Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cerpen Cinta – Penawar Mata Part 10



Genre : Misteri Dan Romance
Aliya telah bosan dengan kehidupan masa lalunya. Sekarang ia hanya ingin membuka lembaran baru dengan goresan tinta indah di setiap cerita hidupnya.

Suara ketukan pintu yang berulang-ulang membangunkan dua insan yang masih terbuai mimpi. Roby yang terbangun duluan menatap wajah sendu isteri yang tertidur pulas di pelukannya. Hidung yang tak mancung, namun tampak sempurna di wajah Aliya. Gadis remaja yang baru akan genap 18 tahun bulan depan. Namun telah menyandang gelar sebagai isteri, Ny. Roby Sastra Wijaya.


"Al, bangun. Ada yang datang." Roby mengelus pipinya dengan lembut, seolah ia menyentuh permata mahal yang sangat rapuh. Aliya yang terusik membuka matanya.

Melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 9 lewat, Aliya membulatkan mata. Dengan terburu - buru ia mengucir rambut dan melesat ke kamar mandi untuk mencuci muka.

"Kakak, gak kerja.?" Tanya Aliya sambil melap wajahnya dengan handuk. Menyadarkan lamunan Roby. Entah kenapa hari ini Aliya begitu cantik di matanya, dan terlihat seksi saat adegan mengucir rambut. "Maaf, ya. Aliya kesiangan. Kakak juga pasti sudah lapar." Lanjutnya.

"Eh, tidak apa - apa. Hari ini aku gak ngajar. Tadi ada yang datang, aku kedepan duluan. Pakai hijabmu lalu menyusul." Roby melangkahkan kaki untuk melihat siapa yang berkunjung kerumahnya.

Saat membuka pintu, ia melihat Umi berdiri dengan wajah kesal. Wajahnya merengut membuat Roby menjadi gemas.

"Eh, ada Umi. Masuk, Mi." Roby langsung menyalami tangan Uminya, wanita yang paling ia cintai di dunia ini. Ia tahu betul bahwa Uminya sedang kesal.

"Kalian kemana aja sih, By.? Umi sudah 10 menit diluar menggedor pintu rumah kalian ini!" Aliya yang baru keluar dari kamar kemudian berlari kecil menuju Umi. Di raihnya tangan itu lalu di ciumnya takzim. Ia merasa rindunya kepada bunda sedikit terobati saat bertemu Umi. Kehangatan Umi selalu bisa menenangkannya yang haus akan kasih sayang seorang ibu.

"Maaf, Mi. Kita baru bangun. Yaudah, Roby mau mandi dulu." Setelah mencium kening Umi, Roby langsung berlalu meninggalkan kedua wanita yang kini sangat berarti baginya.

Aliya merasa heran melihat Umi senyum-senyum sendiri setelah mendengar perkataan suaminya. Apa ada yang lucu yang di ucapkan kak Roby.?

"Umi kenapa senyum-senyum gitu?" Namun bukannya menjawab Umi malah terkikik, membuat Aliya semakin penasaran.

"Ih, Umi. Bukannya jawab malah ketawa. Apa sih yang lucu.?" Rengek Aliya sambil bergelayut di tangan sang mertua yang sudah ia anggap seperti ibu kandung.

"Apa saja yang kalian lakukan semalam hingga baru bangun jam segini.? Dasar pasutri." Umi kembali terkekeh.

Sejenak Aliya terdiam. Mencoba mencerna perkataan Umi. Hingga akhirnya ia tertunduk dengan wajah bersemu merah menahan malu, saat mengerti maksud pertanyaan sang mertua. Sebenarnya mereka tak melakukan apa-apa, tapi tetap saja ia malu mendengar perkataan Umi.

"Sudah malu - malu nya. Kalian pasti belum sarapankan.?" Aliya hanya nyengir mendengar pertanyaan Umi. Sebenarnya ia merasa di perutnya sudah terjadi pergulatan hebat karena lapar.

Ia lalu mengekor Umi kedapur, menyiapkan makanan yang di bawa mertua. Lalu kemudian memanggil Roby untuk sarapan bersama.

"Bagaimana.? Sudah ada tanda-tanda.?" Tanya Umi di sela-sela sarapan. Membuat Roby dan Aliya mengernyitkan dahi. Tak mengerti pertanyaan umi.

"Tanda-tanda apa, Mi.?" Tanya Aliya sambil melanjutkan sarapan.

"Tanda-tanda kalau kamu sudah hamil." Aliya tersedak mendengar pertanyaan Umi. Dengan cegatan Roby memberikan segelas air lalu menepuk-nepuk pundak sang isteri.

"Umi... kita kan baru menikah," ucap Roby mencari alasan. "Gimana mau punya anak, kalo gituan aja belom pernah." Sambungnya yang hanya mampu ia ucapkan dalam hati.

"Tapi Umi sudah pengen gendong cucu, By," Ketus umi dengan wajah malas.

"Doa'in aja ya, Mi." Roby kaget mendengar ucapan Aliya. Apa maksudnya itu. Lalu menatap Aliya yang tertunduk dengan wajah bersemu merah.

Setelahnya mereka kembali menikmati sarapan, yang sesekali di barengi dengan candaan.

*****

Setelah Umi pulang, Aliya segera menuju kamar untuk mandi. Roby juga turut mengekor di belakang sang isteri, dan langsung merebahkan tubuhnya di kasur. Sedangkan Aliya membuka lemari untuk mengambil baju ganti. Sejenak mereka dalam keheningan.

"Al, apa maksud ucapakan kamu tadi.?" Akhirnya Roby menanyakan hal yang mengganjal di hatinya sejak tadi.

"Ucapan yang mana, kak.?" tanya Aliya sambil mengambil posisi duduk di sisi suaminya.

"Soal... punya anak." Seketika Aliya menundukkan wajahnya, tak berani menatap suaminya karena malu. Wajahnya bersemu merah. Lalu ngacir ke kamar mandi tanpa menjawab pertanyaan sang suami.

Roby tertawa geli melihat tingkah menggemaskan sang isteri. Tiba-tiba ide jahilnya kembali muncul.

"Al, kok gak dijawab, sih.? Gak baik loh, mengabaikan suami," ucapnya sambil mengambil posisi duduk dan bersandar di sandaran tempat tidur.

"Kalau kamu udah siap jadi seorang ibu, kita bisa lakukan sekarang. Kalau aku sih, udah siap banget." Kembali Roby menggoda sang isteri. Ia tak tahu saja wajah isterinya sudah seperti kepiting rebus karena malu.

"Nanti kamu mau punya anak berapa, Al.? Empat, lima, atau enam.?" Lanjutnya.

"Emang dikira mau buat tim Volly," pekik Aliya dari kamar mandi.


"Eh, kita bikin 11 aja deh, biar bisa buat tim sepak bola. Nanti kamu jadi manajer aku yang jadi pelatih."

"Ih, kakaaaaak. Udah, ih. Aliya malu!" Roby semakin tergelak mendengar pengakuan polos isterinya. Selain menggemaskan, isterinya itu juga sangat polos.
#aurora

Bersambung...







Posting Komentar untuk "Cerpen Cinta – Penawar Mata Part 10"