Dosa dan Bahaya Merayakan Valentine’s Day Bagi Ummat Muslim
Alhamdulillahilladzi
hamdan katsiron thoyyiban mubarokan fih kama yuhibbu robbuna wa yardho.
Allahumma sholli ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Banyak kalangan
pasti sudah mengenal hari valentine (bahasa Inggris: Valentine’s Day). Hari
tersebut dirayakan sebagai suatu perwujudan cinta kasih seseorang. Perwujudan
yang bukan hanya untuk sepasang muda-mudi yang sedang jatuh cinta. Namun, hari
tersebut memiliki makna yang lebih luas lagi. Di antaranya kasih sayang antara
sesama, pasangan suami-istri, orang tua-anak, kakak-adik dan lainnya. Sehingga
valentine’s day biasa disebut pula dengan hari kasih sayang.
Asal Usul Hari Hari
Valentine
Sebenarnya ada
banyak versi yang tersebar berkenaan dengan asal - usul Valentine’s Day. Namun,
pada umumnya kebanyakan orang mengetahui tentang peristiwa sejarah yang dimulai
ketika dahulu kala bangsa Romawi memperingati suatu hari besar setiap tanggal
15 Februari yang dinamakan Lupercalia. Perayaan Lupercalia adalah rangkaian
upacara pensucian di masa Romawi Kuno (13-18 Februari). Dua hari pertama,
dipersembahkan untuk dewi cinta (queen
of feverish love) Juno Februata.
Pada hari ini, para pemuda
mengundi nama–nama gadis di dalam kotak. Lalu setiap pemuda mengambil nama
secara acak dan gadis yang namanya keluar harus menjadi pasangannya selama
setahun untuk senang-senang dan dijadikan obyek hiburan. Pada 15 Februari,
mereka meminta perlindungan dewa Lupercalia dari gangguan srigala. Selama
upacara ini, kaum muda melecut orang dengan kulit binatang dan wanita berebut
untuk dilecut karena anggapan lecutan itu akan membuat mereka menjadi lebih
subur.
Ketika agama
Kristen Katolik menjadi agama negara di Roma, penguasa Romawi dan para tokoh
agama katolik Roma mengadopsi upacara ini dan mewarnainya dengan nuansa
Kristiani, antara lain mengganti nama-nama gadis dengan nama-nama Paus atau
Pastor.
Di antara pendukungnya adalah Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I
(The Encyclopedia Britannica, sub judul: Christianity). Agar lebih mendekatkan
lagi pada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi
Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk
menghormati St. Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari (The World Book
Encyclopedia 1998).
Kaitan Hari Kasih
Sayang dengan Valentine
The Catholic
Encyclopedia Vol. XV sub judul St. Valentine menuliskan ada 3 nama Valentine
yang mati pada 14 Februari, seorang di antaranya dilukiskan sebagai yang mati
pada masa Romawi. Namun demikian tidak pernah ada penjelasan siapa “St.
Valentine” yang dimaksud, juga dengan kisahnya yang tidak pernah diketahui
ujung-pangkalnya karena tiap sumber mengisahkan cerita yang berbeda.
Menurut versi
pertama, Kaisar Claudius II memerintahkan menangkap dan memenjarakan St.
Valentine karena menyatakan Tuhannya adalah Isa Al-Masih dan menolak menyembah
tuhan-tuhan orang Romawi. Orang-orang yang mendambakan doa St.Valentine lalu
menulis surat dan menaruhnya di terali penjaranya.
Versi kedua
menceritakan bahwa Kaisar Claudius II menganggap tentara muda bujangan lebih
tabah dan kuat dalam medan peperangan daripada orang yang menikah. Kaisar lalu
melarang para pemuda untuk menikah, namun St.Valentine melanggarnya dan
diam-diam menikahkan banyak pemuda sehingga iapun ditangkap dan dihukum gantung
pada 14 Februari 269 M (The World Book Encyclopedia, 1998).
Versi lainnya
menceritakan bahwa sore hari sebelum Santo Valentinus akan gugur sebagai martir
(mati sebagai pahlawan karena memperjuangkan kepercayaan), ia menulis sebuah
pernyataan cinta kecil yang diberikannya kepada sipir penjaranya yang tertulis
“Dari Valentinusmu”. (Sumber pembahasan di atas: http://id.wikipedia.org/ dan
lain-lain)
Dari penjelasan di atas dapat kita tarik kesimpulan:
- Valentine’s
Day berasal dari upacara keagamaan Romawi Kuno yang penuh dengan paganisme
dan kesyirikan.
- Upacara
Romawi Kuno di atas akhirnya dirubah menjadi hari perayaan gereja dengan
nama Saint Valentine’s Day atas inisiatif Paus Gelasius I. Jadi acara
valentine menjadi ritual agama Nashrani yang dirubah peringatannya menjadi
tanggal 14 Februari, bertepatan dengan matinya St. Valentine.
