Peran Partai Politik dalam Peningkatan Penguatan Partisipasi Politik Masyarakat
Peran Partai Politik |
Pendahuluan Sejarah
perkembangan partai politik di Indonesia sangat mewarnai perkembangan demokrasi
di Indonesia. Hal ini sangat mudah dipahami, karena partai politik merupakan
gambaran wajah peran rakyat dalam percaturan politik nasional atau dengan kata lain
merupakan cerminan tingkat partisipasi politik masyarakat.
Berawal dari
keinginan untuk merdeka dan mempertahankan kemerdekaan serta mengisi
pembangunan, partai politik lahir dari berbagai aspirasi rakyat yang
berkeinginan untuk bersatu dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Romantika kehidupan
partai politik sejak kemerdekaan, ditandai dengan bermunculannya banyak partai.
Secara teoritikal, makin banyak partai politik memberikan kemungkinan yang
lebih luas bagi rakyat untuk menyalurkan aspirasinya dan meraih peluang untuk
memperjuangkan hak - haknya serta menyumbangkan kewajibannya sebagai warga
negara.
Banyaknya alternatif
pilihan dan meluasnya ruang gerak partisipasi rakyat memberikan indikasi yang
kuat bahwa sistem pemerintahan di tangan rakyat sangat mungkin untuk
diwujudkan. Sebagaimana diketahui bahwa konflik memang sangat diperlukan untuk
menumbuhkan kompetisi antarkontestan dan sekaligus menarik motivasi masing
masing untuk melakukan koreksi, berbenah diri, dan mengejar ketinggalan dalam
rangka memenangkan persaingan dalam merebut hati rakyat.
Yang pada gilirannya
akan terjadi proses belajar dan proses pertumbuhan secara terus menerus menuju
kearah lebih maju, lebih baik, dan lebih mensejahterakan rakyat. Namun bila
kepentingan - kepentingan cenderung bersifat divergen dan kesadaran politik
serta toleransi politik belum cukup memadai, maka banyaknya partai politik bisa
menimbulkan keadaan makin meruncingnya perbedaan dan memperparah keruwetan,
yang berimplikasi pada sulitnya manajemen politik untuk memelihara konflik pada
tingkatan yang optimal.
Dengan premis
seperti itulah, maka pemerintah orde baru merasakan perlu untuk meng-engineer partai politik agar
menjurus ke dalam bentuknya yang lebih sederhana. Menurut jalan pemikirannya,
tujuan yang ingin dicapai adalah menciptakan kondisi yang kondusif bagi makin
berperannya partai politik di satu segi dan makin mudahnya pengendalian konflik
dikala mencapai tingkatan yang dianggap membahayakan persatuan dan mengganggu
jalannya pembangunan nasional pada segi yang lain.
Dan oleh karena
itulah, maka kemudian berdasarkan Undang - undang No. 3 Tahun 1975, partai
politik yang semula jumlahnya cukup banyak direduksi menjadi tiga kekuatan
politik saja, yaitu menjadi dua partai politik dan satu golongan karya Golkar.
Dr. Ir. Bijah Subijanto, MSIE adalah Kepala Biro Politik, Pertahanan Keamanan,
dan Hak Asasi Manusia, Bappenas dan dosen tetap serta Kepala Departemen Teknik
Industri, Fakultas Teknik, Universitas Pancasila, Jakarta-red.
Naskah No. 20,
Juni-Juli 2002 2 Patut diduga sebelumnya, bahwa rupanya upaya penyederhanaan
partai politik lebih berat perkembangannya pada pengendalian konflik yang makin
lama makin ketat dan melampaui batas toleransi yang sewajarnya bagi
perkembangan partai politik.
Pemerintah, terutama
eksekutif makin kuat secara berlebihan dan partai politik makin lemah
kekuasaannya sampai pada posisi yang tidak berdaya. Dalam kondisi seperti ini,
jangankan dapat memainkan perannya untuk peningkatan partisipasi politik
masyarakat, untuk bertahan hidup saja barangkali harus dengan bantuan pihak
lain yang lebih memiliki kekuasaan.
Implikasi
selanjutnya, mudah untuk diterka bahwa masyarakat dan rakyat tidak berdaya di
satu sisi, dan kolusi, korupsi, dan nepotisme negatif merajalela tanpa hambatan
dan makin lama makin tak terkendali. Menyadari keadaan yang sangat distruktif
bagi perkembangan negara dan bangsa, maka lahirlah gerakan reformasi yang
tujuannya tidak lain untuk menghambat dan menghentikan proses dan praktik - praktik
yang distruktif dan menggantinya dengan tatanan, proses, dan praktik-praktik
yang konstruktif bagi perkembangan masyarakat, bangsa, dan negara.
Selanjutnya gerakan
reformasi berubah bentuknya secara lebih sistematik menjadi agenda nasional.
Sejalan dengan upaya reformasi yang merupakan agenda nasional yang kemudian
ditindak lanjuti dengan dikeluarkannya Undangundang No. 3 Tahun 1999, kehidupan
kepartaian berubah kembali dengan kehidupan multi partai dan telah melahirkan
147 partai politik.
Dengan mencermati
uraian tersebut di atas, sangat mudah dimengerti bahwa ternyata sepak terjang
peran partai politik sejak kemerdekaan sampai saat ini mengalami pasang dan
surut dalam pembangunan bangsa khususnya peningkatan partisipasi politik
masyarakat di dalam segenap aspek kehidupan pembangunan nasional.
Peran partai politik
yang bersifat pasang surut tersebut terutama dalam peningkatan partisipasi
politik masyarakat terlihat dalam pasang surutnya peran sebagai wadah penyalur
aspirasi politik, sarana sosialisasi politik, sarana rekrutment politik, dan
sarana pengaturan konflik; karena keempat peran itu diambil alih oleh
pemerintah khususnya eksekutif yang didukung oleh legislatif dan yudikatif.
Peta Permasalahan
Peran Partai Politik 1. Peran Sebagai Wadah Penyalur Aspirasi Politik Untuk
melihat seberapa jauh peran partai politik sebagai wadah penyalur aspirasi
politik rakyat, sekali lagi harus dilihat dalam konteks prospektif sejarah
perkembangan bangsa Indonesia itu sendiri. Pada awal kemerdekaan, partai
politik belum berperan secara optimal sebagai wadah untuk menyalurkan aspirasi
politik rakyat.
