnya derita dan kelelahan yang harus dialami suamiku.
Belum lagi dengan kombinasi pengobatan kemoterapy yang melemahkan fisik. Keluar
dari ruang dokter seolah semuanya jadi gelap, rasanya aku tak kuat menahan
segala beban ini. Segera aku beri kabar keluarga dan teman-teman dekatku, aku
kabarkan keadaan suamiku dan kumintakan do’a dari mereka. Tak terasa bulir - bulir
bening air mata bermunculan disudut mataku.
dengan langkah lemas tak bertenaga seolah
aku melayang, tulang-tulang terasa tak mampu menyangga badanku yang kecil ini,
aku melihat anakku yang masih berusia 1 tahun, dia tersenyum ceria, ia tak
mengerti beban berat yang menimpa orangtuanya, akupun memeluknya erat sambil
menangis sejadinya.
Ketika kami di rumah, kami minta pendapat
dari pihak keluarga tentang pengobatan yang akan kami lakukan. Dengan berbagai
pertimbangan dan alasan pihak keluarga menyarankan agar kami tidak menempuh
jalan kemo dan radiasi. Kami disarankan untuk menjalani pengobatan dengan cara
alternatif dan pengobatan herbal.
Awal september 2016 kami berencana pulang
kampung ke tasik, dikarenakan kondisi suami yang tak bisa lagi bekerja,
untungnya dari pihak kantor memberi cuti izin sakit sampai sembuh.
Akhirnya sejak saat itu kami melakukan
ikhtiar pegobatan dengan cara alternatif dan minum obat - obat herbal. Karena
saat itu suamiku sudah susah untuk menelan maka obat herbal yang diberikan
tidak berupa kapsul, melainkan berupa rebusan dan cairan. Setiap hari suamiku
harus minum ramuan dan rebusan obat - obat herbal. Segala macam makanan buah -
buahan dan sayuran dijus dan di saring, Tapi aku lihat ia dengan telaten dan
sabar rutin minum semuanya.
Bii, kayaknya ummi udah lama gak haid,
suamiku hanya tersenyum, coba periksain mii, tespek" katanya.
Aku terlalu sibuk mengurus suamiku yang
sedang sakit, sampai tak sadar, 2 bulan lamanya aku tak datang bulan"
"Positif bi.
Alhamdulillah, zuma punya ade, mudah - mudahan cewek ya mi, mudah - mudahan pas bayinya lahir, abbi udah sehat.
Abi pasti sehat sayang.
Terlihat senyumnya yang mengembang dan
bersemangat.
Semangatnya untuk sembuh begitu besar. Do’a
pun tiada henti kupanjatkan siang dan malam. Dan malam-malamku selalu ku
habiskan dengan bersujud pada-Nya. Aku mulai rajin mencari semua informasi yang
berhubungan dengan kanker lidah, mulai dari makanan, cara pengobatan, bahkan
alamat klinik pengobatan alternatif. Semua informasi aku cari melalui internet,
koran dan dari rekan-rekan.
5 bulan pengobatan, tapi Allah sepertinya
belum memberi jalan kesembuhan dengan cara ini, akhirnya obat herbal aku
tinggalkan. Dan akupun mulai ragu, kondisi suami makin memburuk, kamipun mulai
putus asa. Aku yakinkan suamiku bahwa ini adalah memang ujian dari Allah,
“Bii.. semuanya atas kehendak Allah SWT,
bahkan jauh sebelum kita lahir sudah tertulis takdir ini, usia segini abbi
sakit, berobat kesana-sini itu semua sudah ada dalam catatan Allah bii. Yang
penting sekarang kita jangan lelah berikhtiar dan abbi tetap harus semangat untuk
sembuh.” Ia mengangguk perlahan.
"Utun lahir, abbi pasti udah sembuh kan
mii? Tanya nya
"Pasti bii, g ada yang g mungkin kalo
Allah SWT sudah berkehendak, utun lahir, abbi udah sehat". Ia pun
tersenyum
Berat badan suamiku mulai turun drastis
karena tak ada asupan makanan, sebelum sakit beratnya 65 Kg kini tinggal 40 Kg.
Kondisinya makin parah dan puncaknya ketika aku lihat setiap hari suami muntah
darah terus menerus. Ia pun terlihat lemas dan sangat pucat.
Januari 2017, aku bawa ke dokter spesialis
Onkologi yang ada di tasik.