- Hari
valentine juga adalah hari penghormatan kepada tokoh nashrani yang
dianggap sebagai pejuang dan pembela cinta.
- Pada perkembangannya di zaman
modern saat ini, perayaan valentine disamarkan dengan dihiasi nama “hari
kasih sayang”.
Sungguh ironis
memang kondisi umat Islam saat ini. Sebagian orang mungkin sudah mengetahui
kenyataan sejarah di atas. Seolah-olah mereka menutup mata dan menyatakan
boleh-boleh saja merayakan hari valentine yang cikal bakal sebenarnya adalah
ritual paganisme. Sudah sepatutnya kaum muslimin berpikir, tidak sepantasnya
mereka merayakan hari tersebut setelah jelas-jelas nyata bahwa ritual valentine
adalah ritual non muslim bahkan bermula dari ritual paganisme.
Selanjutnya
kita akan melihat berbagai kerusakan yang ada di hari Valentine.
Merayakan Valentine
Berarti Meniru - niru Orang Kafir
Agama Islam
telah melarang kita meniru-niru orang kafir (baca: tasyabbuh). Larangan ini
terdapat dalam berbagai ayat, juga dapat ditemukan dalam beberapa sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan hal ini juga merupakan kesepakatan
para ulama (baca: ijma’). Inilah yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah dalam kitab beliau Iqtidho’
Ash Shiroth Al Mustaqim (Ta’liq: Dr. Nashir bin ‘Abdil Karim Al
‘Aql, terbitan Wizarotusy Syu’un Al Islamiyah).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan agar kita menyelisihi orang Yahudi dan Nashrani. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
إِنَّ الْيَهُودَ
وَالنَّصَارَى لاَ يَصْبُغُونَ ، فَخَالِفُوهُمْ
“Sesungguhnya
orang Yahudi dan Nashrani tidak mau merubah uban, maka selisihlah mereka.” (HR. Bukhari no. 3462 dan Muslim no.
2103)
Hadits ini menunjukkan kepada kita agar menyelisihi orang Yahudi dan
Nashrani secara umum dan di antara bentuk menyelisihi mereka adalah dalam
masalah uban. (Iqtidho’,
1/185)
Dalam hadits
lain, Rasulullah menjelaskan secara umum supaya kita tidak meniru-niru orang
kafir. Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ
فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa
yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul
Islam dalam Iqtidho’
[hal. 1/269] mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaiman dalam Irwa’ul Gholil no. 1269). Telah jelas di muka
bahwa hari Valentine adalah perayaan paganisme, lalu diadopsi menjadi ritual
agama Nashrani. Merayakannya berarti telah meniru-niru mereka.
Menghadiri Perayaan
Orang Kafir Bukan Ciri Orang Beriman
Allah Ta’ala
sendiri telah mencirikan sifat orang-orang beriman. Mereka adalah orang-orang
yang tidak menghadiri ritual atau perayaan orang-orang musyrik dan ini berarti
tidak boleh umat Islam merayakan perayaan agama lain semacam valentine. Semoga
ayat berikut bisa menjadi renungan bagi kita semua.
Allah Ta’ala
berfirman,
وَالَّذِينَ لَا
يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا
“Dan
orang-orang yang tidak menyaksikan perbuatan zur, dan apabila mereka bertemu
dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah,
mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al Furqon [25]: 72)
Ibnul Jauziy
dalam Zaadul Maysir
mengatakan bahwa ada 8 pendapat mengenai makna kalimat “tidak menyaksikan
perbuatan zur”, pendapat yang ada ini tidaklah saling bertentangan karena
pendapat-pendapat tersebut hanya menyampaikan macam-macam perbuatan zur. Di
antara pendapat yang ada mengatakan bahwa “tidak menyaksikan perbuatan zur”
adalah tidak menghadiri perayaan orang musyrik. Inilah yang dikatakan oleh Ar
Robi’ bin Anas.
Jadi, ayat di
atas adalah pujian untuk orang yang tidak menghadiri perayaan orang musyrik.
Jika tidak menghadiri perayaan tersebut adalah suatu hal yang terpuji, maka ini
berarti melakukan perayaan tersebut adalah perbuatan yang sangat tercela dan
termasuk ‘aib (Lihat Iqtidho’,
1/483). Jadi, merayakan Valentine’s Day bukanlah ciri orang beriman karena
jelas-jelas hari tersebut bukanlah hari raya umat Islam.
Mengagungkan Sang
Pejuang Cinta Akan Berkumpul Bersamanya di Hari Kiamat Nanti
Jika orang
mencintai Allah dan Rasul-Nya, maka dia akan mendapatkan keutamaan berikut ini.