Hal ini terlihat
dari timbulnya berbagai gejolak dan ketidak puasan di sekelompok masyarakat
yang merasa aspirasinya tidak terwadahi dalam bentuk gerakan - gerakan
separatis seperti proklamasi Negara Islam oleh Kartosuwiryo tahun 1949,
terbentuknya negara negara boneka yang bernuansa kedaerahan.
Negara - negara
boneka ini sengaja diciptakan oleh Belanda untuk memecah belah persatuan dan
kesatuan. Namun kenapa hal itu terjadi dan ditangkap oleh sebagian rakyat pada
waktu itu.? Jawabannya adalah bahwa aspirasi rakyat berbelok arah mengikuti
aspirasi penjajah, karena tersumbatnya saluran aspirasi yang disebabkan
kapasitas sistem politik Negara - negara boneka itu sesungguhnya hanya
merupakan rekayasa politik “devide at
impera” kolonialis Belanda yang sebenarnya bukan aspirasi politik rakyat.
Naskah No. 20,
Juni-Juli 2000 3 belum cukup memadai untuk mewadahi berbagai aspirasi yang
berkembang. Di sini boleh dikatakan bahwa rendahnya kapasitas sistem politik,
lebih disebabkan oleh karena sistem politik masih berada pada tahap awal
perkembangannya. 3 Pada fase berikutnya dalam sejarah perjalanan bangsa yaitu
masa Orde Lama, peran partai politik sebagai wadah penyalur aspirasi politik
rakyat juga belum terlaksana sesuai dengan yang diharapkan.
Partai politik
cenderung terperangkap oleh kepentingan partai dan / atau kelompoknya masing - masing
dan bukan kepentingan rakyat secara keseluruhan. Sebagai akibat daripadanya
adalah terjadinya ketidak stabilan sistem kehidupan politik dan kemasyarakatan
yang ditandai dengan berganti - gantinya kabinet, partai politik tidak
berfungsi dan politik dijadikan panglima, aspirasi rakyat tidak tersalurkan
akibatnya kebijaksanaan politik yang dikeluarkan saat itu lebih bernuansa
kepentingan politik dari pada kepentingan ekonomi, rasa keadilan terusik dan
ketidak puasan semakin mengental, demokrasi hanya dijadikan jargon politik,
tapi tidak disertai dengan upaya memberdayakan pendidikan politik rakyat.
Di zaman
pemerintahan Orde Baru, peran partai politik dalam kehidupan berbangsa dicoba
ditata melalui UU No. 3 Tahun 1973, partai politik yang jumlahnya cukup banyak
di tata menjadi 3 kekuatan sosial politikyang terdiri dari 2 partai politik
yaitu PPP dan PDI serta 1 Golkar. Namun penataan partai politik tersebut
ternyata tidak membuat semakin berperannya partai politik sebagai wadah
penyalur aspirasi politik rakyat.
Partai politik yang
diharapkan dapat mewadahi aspirasi politik rakyat yang terkristal menjadi
kebijakan publik yang populis tidak terwujud. Hal ini terlihat dari
kebijaksanaan publik yang dihasilkan pada pemerintahan orde baru ternyata
kurang memperhatikan aspirasi politik rakyat dan cenderung merupakan sarana
legitimasi kepentingan penguasa dan kelompok tertentu.
Akibatnya
pembangunan nasional bukan melakukan pemerataan dan kesejahteraan namun
menimbulkan ketimpangan dan kesenjangan sosial di berbagai aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini dikarenakan peran partai
politik sebagai wadah penyalur aspirasi politik rakyat oleh pemerintahan orde
baru tidak ditempatkan sebagai kekuatan politk bangsa tetapi hanya ditempatkan
sebagai mesin politik penguasa dan assesoris demokrasi untuk legitimasi
kekuasaan semata.
Akibatnya peran
partai politik sebagai wadah penyalur betul - betul terbukti nyaris bersifat
mandul dan hampir-hampir tak berfungsi. Era reformasi muncul sebagai gerakan
korektif dan pelopor perubahanperubahan mendasar di berbagai aspek kehidupan.
Gerakan reformasi
yang melahirkan proses perubahan dan melengserkan pemerintahan orde baru dan
melahirkan UU No. 3 Tahun 1999 tentang partai politik memungkinkan sistem multi
partai kembali bermunculan. Harapan peran partai sebagai wadah penyalur
aspirasi politik akan semakin baik, meskipun hingga saat ini belum menunjukkan
kenyataan.
Hal ini terlihat
dari kampanye Pemilu yang masih diwarnai banyaknya partai politik yang tidak
mengaktualisasikan aspirasi rakyat dalam wujud program partai yang akan
diperjuangkan. Mirip dengan fenomena lama dimana yang ada hanya janji dan
sloganslogan kepentingan politik sesaat. Meskipun rezim otoriter telah berakhir
dan keran demokrasi telah dibuka secara luas sejalan dengan bergulirnya proses
reformasi, namun 3 Bila dianalogikan dengan stages di dalam daur hidup suatu
produk atau organisasi, maka negara pada saat itu masuh berada pada tahapan
incubation yang merupakan tahap awal. Tahapan selanjutnya adalah growth,
maturity, saturation, dan decline. Halaman 215 dari “ Production &
Operation Management” Adam E Everett and Ronald J.E. Bert, Prentice Inc,
Englewood, 1986.
Naskah No. 20,
Juni-Juli 2000 4 perkembangan demokrasi belum terarah secara baik dan aspirasi
masyarakat belum terpenuhi secara maksimal. Aspirasi rakyat belum tertangkap,
terartikulasi, dan teragregasikan secara transparan dan konsisten. Distorsi
atas aspirasi, kepentingan, dan kekuasaan rakyat masih sangat terasa dalam
kehidupan politik, baik distorsi yang datangnya dari elit politik,
penyelenggara negara, pemerintah, maupun kelompokkelompok kepentingan.