Dokter menganjurkan untuk segera dibawa ke
rumah sakit karena hasil HB cuma 5, suamiku mengalami anemia berat. Kali ini
aku membawanya ke RS Jasa Kartini tempat dokter itu praktek.
4 labu darah yang sudah masuk ke tubuh
suamiku, dokter menyarankan kemoterapi"
"Kanker itu pengobatannya 3 rangkaian
bu, kemoterapy, radiasi sama oprasi, tanpa itu kanker susah ditangani, apalagi
dengan pengobatan alternatif dan herbal yang belum jelas" kata dokternya
"Mii, abbi mau berobat medis az, mau
nurut apa kata dokter, mungkin ini jalan kesembuhan abbi" kata suamiku
Aku tak bisa berkata2,, baiklah kalo ini
sudah keinginannya, aku hanya bisa mengiyakan, semoga Allah memberikan
kesembuhan untuk suamiku dengan pengobatan medis.
Hari2 aku lewati, keluar masuk rumah sakit
mengantar suami berobat, zuma aku titipkan ke rumah orangtuaku, karena waktuku
habis dengan mengurus suamiku, penat rasanya,, hari2 dihabiskan dengan
perjalanan dari rumah ke rumah sakit, rasanya melelahkan, apalagi dengan
kondisi perutku yang semakin membesar.
dokter mengatakan, “kita hanya bisa
memperlambat pertumbuhan kankernya bukan mengobati.” Seolah hitungan mundur
kematian itu dimulai. Aku limbung dan hampir tak sadarkan diri, sekuat tenaga
aku mencoba untuk tetap tegar
“Ya Allah… begitu berat cobaan ini Kau
timpakan pada kami”
“Ma’afkan ummi, ummi tak mampu menjagamu
selama ini…"
Serangkaian pengobatan medis dilakukan 7
kali kemotherapi, sampai kemo ke 3, kondisi suami sempat membaik, kemo ke
4,5,6,7... selama itu kondisi suamiku semakin menurun..
“Aku ingin ketenangan aku butuh
pertolonganMu ya Robb. Kutumpahkan segala permohonan ini dihadapanMu yaa Allah.
Bisa saja dokter memfonis dengan analisanya, tapi Engkaulah yang maha kuasa
atas segala sesuatunya. Engkau maha menggenggam semua takdir, sakit ini dariMu
ya Allah dan padaMU juga aku mohon obat dan kesembuhannya.”
Segala ikhtiar dan do’a tiada lelah
kulakukan tuk kesembuhan suamiku. Malam-malamku kulalui dengan solat tahajud.
Kubenamkan wajahku diatas sajadah lebih dalam lagi, tiba-tiba aku merasa tak
mimiliki kekuatan apapun, aku berada dalam kepasrahan dan penghambaan yang
lemah.
“Robb…Engkau maha mengetahui, betapa segala
ikhtiar telah kami lakukan. Tiada menyerah kami melawan penyakit ini, kini aku serahkan
segalanya padaMu, tidak ada kekuatan yang sanggup mengalahkan kekuatannMu
yaa…Robb, Tunjukkan pertolonganMu, beri kesembuhan pada suamiku Ya..Allah.”
Rangkaian kemoterapi sudah beres, suamiku
disarankan melakukan pengobatan lanjutan, sinar radiasi di RS santosa bandung,
saat itupun kehamilanku sudah masuk usia 9 bulan,
"Bii, maaf ummi g bisa antar abbi ke
bdg, abbi sama mamah az ya, takut brojol di jalan, nanti malah repot
lagi". Akhirnya suami pergi melakukan serangkaian pemeriksaan untuk radioterapi,
6 Juni 2017,, hari ke 11 bulan ramadhan,
anak yang kedua ku lahir,, tanpa kehadiran abbi nya,, proses melahirkan yang
kedua sangat lah mudah dan cepat, alhamdulillah Allah telah memberikan
kemudahan dan kelancaran, segera aku vidio call suamiku, dia pun kaget karena
tiba2 aku memperlihatkan bayi kecil padanya,
"Ummi udah lahiran bii"
"Abbi pulang ke tasik sekarang juga
mii, pemeriksaan simulatornya udah beres abbi di jadwalin radiasi nya nanti
udah lebaran"
Pulang lah ia ke tasik, datang dengan raut
wajah ceria, alhamdulillah perempuan, "mau abbi kasih nama "Zahabiya
Assyifa farid"
Emas permata yang menyembuhkan..insya allah
dengan lahirnya biya, abbi diberi kesembuhan oleh Allah.