Dari Anas bin
Malik, beliau mengatakan bahwa seseorang bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَتَّى السَّاعَةُ
يَا رَسُولَ اللَّهِ
“Kapan
terjadi hari kiamat, wahai Rasulullah?”
Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata,
مَا أَعْدَدْتَ لَهَا
“Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?”
Orang tersebut menjawab,
مَا أَعْدَدْتُ لَهَا مِنْ كَثِيرِ صَلاَةٍ وَلاَ صَوْمٍ وَلاَ صَدَقَةٍ ، وَلَكِنِّى أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
“Aku tidaklah mempersiapkan untuk menghadapi hari
tersebut dengan banyak shalat, banyak puasa dan banyak sedekah. Tetapi yang aku
persiapkan adalah cinta Allah dan Rasul-Nya.”
Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata,
أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
“(Kalau begitu) engkau akan bersama dengan orang yang
engkau cintai.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain di Shohih
Bukhari, Anas mengatakan,
فَمَا فَرِحْنَا بِشَىْءٍ فَرَحَنَا بِقَوْلِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - « أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ » . قَالَ أَنَسٌ فَأَنَا أُحِبُّ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ بِحُبِّى إِيَّاهُمْ ، وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِمِثْلِ أَعْمَالِهِمْ
“Kami tidaklah pernah merasa gembira sebagaimana rasa
gembira kami ketika mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: Anta
ma’a man ahbabta (Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai).”
Anas pun mengatakan,
فَأَنَا أُحِبُّ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ بِحُبِّى إِيَّاهُمْ ، وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِمِثْلِ أَعْمَالِهِمْ
“Kalau begitu aku mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, Abu Bakar, dan ‘Umar. Aku berharap bisa bersama dengan mereka karena
kecintaanku pada mereka, walaupun aku tidak bisa beramal seperti amalan
mereka.”
Bandingkan, bagaimana jika yang dicintai dan diagungkan
adalah seorang tokoh Nashrani yang dianggap sebagai pembela dan pejuang cinta
di saat raja melarang menikahkan para pemuda. Valentine-lah sebagai pahlawan
dan pejuang ketika itu. Lihatlah sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam di atas: “Kalau
begitu engkau bersama dengan orang yang engkau cintai”. Jika Anda seorang
muslim, manakah yang Anda pilih, dikumpulkan bersama orang-orang sholeh ataukah
bersama tokoh Nashrani yang jelas-jelas kafir.?
Siapa yang mau dikumpulkan di hari kiamat bersama dengan
orang-orang kafir[?] Semoga menjadi bahan renungan bagi Anda, wahai para
pengagum Valentine!
Ucapan
Selamat Berakibat Terjerumus Dalam Kesyirikan dan Maksiat
“Valentine” sebenarnya berasal dari bahasa Latin yang
berarti: “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini
ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang Romawi. (Dari berbagai
sumber)
Oleh karena itu disadari atau tidak, jika kita meminta
orang menjadi “To be my valentine (Jadilah valentineku)”, berarti sama dengan
kita meminta orang menjadi “Sang Maha Kuasa”. Jelas perbuatan ini merupakan
kesyirikan yang besar, menyamakan makhluk dengan Sang Khalik, menghidupkan
budaya pemujaan kepada berhala.
Kami pun telah kemukakan di awal bahwa hari valentine
jelas-jelas adalah perayaan nashrani, bahkan semula adalah ritual paganisme.
Oleh karena itu, mengucapkan selamat hari kasih sayang atau ucapan selamat
dalam hari raya orang kafir lainnya adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan
kesepakatan para ulama (baca: ijma’ kaum muslimin), sebagaimana hal ini
dikemukakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah
dalam kitabnya Ahkamu
Ahlidz Dzimmah (1/441, Asy
Syamilah).
Beliau rahimahullah
mengatakan, “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang
khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal atau selamat
hari valentine, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’
(kesepakatan) kaum muslimin.
Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari
raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang
berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan
semacamnya. Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari
kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan.
Ucapan
selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan
selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini
lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci
oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum
minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat
lainnya.”
Hari
Kasih Sayang Menjadi Hari Semangat Berzina
Perayaan Valentine’s Day di masa sekarang ini mengalami
pergeseran. Kalau di masa Romawi, sangat terkait erat dengan dunia para dewa
dan mitologi sesat, kemudian di masa Kristen dijadikan bagian dari simbol
perayaan hari agama, maka di masa sekarang ini identik dengan pergaulan bebas
muda-mudi. Mulai dari yang paling sederhana seperti pesta, kencan, bertukar
hadiah hingga penghalalan praktek zina secara legal. Semua dengan
mengatasnamakan semangat cinta kasih.