Di lain pihak,
institusi pemerintah dan negara tidak jarang berada pada posisi yang seolah
tidak berdaya menghadapi kebebasan yang terkadang melebihi batas kepatutan dan
bahkan muncul kecenderungan yang mengarah anarchis walaupun polanya tidak
melembaga dan lebih banyak bersifat kontekstual. 2. Peran sebagai Sarana
Sosialisasi Politik Budaya politik merupakan produk dari proses pendidikan atau
sosialisasi politik dalam sebuah masyarakat.
Dengan sosialisasi
politik, individu dalam negara akan menerima norma, sistem keyakinan, dan
nilai-nilai dari generasi sebelumnya, yang dilakukan melalui berbagai tahap,
dan dilakukan oleh bermacam-macam agens, seperti keluarga, saudara, teman
bermain, sekolah (mulai dari taman kanak - kanak sampai perguruan tinggi),
lingkungan pekerjaan, dan tentu saja media massa, seperti radio, TV, surat
kabar, majalah, dan juga internet.
Proses sosialisasi
atau pendidikan politik Indonesia tidak memberikan ruang yang cukup untuk
memunculkan masyarakat madani (civil
society). Yaitu suatu masyarakat yang mandiri, yang mampu mengisi ruang
publik sehingga mampu membatasi kekuasaan negara yang berlebihan.
Masyarakat madani
merupakan gambaran tingkat partisipasi politik pada takaran yang maksimal.
Dalam kaitan ini, sedikitnya ada tiga alasan utama mengapa pendidikan politik
dan sosialisasi politik di Indonesia tidak memberi peluang yang cukup untuk
meningkatkan partisipasi politik masyarakat.
Pertama,
dalam masyarakat kita anak - anak tidak dididik untuk menjadi insan mandiri.
Anak-anak bahkan mengalami alienasi dalam politik keluarga. Sejumlah keputusan
penting dalam keluarga, termasuk keputusan tentang nasib si anak, merupakan
domain orang dewasa. Anak-anak tidak dilibatkan sama sekali.
Keputusan anak untuk
memasuki sekolah, atau universitas banyak ditentukan oleh orang tua atau orang
dewasa dalam keluarga. Demikian juga keputusan tentang siapa yang menjadi
pilihan jodoh si anak. Akibatnya anak akan tetap bergantung kepada orang tua.
Tidak hanya setelah selesai pendidikan, bahkan setelah memasuki dunia kerja.
Hal ini berbeda
sekali di barat. Di sana anak diajarkan untuk mandiri dan terlibat dalam
diskusi keluarga menyangkut hal-hal tertentu. Di sana, semakin bertambah umur
anak, akan semakin sedikit bergantung kepada orang tuanya. Sementara itu di
Indonesia sering tidak ada hubungan antara bertambah umur anak dengan tingkat
ketergantungan kepada orang tua, kecuali anak sudah menjadi “orang” seperti
kedua orang tuanya.
Kedua,
tingkat politisasi sebagian terbesar masyarakat kita sangat rendah. Di kalangan
keluarga miskin, petani, buruh, dan lain sebagainya, tidak memiliki kesadaran
politik yang tinggi, karena mereka lebih terpaku kepada kehidupan ekonomi dari
pada memikirkan segala sesuatu yang bermakna politik. Bagi mereka, ikut
terlibat dalam wacana politik tentang hak - hak dan kewajiban warga negara, hak
asasi manusia dan Gaffar, Afan, “Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi,”
Pustaka Pelajar Indonesia, Cetakan I, Mei, 1999.
Naskah No. 20,
Juni-Juli 2000 5 sejenisnya, bukanlah skala prioritas yang penting. Oleh karena
itu, tingkat sosialisasi politik warga masyarakat seperti ini baru pada tingkat
kongnitif, bukan menyangkut dimensi - dimensi yang bersifat evaluatif. Oleh
karena itu, wacana tentang kebijakan pemerintah menyangkut masalah penting bagi
masyarakat menjadi tidak penting buat mereka. Karena ada hal lain yang lebih
penting, yaitu pemenuhan kebutuhan dasar.
Ketiga,
setiap individu yang berhubungan secara langsung dengan negara tidak mempunyai
alternatif lain kecuali mengikuti kehendak negara, termasuk dalam hal
pendidikan politik. Jika kita amati, pendidikan politik di Indonesia lebih
merupakan sebuah proses penanaman nilai - nilai dan keyakinan yang diyakini
oleh penguasa negara.
Hal itu terlihat
dengan jelas, bahwa setiap individu wajib mengikuti pendidikan politik melalui
program - program yang diciptakan pemerintah. Setiap warga negara secara
individual sejak usia dini sudah dicekoki keyakinan yang sebenarnya adalah
keyakinan kalangan penguasa. Yaitu mereka harus mengikuti sejak memasuki SLTP,
kemudian ketika memasuki SMU, memulai kuliah di PT, memasuki dunia kerja, dan
lain sebagainya.
Proses pendidikan
politik melalui media massa, barangkali, sedikit lebih terbuka dan individu - individu
dapat lebih leluasa untuk menentukan pilihannya menyangkut informasi yang mana
yang dapat dipertanggung-jawabkan kebenaran dan ketepatannya.
3 Peran sebagai
Sarana Rekrutmen Politik Peran partai politik sebagai sarana rekruitmen politik
dalam rangka meningkatkan partisipasi politik masyarakat, adalah bagaimana
partai politik memiliki andil yang cukup besar dalam hal:
(1) Menyiapkan
kader-kader pimpinan politik;
(2) Selanjutnya
melakukan seleksi terhadap kader-kader yang dipersiapkan; serta (3) Perjuangan
untuk penempatan kader yang berkualitas, berdedikasi, memiliki kredibilitas
yang tinggi, serta mendapat dukungan dari masyarakat pada jabatan jabatan
politik yang bersifat strategis.
Makin besar andil
partai politik dalam memperjuangkan dan berhasil memanfaatkan posisi tawarnya
untuk memenangkan perjuangan dalam ketiga hal tersebut; merupakan indikasi
bahwa peran partai politik sebagai sarana rekrutmen politik berjalan secara
efektif. Rekrutmen politik yang adil, transparan, dan demokratis pada dasarnya
adalah untuk memilih orang - orang yang berkualitas dan mampu memperjuangkan
nasib rakyat banyak untuk mensejahterakan dan menjamin kenyamanan dan keamanan
hidup bagi setiap warga negara.
