Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cerpen Cinta – Penawar Mata Part 15



Genre : Misteri Dan Romance
Setelah mengenakan seragam kerja Roby berjalan menuju meja makan untuk sarapan. Hari ini ia akan mengajar kembali setelah dua hari libur karena tak enak badan. Sejenak dipandanginya wajah Aliya yang sudah mulai ceria lagi. Walaupun sebenarnya hatinya masih sedih karena kepergian sang Ayah, tapi mencoba ikhlas.

Setelan celana kulot berwarna hitam, baju kaus cokelat lengan panjang, serta jilbab segi empat berwarna senada dengan baju, serta wajah alami tanpa polesan bedak. Cantik...


Ia melangkah dan memeluk tubuh mungil Aliya dari belakang. Lengannya melingkar di perut, sedangkan wajahnya ia selipkan di leher Aliya. Membuat Aliya merasa geli karena hembusan nafas Roby yang menerpa lehernya. Dengan lembut ia usah rambut Roby, dia benar - benar manja pagi ini. Setelahnya ia meminta Roby untuk duduk.

"Kakak, buruan sarapan. Jangan malah liatin Aliya seperti itu. Nanti telat." Aliya menyodorkan sepiring nasi beserta lauk. Sejak mondok dulu, Roby memang terbiasa sarapan dengan nasi. Saat Aliya hendak mengambil sarapannya sendiri, Roby mencegah.

"Biar aku suapin." Aliya tersenyum geli sambil menaikkan sebelah alis.

"Aliya bukan anak kecil, Kak. Bisa sendiri." Namun Roby ngotot. Katanya rezeki akan semakin berlimpah jika sang suami menyuapi isterinya. Dan akhirnya Aliya nurut.

"Terimakasih karena tetap bersamaku, Al," ucap Roby di sela-sela sarapan mereka. Aliya hanya tersenyum sambil terus menerima suapan Roby.

Roby berangkat setelah berpamitan dan mencium kening isterinya. Sepeti biasa, berangkat menggunakan motor. Sedangkan Aliya berkunjung kerumah tetangga mereka, Aliya suka bermain dengan anak tetangganya yang baru berumur satu tahun. Tubuhnya yang gempal, mata yang bulat serta pipi yang cuby membuat Aliya sering gemas.

Saat tiba di ruang guru, Roby langsung meletakkan tubuhnya di kursi yang selalu menjadi area pribadinya.

"Eh, By. Udah masuk.!" Sapa Ian, sahabat terdekat Roby sejak tiga tahun lalu. Roby hanya mengangguk sambil tersenyum.

"Tau nggak, Halimah berhenti!" Roby mengernyitkan dahi mendengar perkataan Ian.

"Sejak kapan.?"

"Dua hari lalu. Dan yang paling buat aku bingung, sekarang ia tak menggunakan hijab dan gamis lagi. Padahal dia tetap cantik dengan menutup auratnya." Roby hanya mengangguk - angguk. Kalau soal penampilan, Roby sudah tahu. Dan ia mencoba mengerti alasan Halimah berhenti. Mungkin karena masalah hubungan mereka.

"Kira - kira kenapa ya, Halimah sampai berhenti jadi guru.? Apa dia ada masalah.?" Roby hanya tersenyum melihat wajah Ian yang sedikit khawatir. Ian memang sudah lama menaruh hati pada Halimah.

"Yan, kau masih suka sama Halimah.?" Ian hanya tersenyum kecut.
"Kalau suka, buruan dilamar tu cewek. Sebelum diembat orang. Lagian umurmu sudah cukup untuk menikah. Jangan sampai bujang lapuk." Sambungnya sambil terkekeh.

"Heh... dasar, mentang udah nikah.! Aku udah pernah ngelamar dia, tapi ditolak. Kayaknya dia suka sama pria lain." Seketika Roby menghentikan tawanya. Ia tahu siapa pria yang disuka Halimah. Rasa bersalah kembali menyelimuti, melihat temannya yang harus menerima penolakan karena dia.

"Dan katanya ia akan mulai membuka rumah makan bersama sepupunya." Ian menghembuskan nafasnya kasar.

"Jangan nyerah. Kau pria baik, suatu saat ia pasti akan menerimamu." Roby menepuk - nepuk punggung Ian yang hanya dibalas senyuman.

Aliya berlari kecil mendengar pintu yang terus - menerus diketuk. Saat pintu di buka, netranya menangkap sosok wanita. Dengan celana jeans dan kemeja putih sedikit longgar dan rambut tergerai. Halimah.

Tiba - tiba tubuhnya menegang, mencoba menahan sedikit amarah.

"Kak, Halimah. Ada urusan apa datang kemari.?" Tanya Aliya dengan nada selembut mungkin, bagaimanapun Halimah tetaplah tamu.

"Aku ingin bicara denganmu." Kemudian Halimah dipersilakan masuk dan Aliya mengambil segelas air putih.

"Ada apa, Kak.?" Tanya Aliya polos. Seolah ia tak pernah tahu masalah yang terjadi diantara mereka bertiga.

"Aku minta tinggalkan Mas Roby," jawab Halimah datar, seolah ia tak perduli jika kata - katanya akan menyinggung Aliya.

"Apa maksud, Kakak.?" Dengan ragu Aliya mencoba untuk tetap tenang, meski dadanya sangat terasa sesak. Bagaimana mungkin Halimah mengatakan itu padanya.! Bukankah seharusnya ia yang menjauh dari rumah tangga Aliya.

"Aku dan Roby saling mencintai. Dia berjanji akan menikahiku. Lagi pula pernikahan kalian karena perjodohan, bukan karena cinta. Jadi tolong tinggalkan Roby." Lagi - lagi Halimah berucap tanpa beban, seolah yang ia katakan adalah kebenaran.


Sedangkan Aliya kini telah melepaskan bening dari pelupuk mata. Dadanya seolah di tusuk ribuan jarum, perih dan sakit. Bagaimana bisa Halimah mengatakan itu.? Apa ia sadar apa yang ia ucapkan.? Tidakkah ia memikirkan perasaanku sebagai isteri.?

"Apa maksudmu bicara seperti itu, Kak.? Apa kau mau menjadi perusak rumah tangga orang.? Tidakkah kau malu.? Masih banyak pria di luar sana.! Kenapa harus suamiku.?" Halimah hanya memutar bola matanya malas sambil berdiri.

"Karena aku hanya menginginkan Roby." Ia kemudian melangkah keluar. Meninggalkan Aliya yang terisak menahan pilu dan sakit yang amat dalam. Segala masalah yang coba ia lupakan kembali hadir seolah mengejeknya. Bagaimana mungkin ia tak sakit mengetahui ada wanita lain yang menginginkan suaminya.
#aurora

Bersambung...





Posting Komentar untuk "Cerpen Cinta – Penawar Mata Part 15"