Dalam semangat hari Valentine itu, ada semacam kepercayaan bahwa melakukan maksiat dan
larangan-larangan agama seperti berpacaran, bergandeng tangan, berpelukan,
berciuman, bahkan hubungan seksual di luar nikah di kalangan sesama remaja itu
menjadi boleh. Alasannya, semua itu adalah ungkapan rasa kasih sayang. Na’udzu billah min dzalik.
Padahal mendekati zina saja haram, apalagi melakukannya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al
Isro’ [17]: 32)
Dalam Tafsir Jalalain dikatakan bahwa larangan dalam ayat
ini lebih keras daripada perkataan ‘Janganlah melakukannya’. Artinya bahwa jika
kita mendekati zina saja tidak boleh, apalagi sampai melakukan zina,
jelas-jelas lebih terlarang.
Meniru
Perbuatan Setan
Menjelang hari Valentine-lah berbagai ragam coklat,
bunga, hadiah, kado dan souvenir laku keras. Berapa banyak duit yang
dihambur-hamburkan ketika itu. Padahal sebenarnya harta tersebut masih bisa
dibelanjakan untuk keperluan lain yang lebih bermanfaat atau malah bisa
disedekahkan pada orang yang membutuhkan agar berbuah pahala.
Namun, hawa nafsu
berkehendak lain. Perbuatan setan lebih senang untuk diikuti daripada hal
lainnya. Itulah pemborosan yang dilakukan ketika itu mungkin bisa
bermilyar-milyar rupiah dihabiskan ketika itu oleh seluruh penduduk Indonesia,
hanya demi merayakan hari Valentine. Tidakkah mereka memperhatikan firman
Allah,
وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara
boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al
Isro’ [17]: 26-27). Maksudnya adalah mereka menyerupai setan dalam hal ini.
Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Tabdzir
(pemborosan) adalah menginfakkan sesuatu pada jalan yang keliru.”
(Lihat Tafsir Al Qur’an Al
‘Azhim)
Penutup
Itulah sebagian kerusakan yang ada di hari valentine, mulai
dari paganisme, kesyirikan, ritual Nashrani, perzinaan dan pemborosan.
Sebenarnya, cinta dan kasih sayang yang diagung-agungkan di hari tersebut
adalah sesuatu yang semu yang akan merusak akhlak dan norma-norma agama.
Perlu
diketahui pula bahwa Valentine’s Day bukan hanya diingkari oleh pemuka Islam
melainkan juga oleh agama lainnya. Sebagaimana berita yang kami peroleh dari
internet bahwa hari Valentine juga diingkari di India yang mayoritas
penduduknya beragama Hindu. Alasannya, karena hari valentine dapat merusak
tatanan nilai dan norma kehidupan bermasyarakat. Kami katakan: “Hanya orang
yang tertutup hatinya dan mempertuhankan hawa nafsu saja yang enggan menerima
kebenaran.”
Oleh karena itu, kami ingatkan agar kaum muslimin tidak
ikut-ikutan merayakan hari Valentine, tidak boleh mengucapkan selamat hari
Valentine, juga tidak boleh membantu menyemarakkan acara ini dengan jual beli,
mengirim kartu, mencetak, dan mensponsori acara tersebut karena ini termasuk
tolong menolong dalam dosa dan kemaksiatan. Ingatlah, Setiap orang haruslah
takut pada kemurkaan Allah Ta’ala. Semoga tulisan ini dapat tersebar pada kaum
muslimin yang lainnya yang belum mengetahui. Semoga Allah memberi taufik dan
hidayah kepada kita semua.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa
shollallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Prinsip
- prinsip Aqidah Ahlusunnah Wal Jama’ah (I)
Penulis: Syaikh Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah
Al-Fauzan
PENDAHULUAN
Segala puji bagi Allah Rabb Tuhan semesta alam yang telah
menunjuki kita sekalian kepada cahaya Islam dan sekali-kali kita tidak akan
mendapat petunjuk jika Allah tidak memberi kita petunjuk.
Kita memohon kepada-Nya agar kita senantiasa ditetapkan
di atas hidayah-Nya sampai akhir hayat, sebagaimana difirmankan Allah Subhanahu
wa Ta’ala. “Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah
dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati
kecuali dalam keadaan Islam”. (Ali-Imran : 102).
Begitu pula kita memohon agar hati kita tidak
dicondongkan kepada kesesatan setelah kita mendapat petunjuk. “Artinya : Ya
Allah, janganlah engkau palingkan hati-hati kami setelah engkau memberi kami
hidayah”. (Ali Imran : 8).
Dan semoga shalawat serta salam senantiasa Allah
limpahkan kepada Nabi kita, suri tauladan dan kekasih kita, Rasulullah Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang telah diutus-Nya sebagai rahmat bagi alam
semesta. Dan semoga ridla-Nya selalu dilimpahkan kepada para sahabatnya yang
shalih dan suci, baik dari kalangan Muhajirin mupun Anshar, serta kepada para
pengikutnya yang setia selama ada waktu malam dan siang.