Kesalahan dalam
pemilihan kader yang duduk dalam jabatan strategis bisa menjauhkan arah
perjuangan dari cita-rasa kemakmuran, kesejahteraan, dan keadilan bagi
masyarakat luas.
Oleh karena itulah
tidaklah berlebihan bilamana dikatakan bahwa rekrutmen politik mengandung
implikasi pada pembentukan cara berpikir, bertindak dan berperilaku setiap
warga negara yang taat, patuh terhadap hak dan kewajiban, namun penuh dengan
suasana demokrasi dan keterbukaan bertanggung jawab terhadap persatuan dan
kesatuan bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Namun bila dikaji
secara sekilas sampai dengan saat inipun proses rekrutmen politik belum
berjalan secara terbuka, transparan, dan demokratis yang berakibat pemilihan
kader menjadi tidak obyektif. Proses penyiapan kader juga terkesan tidak
sistematik dan tidak berkesinambungan.
Partai politik dalam
melakukan pembinaan terhadap kadernya lebih inten hanya pada saat menjelang
adanya event - event politik;
Naskah No. 20,
Juni-Juli 2000 6 seperti konggres partai, pemilihan umum, dan sidang MPR. Peran
rekrutmen politik masih lebih didominasi oleh kekuatan - kekuatan di luar partai politik.
Pada era reformasi
seperti sekarang, sesungguhnya peran partai politik masih sangat terbatas pada
penempatan kader - kader politik pada jabatan - jabatan politik tertentu.
Itupun, masih belum
mencerminkan kesungguhannya dalam merekrut kader politik yang berkualitas,
berdedikasi, dan memiliki loyalitas serta komitmen yang tinggi bagi perjuangan
menegakkan kebenaran, keadilan, dan kesejahteraan bagi rakyat banyak.
Banyak terjadi
fenomena yang cukup ganjil, dimana anggota DPRD di beberapa daerah tidak
menjagokan kadernya, tetapi justru memilih kader lain yang belum dikenal dan
belum tahu kualitas profesionalismenya, kualitas pribadinya, serta komitmennya
terhadap nasib rakyat yang diwakilinya. Proses untuk memenangkan seoramg calon
pejabat politik tidak berdasarkan pada kepentingan rakyat banyak dan bahkan
juga tidak berdasarkan kepentingan partai, tetapi masih lebih diwarnai dengan
motivasi untuk kepentingan yang lebih bersifat pribadi atau kelompok.
Meskipun tidak semua
daerah mengalami hal semacam ini, namun fenomena buruk yang terjadi di era
reformasi sangat memprihatinkan, Dalam kondisi seperti itu, tentu saja
pembinaan, penyiapan, dan seleksi kader - kader politik sangat boleh jadi tidak
berjalan secara memadai.
Peran sebagai Sarana
Pengatur Konflik Dalam makalah ini yang dimaksud dengan konflik atau
pertentangan mengandung suatu pengertian tingkah laku yang lebih luas dari apa
yang biasanya dibayangkan oleh kebanyakan orang.
Secara umum kita
sering beranggapan bahwa konflik mengandung benih dan didasarkan pada
pertentangan yang bersifat kasar dan keras. Namun sesungguhnya, dasar dari
konflik adalah berbeda - beda, yang secara sederhana dapat dikenali tiga elemen
dasar yang merupakan ciri-ciri dari situasi konflik yaitu:
(1) Terdapatnya dua
atau lebih unit-unit atau bagian-bagian yang terlibat dalam suatu konflik;
(2) Unit-unit
tersebut, mempunyai perbedaan-perbedaan yang tajam dalam kebutuhan-kebutuhan,
tujuan-tujuan, masalah-masalah, nilai-nilai, sikap-sikap, maupun
gagasan-gagasan; dan
(3) Terjadi atau
terdapat interaksi antara unit-unit atau bagian-bagian yang terlibat dalam
sebuah konflik. Konflik merupakan suatu tingkah laku yang tidak selalu sama
atau identik dengan emosi-emosi tertentu yang sering dihubungkan dan / atau
dikaitkan dengannya, seperti rasa kebencian atau permusuhan.
Konflik dapat
terjadi pada lingkungan yang paling kecil yaitu individu, sampai kepada
lingkungan yang luas yaitu masyarakat. Pada taraf masyarakat, konflik bersumber
pada perbedaan diantara nilai-nilai dan normanorma kelompok dengan nilai-nilai
dan norma-norma di mana kelompok tersebut berada.
Demikian pula
konflik dan bersumber dari perbedaan-perbedaan dalam tujuan, nilai dan norma,
serta minat yang disebabkan karena adanya perbedaan pengalaman hidup dan
sumber-sumber sosial ekonomis di dalam suatu kebudayaan tertentu dengan yang
ada dalam kebudayaan - kebudayaan lain.
Dalam menjalankan
peran sebagai pengatur konflik ini, partai - partai politik harus benar - benar
mengakar dihati rakyat banyak, peka terhadap bisikan hati nurani masyarakat
serta peka terhadap tuntutan kebutuhan rakyat.
Dengan munculnya
partai Naskah No. 20, Juni-Juli 2000 7 partai baru tentu saja persyaratan
mengakar di hati rakyat belum bisa terpenuhi dan bahkan boleh dikatakan masih
jauh dari harapan. Sedangkan partai politik yang lamapun belum tentu telah
memiliki akar yang kuat di hati rakyat, mengingat partisipasi politik rakyat
masih lebih banyak bersifat semu.
Artinya rakyat baru
memiliki partisipasi yang nyata adalah pada saat pelaksanaan pemilihan umum,
sementara pada proses-proses pembuatan keputusan politik, dan kontrol terhadap
pelaksanaan kebijakan politik masih tergolong dalam kategori yang relatif
rendah. Meskipun akhi r- akhir ini banyak demonstrasi dan kebebasan media massa
sangat luas, batasan terhadap akses informasi makin lunak; namun bila dikaji
substansi yang dituntut dan disampaikan masih lebih banyak didasarkan pada
rekayasa kelompok politik dan/ atau elit politik tertentu.