25 juni 2017, saat itu hari raya idul
fitri,, tiba2 suami mengeluh sakit kepala,
Dan esoknya mengeluh sulit menelan dan sesak
nafas, dilarikanlah suamiku ke RS,, dan bayi ku yang baru 2 minggu aku bawa juga,
menemani abbi nya di rawat di RS. Pihak RS sempat menolak krn aku membawa bayi,
tapi karena aku tak bisa meninggalkan keduanya, akhirnya diizinkan, walaupun
dengan membuat surat pernyataan bahwa pihak RS tidak bertanggung jawab jika
terjadi sesuatu pada bayiku..
Saat itu suamiku masih bisa bicara meski
dengan suara kurang jelas. Karena tenggorokannya pun sudah menyempit tersumbat
kanker, ia sangat kesulitan dalam bernafas. Masuk minumanpun kesulitan, Untuk
memasukan nutrisi ke tubuhnya, dokter menyarankan oprasi gastrostomi, oprasi
pasang selang dari perutnya, dan mengantisipasi agar tidak tersumbat saluran
nafasnya, dokter menyarankan oprasi tracheostomy dileher suamiku. Akupun
menyetujuinya meskipun aku tak tega, tapi hanya ini cara yang bisa diambil.
Suamiku pasrah, dia minta aku menemaninya
terus menerus, dan aku mengerti.. aku selalu mendampinginya. Tak pernah jauh
darinya...“Sebenarnya aku tak tega melihatmu seperti ini bii, leher di
bolongin,perut juga bolong, tapi inilah yang terbaik untukmu saat ini.”
Selesai oprasi, bicaranya sudah tak bersuara
lagi. Sejak saat itu praktis komunikasi kami hanya dengan isyarat atau
terkadang suamiku menulisnya di hp, mengirimkan lewat WA,, Tentu saja hal ini
terasa capek baginya. Namun sekali lagi ia terlihat tegar tak pernah aku
mendengar ia mengeluh.
Sepanjang proses pengobatan tak hentinya
kupanjatkan do’a dan dzikir dibantu dengan beberapa anggota keluarga.
Saat itu kondisinya sudah sangat menurun,
sakit kepala hebat makin sering terjadi,, hasil pemeriksaan ct scan didapatkan,
kankernya sudah menyebar ke otak,,
"Ya Allah beri kekuatan pada suamiku…!”
Beri kesembuhan melalui ikhtiar selama ini ya Allah.."
Dokter yang menangani nya sudah angkat
tangan, ia menyarankan suamiku untuk secepatnya pergi ke bandung untuk melakukan
tindakan radiasi, tapi karena kondisinya yang semakin menurun, rencana itu kami
undur karena menunggu kondisinya membaik dulu..
Namun ternyata seminggu setelah operasi,
selang di perutnya mengalami kebocoran, keluar cairan hitam pekat dari lubang di
perut bekas oprasi,,
"Kenapa lagi ini?..."
"Mii abbi mau minta dirujuk az ke RSCM
jakarta, disini abbi g sembuh2" kata suamiku..
Saat itupun aku meminta dokter untuk
membuatkan surat rujukan ke RSCM Jakarta,, dokter mengizinkan... jam 1 tengah
malam mobil ambulan mengantar kan kami berdua menuju Jakarta, ya.. hanya aku
sendiri yang mengantar suamiku.. hari mulai terang saat kami tiba disana..
Serangkaian pemeriksaan dilakukan..
kondisinya semakin menurun, tapi masih bisa diajak komunikasi,, diapun mengambil
hp dan mengetik sesuatu
"Mii, c juve meninggal di rscm
kan?"
"Iya"
"Terus c yana zain juga meninggal mii,
nanti giliran abbi ya mii"
"Abbi pasti sembuh sayang,"
"Mii, kalo abbi meninggal, abbi pengen
dikuburin dekat anak2"
"Apaan sih bi, jangan ngomong yang
enggak2" ..
Tak kama kondisinya semakin menurun,
memegang hp pun ia tak mampu..
Dia hanya bisa menahan kesakitan yang
dirasa,, sambil melirik sesekali ke arahku, sambil berkata,, "sakit
mi..."
Sabar sayang. coba abbi dzikir dalam hati. lailahailallah.