Wa ba’du : Inilah beberapa kalimat ringkas tentang
penjelasan ‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah yang pada kenyataan hidup masa kini
diperselisihkan oleh umat Islam sehingga mereka terpecah belah. Hal itu
terbukti dengan tumbuhnya berbagai kelompok (da’wah) kontemporer dan
jama’ah-jama’ah yang berbeda-beda. Masing-masing menyeru manusia (umat Islam)
kepada golongannya ; mengklaim bahwa diri dan golongan merekalah yang paling
baik dan benar, sampai-sampai seorang muslim yang masih awam menjadi bingung
kepada siapakah dia belajar Islam dan kepada jama’ah mana dia harus ikut
bergabung.
Bahkan seorang kafir yang ingin masuk Islam-pun bingung. Islam apakah yang benar yang harus di dengar dan dibacanya ; yakni ajaran Islam yang bersumber kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang telah diterapkan dan tergambar dalam kehidupan para sahabat Rasulullah yang mulia dan telah menjadi pedoman hidup sejak berabad-abad yang lalu ; namun justru dia hanya bisa melihat Islam sebagai sebuah nama besar tanpa arti bagi dirinya.
Bahkan seorang kafir yang ingin masuk Islam-pun bingung. Islam apakah yang benar yang harus di dengar dan dibacanya ; yakni ajaran Islam yang bersumber kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang telah diterapkan dan tergambar dalam kehidupan para sahabat Rasulullah yang mulia dan telah menjadi pedoman hidup sejak berabad-abad yang lalu ; namun justru dia hanya bisa melihat Islam sebagai sebuah nama besar tanpa arti bagi dirinya.
Begitulah yang pernah dikatakan oleh seorang orientalis
tentang Islam : “Islam itu tertutup oleh kaumnya sendiri”, yakni orang-orang
yang mengaku - ngaku muslim tetapi tidak konsisten (menetapi) dengan ajaran
Islam yang sebenarnya.
Kami tidak mengatakan bahwa Islam telah hilang seluruhnya
oleh karena Allah telah menjamin kelanggengan Islam ini dengan keabadian
Kitab-Nya sebagaimana Dia telah berfirman. “Artinya : Sesungguhnya Kamilah yang
telah menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”.
(Al-Hijr : 9).
Maka, pastilah akan senantiasa ada segolongan kaum
muslimin yang tetap teguh (konsisten) memegang ajarannya dan memelihara serta
membelanya sebagaimana di firmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa diantara kamu yang murtad dari agamanya (dari Islam), maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lembut terhadap orang-orang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang - orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang-orang yang suka mencela …”. (Al-Maaidah : 54).
Dan firman Allah. “Artinya : Ingatlah kamu ini.
orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) di jalan Allah. Maka
diantara kamu ada yang bakhil barang siapa bakhil berarti dia bakhil pada
dirinya sendiri, Allah Maha Kaya dan kamu orang-orang yang membutuhkan-Nya, dan
jika kamu berpaling, niscaya Dia akan mengganti ( kamu) dengan kaum selain
kalian dan mereka tidak akan seperti kamu ini”. (Muhammad : 38).
Golongan atau jama’ah yang dimaksud adalah seperti yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits :
“Artinya : Akan senantiasa ada segolongan dari umatku yang tetap membela al-haq, mereka senantiasa unggul, yang menghina dan menentang mereka tidak akan mampu membahayakan mereka hingga datang keputusan Allah (Tabaraka wa Ta’la), sedang mereka tetap dalam keadaan yang demikian”. (Dikeluarkan oleh Imam Al-Bukhari 4/3641, 7460; dan Imam Muslim 5 juz 13, hal. 65-67 pada syarah Imam Nawawy).
Bertolak dari sinilah kita dan siapa saja yang ingin
mengenal Islam yang benar beserta pemeluknya yang setia harus mengenal golongan
yang diberkahi ini dan yang mewakili Islam yang benar, Semoga Allah menjadikan
kita termasuk dalam golongan ini agar kita bisa mengambil contoh dari berjalan
pada jalan mereka dan agar supaya orang kafir yang ingin masuk Islam itupun dapat
mengetahui untuk kemudian bisa bergabung.
Al Firqatun Najiyah (Golongan yang diselamatkan) adalah
Ahlusunnah wal Jama’ah
Pada masa kepemimpinan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam kaum muslimin itu adalah umat yang satu sebagaimana di firmankan Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Artinya : “Sesungguhnya kalian adalah umat yang satu dan
Aku (Allah) adalah Rab kalian, maka beribadahlah kepada-Ku”. (Al-Anbiyaa : 92).