Belum cukup marak
tuntutan dan suara-suara yang memperjuangkan kepentingan rakyat banyak.
Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Peran Partai Politik dalam Peningkatan
Partisipasi Politik Masyarakat 1. Umum Perjalanan suatu negara bangsa,
dimanapun di dunia ini, akan selalu dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
bersifat sangat strategis, baik faktor-faktor pada tataran global, regional,
maupun nasional.
Berbagai perubahan
dan pergeseran yang terjadi, tentunya membutuhkan langkah-langkah penyesuaian
dari negara bangsa tersebut agar dapat tetap mempertahankan eksistensi atau
kelangsungan hidupnya untuk dapat mencapai tujuan nasionalnya.
Langkah-langkah
penyesuaian yang dimaksud harus melibatkan berbagai kekuatan yang ada dalam
suatu negara, baik pada lapisan suprastruktur politik, infrastuktur politik,
maupun pada lapisan sub struktur politik.
Dengan demikian,
maka berbagai kekuatan tersebut secara sinergis akan mampu merumuskan dan
melaksanakan strategi yang tepat melalui suatu proses dan mekanisme politik
yang demokratis sehingga akan dihormati, dipatuhi, dan dilaksanakan dengan
kesadaran yang mendalam bagi semua rakyat dan masyarakat pada umumnya.
Pada era transparasi
dan globalisasi terjadi perubahan yang sangat mendasar dibandingkan dengan pada
era-era sebelumnya. Bila pada era sebelumnya pengaruh faktor-faktor pada
tataran global relatif kecil dibandingkan dengan pengaruh faktorfaktor yang
berkembang pada tataran regional maupun nasional, maka pada era sekarang ini
tidak mustahil justru faktor-faktor perkembangan pada tataran global jauh lebih
menyentuh langsung terhadap kepentingan dan kebutuhan akan perubahan
dibandingkan dengan faktor-faktor yang berkembang di lingkungan regional dan
bahkan nasional sekalipun.
Banyak masalah
nasional sangat sulit diselesaikan hanya dengan mempertimbangkan faktor-faktor
dominan yang berada pada tataran nasional. Kesulitan keluar dari kemelut
ekonomi dan hak asasi manusia merupakan salah satu contoh yang dengan gambalng
dapat membuktikan mengenai fenomena baru ini.
Betapa pembenahan
pada tataran nasional tidak membuahkan perubahan yang berarti ke arah yang
positif, karena sangat tergantung pada dominasi faktor-faktor global dan
regional yang menjadi prasarat untuk diselesaikan terlebih dahulu. Bukan
menjadi rahasia umum bahwa pembangunan nasional kita masih sangat bertumpu pada
bantuan luar negeri.
Hutang pemerintah
maupun hutang swasta yang cukup besar merupakan Naskah No. 20, Juni-Juli 2000 8
salah satu batu sandungan bagi stiap upaya melepaskan diri dari jeratan ketergantunagn
pada luar negeri.
Faktor-faktor
Pendukung dan Penghambat Terhadap Peran Partai Politik dalam Peningkatan
Partisipasi politik Masyarakat Faktor-faktor Pendukung.
Faktor-faktor
pendukung bagi penguatan peran partai politik dalam peningkatan partisipasi
politik masyarakat antara lain yang terpenting adalah:
(1) Masih
diterimanya Pancasila serta pembukaan UUD 1945 dan keinginan untuk
mengamandemen UUD 1945 merupakan wujud kesadaran berpolitik yang berakar kepada
demokratisasi;
(2) Masih berjalan
dan kuatnya struktur politik dengan semakin mantapnya kearah demokratisasi;
(3) Makin tingginya
kesadaran politik masyarakat, ditunjukkan dengan pelaksanaan pemilu yang
berlangsung aman, langsung, umum, bebas dan rahasia; dan
(4) Masih tingginya
atensi politik terhadap penyelenggaraan kepemimpinan nasional, menunjukkan
sikap mengarah kedewasaan berpolitik.
Faktor-faktor
Penghambat. Faktor-faktor penghambat bagi penguatan peran partai politik dalam
peningkatan partisipasi politik masyarakat antara lain yang terpenting adalah:
(1) Masih kurang
ditaatinya peraturan, perundangan tentang mengeluarkan pendapat dan berkumpul
serta masih diragukannya RUU KKN walaupun sudah diperbaiki dan disempurnakan;
(2) Kurangnya
dilaksanakan dalam sikap dan tindakan yang lebih mengutamakan kepentingna
nasional, dapat mengakibatkan melesetnya arah ketujuan nasional;
(3) Proses demokrasi
dengan partai yang sangat banyak dapat memungkinkan lambatnya proses politik;
(4) Kemenangan pro
kemerdekaan di Timor Timor menyebabkan suhu politik semakin hangat, ditambah
masalah Aceh dan Ambon yang belum tuntas menyebabkan elit politik menggunakan suasana
tersebut untuk mendapatkan keuntungan bukan justru memecahkan permasalahan; dan
(5) Masih adanya ide
sparatis yang justru timbul pada saat situasi politik dan ekonomi lemah, serta
dihadapkannya TNI dan Polri dalam front politik serta keamanan yang sangat
luas.
Penguatan Peran
Partai Politik dalam Peningkatan Partisipasi Politik Masyarakat. Umum Dari
analisis bahasan peta permasalahan partai politik dalam peningkatan partisipasi
politik masyarakat, dihadapkan kepada tuntutan kebutuhan yang tercermin pada
prospek peran partai politik dalam peningkatan partisipasi politik masyarakat,
menunjukkan bahwa masih terdapat hal yang perlu disempurnakan, direvisi, dan
bahkan diperbaharui.
Hal ini sejalan
dengan sebagian tujuan reformasi dalam mewujudkan kedaulatan rakyat pada
seluruh sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, melalui
perluasan dan peningkatan partisipasi politik rakyat.
Partisipasi politik
yang otonom pada hakekatnya merupakan suatu pengejawantahan dari
penyelenggaraan kekuasaan politik yang syahih oleh adanya peningkatan
partisipasi politik rakyat.