Kuhampiri suamiku yang tergolek lemah.
Perawat memasang semua peralatan pada tubuh suamiku, entah alat apa saja ini.
Kuusap perlahan keningnya, dingin sekali. Tangan dan kakinyapun sangat dingin.
Hingga menjelang asar, aku tak diperbolehkan beranjak dari sampingnya, tanganku
ia genggam erat. Tak hentinya mulut ini memanjatkan doa.
Tekanan darahnya sangat tinggi, nadi nya pun
cepat, menunjukan angka 200 di layar monitornya. Berkali - kali dokter
menyuntikkan obat anti sakit namun hasilnya tetap sama tak berubah, suamiku
masih mengeluh kesakitan. Dokter memanggilku, perasaanku gelisah tak menentu,
campur aduk antara cemas, bimbang dan ketakutan yang amat sangat. Dugaanku
benar Dokterpun menyerah.
Melihat kondisinya yang terus menurun dokter
memberitahu bahwa kondisi suamiku sudah sangat melemah, secara medis kondisi
suami sudah tidak dapat ditolong lagi, lebih baik kita do’akan saja. Aku benar -
benar lemas mendengarnya seluruh badanku gemetar merinding. Benarkah tak ada
lagi harapan. Tiba - tiba aku merasakan ketakutan yang luar biasa. Aku tak mau
menyerah, aku tetap membisikan ke telinga suamiku, bahwa ia jangan menyerah, ia
pasti sembuh.
Aku tak mau kehilanganmu bi. Ku pegang kuat
jemarinya, “buka matamu bii kubisikan lembut ditelinganya. Ia hanya tersenyum
lemah.
Pukul 16.00, aku disodori surat pernyataan,
kata dokter ini adalah Surat persetujuan untuk tidak dilakukan tindakan apapun
jika terjadi apa - apa sama suamiku. Akupun pasrah “tak sanggup rasanya hati
ini kehilanganmu, aku ingin tetap menatap wajahmu, aku ingin tetap
mendampingimu meski dalam ketidakberdayaanmu.”
Abbi. inilah yang terbaik yang diberikan
Allah SWT buat kita, maafkan ummi, tak bisa menjagamu selama ini. Ummi ikhlas
abbi pergi, ummi terima semua dengan ihklas.
Jangan khawatir bi, ummi akan menjaga dan
merawat anak - anak kita, kubisikan lirih ditelinga suamiku.
Dalam setiap rangkaian do’aku tak pernah aku
mengucapkan kata - kata menyerah kalo memang hendak Engkau ambil maka mudahkan,
tak pernah aku menyebut kata - kata itu. Aku selalu minta kesembuhan,
kesembuhan karena aku memang menginginkan suamiku benar - benar sembuh.
Sepertinya kini aku harus menyerah dan
pasrah “Ya. Robb jika memang Engkau menentukan jalan lain aku ikhlas ya Alla,
mudahkan jalan suamiku untuk menghadapmu dengan khusnul khotimah.
Kubimbing suamiku menyebut kalimat “LAAILAHA ILLALLAH MUHAMMADUR ROSULULLAH.
Kuulang hingga berkali - kali..
Dua bulir bening tersembul dari sudut
matanya. Aku merasakan ia sanggup mengikuti kalimat ini.
Pukul 16.40 ia menghembuskan nafasnya yang
terakhir.
Buk, bapak sudah tidak ada.” ujar dokternya.
aku tau maksudnya tapi aku masih tak percaya. Kutengok layar monitor yang
terhubung ketubuh suamiku. Tak ada lagi yang bergerak disana.
kudekap tubuh lemas suamiku.. ku kecup
bibirnya, dan ku usap matanya... “INNA
LILLAAHI WAINNA ILAIHI ROOJIUUN.”
Aku termenung disampingnya tapi tak ada lagi
air mata yang keluar. “ummi ikhlas melepasmu bii, Allah SWT telah memilihkan
jalan terbaik buat kita.
Selamat Jalan suamiku Andrie K Farid. jemput
aku dan anak - anak nanti di pintu Surga-Nya.
Copas dari mbak Rezy Selvia Dewi
Silahkan di share gak usah izin ya,? semoga
cerita ini bermanfaat J
Posting Komentar untuk "Kisah Mengharukan Meneteskan Air Mata - Selamat Jalan Suamiku"
Silahkan tinggalkan komentar agar kami lebih baik.