Maka kemudian sudah beberapa kali kaum Yahudi dan
munafiqun berusaha memecah belah kaum muslimin pada zaman Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun mereka belum pernah berhasil. Telah
berkata kaum munafiq, artinya : “Janganlah kamu berinfaq kepada orang-orang
yang berada di sisi Rasulullah, supaya mereka bubar”.
Kemudian dibantah langsung oleh Allah (pada lanjutan ayat
yang sama) : “Padahal milik Allah-lah perbandaharaan langit dan bumi, akan
tetapi orang-orang munafiq itu tidak memahami”. (Al-Munafiqun : 7).
Demikian pula, kaum Yahudi-pun berusaha memecah belah dan
memurtadkan mereka dari Ad-Din mereka.
Firman ALLAH yang artinya : “Segolongan (lain) dari Ahli
Kitab telah berkata (kepada sesamanya) : (pura-pura) berimanlah kamu kepada apa
yang diturunkan kepada orang-orang beriman (para sahabat Rasul) pada permulaan
siang dan ingkarilah pada akhirnya, mudah-mudahan (dengan cara demikian) mereka
(kaum muslimin) kembali kepada kekafiran”. (Ali Imran : 72).
Walaupun demikian, makar yang seperti itu tidak pernah
berhasil karena Allah menelanjangi dan menghinakan (usaha) mereka.
Kemudian mereka berusaha untuk kedua kalinya mereka
berusaha kembali memecah belah kesatuan kaum muslimin (Muhajirin dan Anshar)
dengan mengibas-ngibas kaum Anshar tentang permusuhan diantara mereka sebelum
datangnya Islam dan perang sya’ir diantara mereka. Allah membongkar makar
tersebut dalam firman-Nya.
Firman ALLAH yang artinya : “Hai orang-orang yang
beriman, jika kalian mengikuti segolongan orang-orang yang diberi Al-Kitab
niscaya mereka akan mengembalikan kalian menjadi orang kafir sesudah kalian
beriman”.(Ali Imran : 100).
Sampai pada Firman ALLAH yang artinya : “Pada hari yang
diwaktu itu ada wajah-wajah berseri-seri dan muram …..” (Ali-Imran : 106).
Maka kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mendatangi kaum Anshar : menasehati dan mengingatkan mereka ni’mat Islam dan
bersatunya merekapun melalui Islam, sehingga pada akhirnya mereka saling
bersalaman dan berpelukan kembali setelah hampir terjadi perpecahan. (Lihat
Tafsir Ibnu Katsir I/397 dan Asbabun Nuzul Al-Wahidy hal. 149-150) .
Dengan
demikian gagallah pula makar Yahudi dan tetaplah kaum muslimin berada dalam
persatuan. Allah memang memerintahkan mereka untuk bersatu di atas Al-Haq dan
melarang perselisihan dan perpecahan sebagaimana firman-Nya.
Firman ALLAH yang artinya : “Dan janganlah kamu
menyerupai orang-orang yang berpecah belah dan beselisih sesudah datangnya
keterangan yang jelas ……”.(Ali-Imran : 105).
Dan firman-Nya pula, Firman ALLAH yang artinya : “Dan
berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
berpecah-belah ….”.(Ali-Imran : 103).
Dan sesungguhnya Allah telah mensyariatkan persatuan
kepada mereka dalam melaksanakan berbagai macam ibadah : seperti shalat, dalam
shiyam, dalam menunaikan haji dan dalam mencari ilmu.
Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam-pun telah memerintahkan kaum muslimin ini agar bersatu dan
melarang mereka dari perpecahan dan perselisihan. Bahkan beliau telah
memberitahukan suatu berita yang berisi anjuran untuk bersatu dan larangan
untuk berselisih, yakni berita tentang akan terjadinya perpecahan pada umat ini
sebagaimana hal tersebut telah terjadi pada umat-umat sebelumnya.
Sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam yang artinya
: Sesunguhnya barangsiapa yang masih hidup diantara kalian dia akan melihat
perselisihan yang banyak, maka berpegang teguhlah kalian dengan sunnah-Ku dan
sunnah Khulafaur-Rasyiddin yang mendapat petunjuk setelah Aku”. (Dikeluarkan
oleh Abu Dawud 5/4607 dan Tirmidzi 5/2676 dan Dia berkata hadits ini hasan
shahih ; juga oleh Imam Ahmad 4/126-127 dan Ibnu Majah 1/43).
Dan sabdanya pula, yang artinya : “Telah berpecah kaum
Yahudi menjadi tujuh puluh satu golongan ; dan telah berpecah kaum Nashara
menjadi tujuh puluh dua golongan ; sedang umatku akan berpecah menjadi tujuh
puluh tiga golongan, semuanya akan masuk neraka kecuali satu.