Naskah No. 20,
Juni-Juli 2000 9 2. Program - program Aksi Reformasi Dalam penguatan peran
partai politik guna peningkatan partisipasi politik masyarakat, sebagai tindak
lanjut dari kebijaksanaan dan strategi sebagaimana telah diuraikan, harus
didukung dengan program - program aksi reformasi yang meliputi pelaksanaan
restrukturisasi, refungsionalisasi, dan revitalisasi dari sistem politik dan
khususnya peran partai politik tersebut.
Restrukturisasi
Partai Politik, dalam pengertian melakukan perubahan dan/ atau penyesuaian
struktur politik yang berkaitan erat dengan peran partai politik, antara lain
adalah:
a. Partai politik
merupakan sarana yang sangat efektif dan bersifat legal dalam mewujudkan
kemerdekaan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pikiran dalam mengembangkan
kehidupan demokrasi yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Untuk membangun
kembali struktur partai politik, maka telah diatur dalam UU No. 2 Tahun 1999
tentang Partai Politik dan UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu.
Semenjak
diberlakukannya UU No. 2 Tahun 1999, partai politik tidak dibatasi jumlahnya
sesuai opini yang berkembang dalam masyarakat Indonesia menganut sistem multi
partai, asas atau ciri partai tidak lagi Pancasila, asalkan tidak bertentangan
dengan Pancasila. Namun, restrukturisasi partai politik harus terus digulirkan
agar orientasi kedaerahan, agama, ras, dan golongan makin lama makin mencair
dan mengkristal menjadi orientasi kebangsaan dalam bingkai persatuan dan
kesatuan.
b. UU No. 3 Tahun
1999, mengatur tentang pelaksanaan pemilu, yang merupakan sarana pelaksanaan
kedaulatan rakyat. Pemilu harus dilakukan secara transparan, jujur dan adil
dengan pemungutan suara yang langsung, umum, bebas dan rahasia.
Pemilu dilaksanakan
oleh satu lembaga yang bernama Komisi Pemilihan Umum (KPU). KPU bersifat bebas
dan mandiri yang terdiri dari unsur partai politik peserta pemilu dan
perwakilan dari pemerintah dan bertanggung jawab kepada presiden.
KPU menetapkan
partai - partai politik yang berhak sebagai peserta pemilu dan membentuk
Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) mulai tingkat pusat sampai Tempat Pemungutan
Suara (TPS). Untuk mengawasi pelaksanaan pemilu dibentuk panitia pengawas,
mulai tingkat pusat, propinsi, kabupaten, dan tingkat kecamatan.
Selain itu dibentuk
pula lembaga pemantau pemilu yang bersifat independen, baik yang berasal dari
dalam negeri ataupun yang berasal dari luar negeri. Secara langsung maupun
tidak langsung.
c. Dalam pelaksanaan
pemilu di masa mendatang perlu lebih disempurnakan, sehingga dapat dikurangi
tingkat kecurangan-kecurangan sehingga dapat terwujud pemilu yang benar-benar
bersifat luber dan jurdil.
Organisasi KPU perlu
disempurnakan sehingga betul-betul kapabel dan betul-betul independen. Langkah perbaikan
dan penyempurnaan lembaga KPU antara lain anggota KPU sebaiknya dari perwakilan
partai politik peserta pemilu dan tokoh masyarakat, sedangkan pemerintah hanya
sebagai fasilitator saja.
Dengan demikian
kedudukan pemerintah akan lebih netral sehingga pemilu dapat luber dan jurdil.
Selanjutnya KPU perlu menetapkan partaipartai politik peserta pemilu dengan
tenggang waktu yang cukup lama dengan waktu pelaksanaan pemungutan suara agar
partai peserta pemilu dapat mensosialisasikan partainya kepada masyarakat.
Naskah No. 20, Juni-Juli 2000 (10)
d. Hasil pehitungan
suara yang dilakukan oleh PPS dari 48 partai politik peserta pemilu, yang
memperoleh kursi hanya 21 partai sedangkan 27 partai politik dianggap tidak
layak mengikuti pemilu yang akan datang, dan menurut aturan harus membubarkan
diri.
Namun demikian dalam
rangka pembangunan struktur politik, sebaiknya partai -partai tersebut tidak
dibubarkan tetapi dapat bergabung diantara mereka, sehingga layak untuk
mengikuti pemilu mendatang.
Pada sisi lain,
perlu direstrukturisasi partai politik sedemikian rupa sehingga atas dasar
kesadaran dan introspeksi atas diri dan eksistensinya, semua partai politik
akan berkembang ke arah peningkatan kualitas kapasitas dan perannya, dan menuju
pada jumlah partai politik yang sesuai dengan perkembangan aspirasi politik
rakyat.
Jumlah partai
politik yang optimal adalah bila mampu mewakili semua aspirasi rakyat namun
tidak menimbulkan konflik kepentingan yang makin divergen.
Refungsionalisasi
yaitu memfungsikan kembali lembaga negara dan lembagalembaga politik, serta
kemasyarakatan sesuai fungsi dasarnya, termasuk profesionalisme TNI sebagai
kekuatan militer yang tangguh dalam melindungi NKRI sebagai satu kesatuan
wilayah darat, laut, dan udara; dimana program aksinya meliputi :
a. Peningkatan peran
partai politik dilaksanakan dengan cara melakukan refungsionalisasi partai
politik agar mampu menyalurkan aspirasi rakyat. Partai politik saat ini masih
lebih berfungsi hanya untuk memperoleh kekuasaan politik dan belum sepenuhnya
menyuarakan aspirasi rakyat.
Masyarakat sebagai
wasit bagi perkembangan partai politik harus dididik dan diberi peluang
bersikap kritis, agar dapat mengontrol sepak terjang partai politik untuk lebih
mempertajam fungsinya sebagai wadah saluran aspirasi politik rakyat.
Kekuasaan diperlukan
hanya sebatas pada kondisi yang memungkinkan partai politik dapat menjalankan
peran politiknya, bukan sebaliknya yaitu memainkan fungsinya untuk mendapatkan
kekuasaan yang makin lama makin besar.
b. Partai politik
selama ini mudah di intervensi oleh kekuasaan untuk kepentingan pemerintah dan/
atau politik tertentu. Rekayasa - rekayasa politik, kontrol yang ketat terhadap
partai politik dan politik adu domba oleh pemerintah maupun kelompok politik
harus dihentikan.
