Renungan - Kami Kehilangan Sosok Ulama Kiyai Ma'ruf Amien
Dahulu, kami bangga
dengan sosok beliau, Kiyai Ma'ruf Amien. Meski sudah sepuh, beliau tetap tegap
dan tegar menghadapi persidangan sang penista agama, Ahok.
Atas kesaksian Kiyai
Ma'ruf, Ahok sang penista agama divonis bersalah secara sah dan meyakinkan
telah menistakan agama Islam. Meski banyak yang mencela, Kiyai Ma'ruf tetap
tegar, menggigit dengan gigi geraham syariah Islam dan kokoh dalam pendapatnya
bahwa Ahok telah menista agama Islam.
Kiyai Ma'ruf juga
sempat mengingatkan, bahwa Ahok adalah sumber konflik. Karenanya, Ahok harus
'dihabisi', ruang geraknya dibatasi.
Namun tuah kuasa
ternyata membawa dampak berbeda. Pada kasus penistaan Busukma jilid , Ma'ruf
Amien meminta umat Islam memaafkan Busukma. Ma'ruf bahkan, menerima permintaan
Busukma secara langsung dan menyambut ciuman Busukma pada tangannya.
Kini Ma'ruf Amien
telah menjadi wakil Presiden, aura ulamanya kian memudar. Fatwa BPJS yang
awalnya haram kini menjadi halal. Sebelumnya, baik secara prosedural maupun
substansial BPJS haram. Kini, BPJS disebut 'ta'awun' yang justru dianjurkan.
Pada kasus Busukma
jilid 2 ini, Ma'ruf Amien juga mengeluarkan statement yang berseberangan dengan
suasana kebathinan umat Islam. Sama seperti Yusuf Mansur, Ma'ruf Amien pada
mulanya menyatakan pernyataan Busukma tidak tepat.
Namun, ending
pernyataan Ma'ruf Amien justru membuka celah bagi Busukma lolos dari penjara
sama persis pada kasus pertama. Ma'ruf Amin mengusulkan adanya mediasi terkait
pernyataan Busukma yang membandingkan Soekarno dengan Nabi Muhammad.
Ma'ruf menyarankan
perkara diselesaikan secara mediasi, melalui lembaga kepolisian. Pernyataan
inilah, yang tidak sejalan dengan suasana kebathinan umat Islam yang marah
Rasululah Muhammad SAW dilecehkan melalui ujaran perbandingan Busukma.
Beberapa dakwaan dan
pertanyaan publik diajukan untuk membantah statement Ma'ruf Amien, seperti :
Pertama, petistiwa
penghinaan Nabi Muhammad SAW adalah murni peristiwa pidana bukan perdata yang
bisa selesai dengan perdamaian. Pasal pidana yang dipersoalkan juga delik umum,
bukan delik aduan yang bisa selesai perkaranya manakala terjadi perdamaian dan
pencabutan laporan polisi.
Kedua, permaafan
juga tidak mungkin diberikan, karena semua umat Islam tidak ada satupun yang
berhak mewakili Rasululah SAW. Yang dilecehkan adalah Rasulullah, lantas
darimana orang individu per individu berhak memaafkan Busukma ?
Jika dikembalikan
pada Rasulullah SAW artinya diberlakukan syariat Rasulullah. Dalam kasus
penghinaan Nabi SAW jika pelakunya kafir maka dihukum mati. Jika muslim maka
jatuh pada perbuatan murtad dan hukuman bagi orang murtad juga dibunuh.
Tidak ada satupun
Syariat Rasulullah SAW yang mengajarkan pemberian permaafan kepada para
penghina Rasul. Jika Rasul saja tidak mengajarkan damai, lantas apa dasarnya
umat ini berdamai dengan Busukma ?
Apalagi, tuntutan
umat ini sederhana hanya menuntut Busukma ditangkap dan dipenjara sesuai hukum
dan UU yang berlaku. Andai umat ini diberi pilihan, tentu saja umat ini akan
menuntut hukuman mati bagi Busukma.
Ketiga, perbuatan
Busukma ini mengulang. Pemberian maaf itu hanya bagi yang insyaf dan
benar-benar bertaubat. Ciri taubat itu membenci maksiat dan tidak mengulangi
perbuatan maksiat lagi.
Ini pelecehan kepada
Islam dilakukan Busukma untuk yang kedua kalinya. Jika baru pertama, mungkin
umat ini masih mentolerir adanya permaafan. Jika sudah berulang, tidak bisa.
Lagipula,
berulangnya perbuatan Busukma itu membuktikan dia tidak tulus minta maaf.
Karena takut saja, maka Busukma menipu umat Islam dengan meminta maaf.
Keempat, pelecehan
yang dilakukan Busukma kepada baginda Rasullulah Muhammad SAW itu dilakukan di
bulan Maulid. Bulan, disaat seluruh umat Islam merayakan dan mengagungkan hari
kelahiran Nabi SAW. Ini pelecehan kuadrat.!
Kelima, tindakan
hukum bagi Busukma itu menjadi hujjah bagi umat ini kelak di akherat, ketika
menghadap baginda Rasulullah SAW. Sebagai bukti, umat ini mencintai Nabi dan
membela Nabi SAW.
Jadi mohon maaf Pak
Wapres, kali ini kita berbeda jalan. Kami, umat ini hanya tunduk pada fatwa
ulama bukan fatwa Wakil Presiden. Biarlah Allah SWT menjadi hakim diantara
kita, atas perbedaan pandangan ini.
By : Nasrudin Joha
Posting Komentar untuk "Renungan - Kami Kehilangan Sosok Ulama Kiyai Ma'ruf Amien"
Silahkan tinggalkan komentar agar kami lebih baik.