Maka kami-pun
bertanya, siapakah yang satu itu ya Rasulullah ..? ; beliau menjawab : yaitu
barang-siapa yang berada pada apa-apa yang aku dan para sahabatku jalani hari
ini”. (Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi 5/2641 dan Al-Hakim di dalam Mustadraknya
I/128-129, dan Imam Al-Ajury di dalam Asy-Syari’ah hal.16 dan Imam Ibnu Nashr
Al-Mawarzy di dalam As-Sunnah hal 22-23 cetakan Yayasan Kutubus Tsaqofiyyah
1408, dan Imam Al-Lalikaai dalam Syar Ushul I’tiqaad Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah I
nomor 145-147).
Sesungguhnya telah nyata apa-apa yang telah diberitakan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berpecahlah umat ini pada akhir
generasi sahabat walaupun perpecahan tersebut tidak berdampak besar pada
kondisi umat semasa generasi yang dipuji oleh Rasulullah dalam sabdanya, yang
artinya : “Sebaik-baik kalian adalah generasiku, kemudian generasi yang datang
sesudahnya, kemudian yang datang sesudahnya”. (Dikeluarkan oleh Bukhari 3/3650,
3651 dan Muslim 6/juz 16 hal 86-87 Syarah An-Nawawy).
Perawi hadits ini berkata : “saya tidak tahu apakah
Rasulullah menyebut setelah generasinya dua atau tiga kali”.
Yang demikian tersebut bisa terjadi karena masih
banyaknya ulama dari kalangan muhadditsin, mufassirin dan fuqaha. Mereka
termasuk sebagai ulama tabi’in dan pengikut para tabi’in serta para imam yang
empat dan murid-murid mereka. Juga disebabkan masih kuatnya daulah-dualah
Islamiyah pada abad-abad tersebut, sehingga firqah-firqah menyimpang yang mulai
ada pada waktu itu mengalami pukulan yang melumpuhkan baik dari segi hujjah
maupun kekuatannya.
Setelah berlalunya abad-abad yang dipuji ini bercampurlah
kaum muslimin dengan pemeluk beberapa agama-agama yang bertentangan.
Diterjemahkannya kitab ilmu ajaran-ajaran kuffar dan para raja Islam-pun
mengambil beberapa kaki tangan pemeluk ajaran kafir untuk dijadikan menteri dan
penasihat kerajaan, maka semakin dahsyatlah perselisihan di kalangan umat dan
bercampurlah berbagai ragam golongan dan ajaran. Begitupun madzhab-madzhab yang
batilpun ikut bergabung dalam rangka merusak persatuan umat. Hal itu terus
berlangsung hingga zaman kita sekarang dan sampai masa yang dikehendaki Allah.
Walaupun demikian kita tetap bersyukur kepada Allah
karena Al-Firqatun Najiyah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah masih tetap berada dalam
keadaan berpegang teguh dengan ajaran Islam yang benar berjalan diatasnya, dan
menyeru kepadanya ; bahkan akan tetap berada dalam keadaan demikian sebagaimana
diberitakan dalam hadits Rasulullah tentang keabadiannya, keberlangsungannya
dan ketegarannya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah demi langgenggnya
Din ini dan tegaknya hujjah atas para penentangnya.
Sesungguhnya kelompok kecil yang diberkahi ini berada di
atas apa-apa yang pernah ada semasa sahabat Radhiyallahu ‘anhum bersama
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam baik dalam perkataan perbuatan maupun
keyakinannya seperti yang disabdakan oleh beliau, yang artinya : “Mereka yaitu
barangsiapa yang berada pada apa-apa yang aku dan para sahabatku jalani hari
ini”.
Sesungguhnya mereka itu adalah sisa-sisa yang baik dari
orang-orang yang tentang mereka Allah telah berfirman, yang artinya : “Maka
mengapakah tidak ada dari umat-umat sebelum kamu orang-orang yang mempunyai
keutamaan (shalih) yang melarang dari berbuat kerusakan di muka bumi kecuali sebagian
kecil diantara orang-orang yang telah kami selamatkan diantara mereka, dan
orang-orang yang dzolim hanya mementingkan kemewahan yang ada pada mereka ; dan
mereka adalah orang-orang yang berdosa”. (Huud : 116).
(Disalin dari Prinsip-prinsip Aqidah Ahlusunnah Wal
Jama’ah, tulisan Syaikh Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan,
diterbitkan oleh Dar Al-Gasem Saudi Arabia PO Box 6373 Riyadh 11442.) .. bersambung ke Prinsip-prinsip Aqidah
Ahlusunnah Wal Jama’ah (II)
Hukum
Merayakan Hari Kasih Sayang / Valentine Day
Pertanyaan:
Bagaimana hukum merayakan hari Kasih Sayang / Valentine Day?
Bagaimana hukum merayakan hari Kasih Sayang / Valentine Day?
Jawab:
“Merayakan hari Valentine itu tidak boleh, karena:
“Merayakan hari Valentine itu tidak boleh, karena:
Pertama: ia
merupakan hari raya bid‘ah yang tidak ada dasar hukumnya di dalam syari‘at
Islam.