Partai politik
diupayakan bebas dari intervensi pemerintahan atau kekuatan politik tertentu
dan harus lebih mandiri terlepas dari pengaruh.
c. Dalam kaitan ini,
barangkali akan sangat mendukung perkembangan partai politik ke arah yang lebih
otonom, manakala untuk kepentingan operasionalnya didukung dengan alokasi
anggaran melalui APBN, agar kegiatan partai politik dapat berjalan secara fokus
dan efektif dan dihindari bantuan dari pihak pemerintah atau golongan tertentu
untuk kepentingan partai politik tertentu.
d. Semua partai
politik pada dasarnya merupakan aset negara, bangsa dan masyarakat sehingga
mempunyai kedudukan yang sama dan sederajat. Oleh karena itu, segala produk
hukum dan peraturan perundangan yang mengangkat partai politik, harus diwarnai
dan dijiwai dengan semangat menciptakan kondisi yang kondusif bagi persaingan
yang sehat diantara partai politik.
Dengan demikian,
hanya partai politik yang berkualitas, kapabel, dan kredibel dihadapan mata
rakyatlah yang akan tumbuh dan berkembang sebagai kekuatan politik yang
dominan. Sementara partai politik yang tidak kapabel dan tidak kredibel dalam
memperjuangkan kepentingan rakyat Naskah No. 20, Juni-Juli 2000 (11) banyak
akan surut dengan sendirinya.
Jadi tidak boleh ada
rekayasa untuk mempertahankan atau mematikan partai politik atas dasar sesuatu
yang diluar kepentingan rakyat banyak. Revitalisasi, yaitu menyusun skala
prioritas permasalahan yang dihadapi Bangsa Indonesia akhir-akhir ini,
mengedepankan dan memprioritaskan persatuan dan kesatuan di atas kepentingan yang
lain, termasuk ancaman distegrasi.
Dalam kaitan ini
banyak masalah yang dihadapi namun yang cukup memprihatinkan adalah organisasi
partai politik yang ada saat ini di dalam pengelolaannya masih menunjukkan
adanya kekurangan-kekurangan seperti:
(1) Motivasi anggota
pengurus partai politik masih berorientasi kepada kepentingan pribadi,
sedangkan perjuangan partai dan kepentingan pengikutnya sangat rendah;
(2) Kualitas
pengurus partai politik relatif rendah sehingga mudah ditunggangi oleh
kepentingan kelompok tertentu;
(3) Pemerintah masih
banyak turut campur baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
penyelesaian perpecahan yang terjadi dan dalam menentukan kader / calon
pemimpin partai politik (pemimpin karbitan);
(4) Kekuatan partai
politik belum mewujudkan kemandirian yang kuat dan belum mempunyai program yang
jelas, realistis dalam mensejahterakan rakyat; dan
(5) Masih
ditemukannya kecemburuan diantara kekuatan partai politik, karena ketidak
seimbangan sarana dan peluang untuk mendukung keberhasilan organisasi.
Untuk mencegah
terjadinya permasalahan tersebut atau paling tidak meminimalkan intensitas dan
frekuensinya perlu dilakukan upaya revitalisasi sebagai berikut :
a. Perlu dilakukan
seleksi yang ketat dan transparan untuk memilih kepengurusan organisasi serta
diakui oleh seluruh anggota, bukan karena rekayasa.
b. Perlu diwujudkan
kualitas dan kemandirian organisasi, sehingga terhindar adanya intervensi dari
pihak lain.
c. Terlaksananya
konsolidasi organisasi secara bebas tanpa campur tangan pemerintah atau pihak
lain yang tidak kompeten, sehingga berkembangan pendewasaan kekuatan partai
politik.
d. Pemerintah dan
negara perlu dan harus berlaku secara adil dan seimbang dalam mendukung
keberhasilan organisasi.
e. Kemampuan,
dedikasi serta loyalitas yang tinggi dalam diri setiap pemimpin organisasi,
serta didukung moral dan etika setiap anggota, akan menghindari terjadinya
kemelut di dalam organisasi.
f. Agar setiap
keputusan yang diambil oleh pemimpin organisasi dapat diterima anggotanya, maka
ketauladanan seorang pemimpin merupakan motor penggerak didalam pencapaian
tujuan organisasi, dalam arti pola pikir, sikap, dan pola tindak harus dapat
menjadi cermin untuk seluruh anggotanya.
Naskah No. 20,
Juni-Juli 2000 12 Kesimpulan dan
Rekomendasi 1. Umum Memperhatikan substansi yang terkandung dalam
permasalahan yang dihadapi partai politik dalam memainkan perannya untuk
peningkatan partisipasi politik masyarakat dihadapkan dengan prospeks peran
partai politik dimasa mendatang, juga mencermati konsepsi penguatan peran
partai politik dalam peningkatan partisipasi politik masyarakat yang diilhami
pula dengan hal-hal oleh faktor - faktor signifikan dalam perkembangan
lingkungan; secara logis analitis seharusnya merupakan suatu bentuk kajian
pemecahan masalah yang bersifat komprehensif dan integratif.
Namun sebagaimana
diketahui bahwa masih banyak permasalahan yang perlu dikaji lebih lanjut dan
dikristalisasikan secara lebih utuh, agar dapat menjawab permasalahan yang
dihadapi yaitu “daya masyarakat” dalam percaturan politik yang berarti pula
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Kendatipun demikian,
masih tersisa rasa optimistik setidaknya telah teridentifikasi beberapa hal
yang bisa diangkat sebagai kesimpulan dan dikristalisasikan menjadi rekomendasi.