Kedua: ia dapat
menyebabkan hati sibuk dengan perkara-perkara rendahan seperti ini yang sangat
bertentangan dengan petunjuk para salaf shalih (pendahulu kita) – semoga Allah
meridhai mereka. Maka tidak halal melakukan ritual hari raya, baik dalam bentuk
makan-makan, minum-minum, berpakaian, saling tukar hadiah ataupun lainnya.
Hendaknya setiap muslim merasa bangga dengan agamanya, tidak menjadi orang yang
tidak mempunyai pegangan dan ikut-ikutan. Semoga Allah melindungi kaum muslimin
dari segala fitnah (ujian hidup), yang tampak ataupun yang tersembunyi dan
semoga meliputi kita semua dengan bimbingan-Nya.”
Maka adalah
wajib bagi setiap orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat untuk
melaksanakan wala’ dan bara’ ( loyalitas kepada muslimin dan berlepas diri dari
golongan kafir) yang merupakan dasar akidah yang dipegang oleh para salaf
shalih. Yaitu mencintai orang-orang mu’min dan membenci dan menyelisihi
(membedakan diri dengan) orang-orang kafir dalam ibadah dan perilaku.
Di antara
dampak buruk menyerupai mereka adalah: ikut mempopulerkan ritual-ritual mereka
sehingga terhapuslah nilai-nilai Islam. Dampak buruk lainnya, bahwa dengan
mengikuti mereka berarti memperbanyak jumlah mereka, mendukung dan mengikuti
agama mereka, padahal seorang muslim dalam setiap raka’at shalatnya membaca,
“Tunjukilah
kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan
nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan)
mereka yang sesat.” (Al-Fatihah:6-7)
Bagaimana bisa
ia memohon kepada Allah agar ditunjukkan kepadanya jalan orang-orang yang
mukmin dan dijauhkan darinya jalan golongan mereka yang sesat dan dimurkai,
namun ia sendiri malah menempuh jalan sesat itu dengan sukarela. Lain dari itu,
mengekornya kaum muslimin terhadap gaya hidup mereka akan membuat mereka senang
serta dapat melahirkan kecintaan dan keterikatan hati.
Allah
Subhannahu wa Ta’ala telah berfirman, yang artinya: “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang
lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka
sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Al-Maidah:51)
“Kamu tidak
akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling
berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya.”
(Al-Mujadilah: 22)
Ada seorang
gadis mengatakan, bahwa ia tidak mengikuti keyakinan mereka, hanya saja hari
Valentine tersebut secara khusus memberikan makna cinta dan suka citanya kepada
orang-orang yang memperingatinya.
Saudaraku! Ini
adalah suatu kelalaian, padahal sekali lagi: Perayaan ini adalah acara ritual
agama lain! Hadiah yang diberikan sebagai ungkapan cinta adalah sesuatu yang
baik, namun bila dikaitkan dengan pesta-pesta ritual agama lain dan
tradisi-tradisi Barat, akan mengakibatkan seseorang terobsesi oleh budaya dan
gaya hidup mereka.
Mengadakan
pesta pada hari tersebut bukanlah sesuatu yang sepele, tapi lebih mencerminkan
pengadopsian nilai-nilai Barat yang tidak memandang batasan normatif dalam
pergaulan antara pria dan wanita sehingga saat ini kita lihat struktur sosial
mereka menjadi porak-poranda.
Alhamdulillah,
kita mempunyai pengganti yang jauh lebih baik dari itu semua, sehingga kita
tidak perlu meniru dan menyerupai mereka. Di antaranya, bahwa dalam pandangan
kita, seorang ibu mempunyai kedudukan yang agung, kita bisa mempersembahkan
ketulusan dan cinta itu kepadanya dari waktu ke waktu, demikian pula untuk
ayah, saudara, suami …dst, tapi hal itu tidak kita lakukan khusus pada saat
yang dirayakan oleh orang-orang kafir.
Semoga Allah
Subhannahu wa Ta’ala senantiasa menjadikan hidup kita penuh dengan kecintaan
dan kasih sayang yang tulus, yang menjadi jembatan untuk masuk ke dalam Surga
yang hamparannya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang
bertakwa.
Menyampaikan
Kebenaran adalah kewajiban setiap Muslim. Kesempatan kita saat ini untuk
berdakwah adalah dengan menyampaikan buletin ini kepada saudara-saudara kita
yang belum mengetahuinya.
Semoga Allah
Ta’ala Membalas ‘Amal Ibadah Kita.
Posting Komentar untuk "Dosa dan Bahaya Merayakan Valentine’s Day Bagi Ummat Muslim"
Silahkan tinggalkan komentar agar kami lebih baik.