Kesimpulan Beberapa
permasalahan penting yang sekiranya dapat diangkat sebagai suatu deskripsi
indikatif yang merupakan titik - titik tegas dari keseluruhan substansi yang
dibahas antara lain adalah:
a. Di samping
keberhasilan yang telah dicapai pada masa lalu, harus diakui pula masih banyak
pekerjaan rumah yang belum sempat terselesaikan terutama tercermin pada belum
optimalnya peran partai politik dalam peningkatan partisipasi politik
masyarakat khususnya peran sebagai wadah penyalur aspirasi politik, sarana
sosialisasi politik, sarana rekrutmen, dan sarana pengatur konflik.
b. Dalam rangka
untuk mengoptimalkan peran partai politik tersebut telah disampaikan konsepsi
penguatan peran partai politik dalam peningkatan partisipasi politik
masyarakat, antara lain melalui pembangunan sistem kehidupan yang demokratis
dan stabil yang dijabarkan dalam strategi pengembangan partisipasi politik
masyarakat dan pembenahan mekanisme hubungan antar komponen dalam sistem
politik; dan dalam implementasinya diwujudkan dalam bentuk upaya
restrukturisasi, refungsionalisasi, dan revitalisasi partai politik dan
berbagai aspek yang terkait.
c. Untuk menjamin
berjalannya peran partai politik dalam peningkatan partisipasi politik
masyarakat secara optimal, diperlukan keselarasan dan keseimbangan hubungan
antar kekuatan sosial politik dan keseimbangan serta keselarasan peran partai
politik itu sendiri baik sebagai wadah penyalur aspirasi rakyat, sarana
sosialisasi politik, sarana rekrutmen politik, maupun sebagai sarana pengatur
konflik. Hal yang terakhir ini perlu digaris bawahi karena keempat peran
tersebut pada hakikatnya saling terkait dan bersifat saling mendukung satu
dengan yang lain. Naskah No. 20, Juni-Juli 2000 13
d. Prospek
perkembangan peran partai politik dalam peningkatan partisipasi politik
masyarakat sangat tergantung pada kondisi politik secara makro dan tingkat
kedewasaan elit politik dalam memainkan perannya sebagai penggerak dan
pengorganisasi komponen komponen politik dan kemasyarakatan.
Tingkat kesadaran
politik rakyat yang sudah cukup tinggi yang terrefleksi dari keberhasilan dalam
pelaksanaan Pemilu secara jurdil, luber, dan aman; tidak boleh diposisikan pada
situasi yang justru mengakibatkan berbaliknya ketidakpercayaan rakyat terhadap
partai politik. Sebab hal itu akan sangat menyulitkan dalam upaya peningkatan
peran partai politik dalam peningkatan partisipasi politik masyarakat.
Rekomendasi Bila
mencermati materi yang telah diuraikan pada bagian kesimpulan, kiranya perlu
disampaikan beberapa butir perihal sebagai rekomendasi untuk penguatan peran
partai politik dalam peningkatan partisipasi politik masyarakat; antara lain
adalah :
a. Keberhasilan yang
telah dicapai sebagai hasil-hasil positif sangat sayang bila dinafikan begitu
saja, seyogyanya didayagunakan rekomendasi awal dalam penguatan peran partai
politik untuk peningkatan partisipasi politik masyarakat. Sebaliknya hal - hal
yang bersifat negatif juga tidak perlu ditutup - tutupi tetati justru dijadikan
pelajaran yang berharga untuk tidak terulangi di masa mendatang, sedangkan
hal-hal yang belum terselesaikan harus menjadi agenda penting dalam penguatan
peran partai politik tersebut.
b. Dalam rangka
penguatan peran partai politik untuk peningkatan partisipasi politik
masyarakat, harus didahului atau terlebih dahulu harus diberdayakan partai
politik itu sendiri dalam kancah percaturan politik nasional dengan
menempatkannya pada posisi yang kuat dan memiliki daya tawar yang cukup
memadai. Caranya adalah dengan restrukturisasi, refungsionalisasi, dan revitalisasi
partai politik baik yang menyangkut struktur, mekanisme, budayanya, serta
kapasitasnya dalam melakukan fungsinya sebagai saluran komunikasi politik.
c. Bila partai
politik sudah dalam keadaan yang berdaya, maka penajaman salah satu dari
keempat perannya hanya bersifat kontesktual untuk menghadapi situasi dan
kondisi yang mendesak dan vital. Dalam jangka panjang keempat peran itu harus
diporsikan pada skala intensitas yang relatif seimbang dan serasi, agar
masingmasing dapat saling memperkuat dan memperluas kapasitasnya.
d. Penyelenggaraan
Pemilu yang relatif lebih baik dari masa lalu harus disadari sebagai
keberhasilan semua pihak terutama Partai Politik, dan tidak boleh didistorsi
menjadi hal-hal yang bersifat kepentingan sempit dan sesaat.
Dalam kaitan ini
semua pihak wajib ikut berpartisipasi untuk makin mendewasakan perilaku politik
semua pelaku, terutama di kalangan elit politik Naskah No. 20, Juni-Juli 2000
14
Daftar Kepustakaan
1. Undang-Undang Otonomi Daerah 1999, Restu Agung, Cetakan
ke I, Jakarta, September, 1999.
2. Transition To Democracy, Report on the UNDP Technical
Assistance Programme for the 1999 Indonesian General Elections, December, 1999.
3. Pengembangan Sistem Demokrasi Dalam Rangka Persatuan Dan
Kesatuan Bangsa, Seminar Kursus Reguler Angkatan XXXII Lemhanas, Jakarta, 15
s/d 17 Nopember, 1999.
4. Alfian, Komunikasi Politik Dan Sistem Politik Indonesia,
5. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1991.
6. Gaffar, Afan, Politik Indonesia Transisi Menuju
Demokrasi,
7. Pustaka Pelajar Indonesia, Cetakan I, Mei, 1999.
8. Mardjono, H., Hartono, S.H., Reformasi Politik Suatu
Keharusan, Gema Insani Press, Jakarta, 1998.
9. Masnad, Dhurorudin, Reformasi Sistem Pemilu Dan Peran
Sospol Abri, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 1998.
10. Surbakti, A., Ramlan, Reformasi Kekuasaan Presiden,
11. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 1998.
12. Tim Peneliti Sistem Pemilu,
13. Sistem Pemilihan Umum Di Indonesia,
14. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta, 1998.
source :https://www.kom
Posting Komentar untuk "Peran Partai Politik dalam Peningkatan Penguatan Partisipasi Politik Masyarakat"
Silahkan tinggalkan komentar agar kami lebih baik.