Cerpen Cinta – Penawar Mata Part 16
Genre : Misteri Dan Romance
Berjanjilah tak akan pernah pergi.
Sepanjang hari aku tak bisa berhenti
memikirkan apa yang dikatakan Halimah. Terlebih aku sadar pernikahanku dengan
Kak Roby karena perjodohan, mungkin saja benar yang dia katakan. Kak Roby tak
pernah mencintaiku. Sungguh hatiku resah, bagaimana kalau benar kak Roby akan
meninggalkanku.?
Sebagai seorang isteri yang jatuh cinta
setelah halal selama tiga bulan, ketakutan melanda hatiku. Ini pertama kali aku
mengenal cinta, pertama kali dekat dengan lelaki selain Ayah. Kehidupanku yang
tak biasa membuatku sulit untuk bergaul. Hanya Lira temanku satu - satunya,
yang kini telah jauh mengejar mimpinya.
Hingga Kak Roby datang dan mengambil bagian
di setiap cerita hidupku. Awalnya sungguh tak mudah bagiku untuk terbiasa
bersamanya, namun ia dengan sabar menunggu. Namun saat rasa yang indah itu
telah merekah, sekarang justru hadir seorang wanita yang ingin merebut suamiku.
Entahlah, aku tak tahu apa yang akan terjadi kedepannya.
Dengan enteng dia berkata menginginkan
suamiku, memintaku untuk pergi. Aku tahu dia merupakan masa lalu Kak Roby, dan
hal itu membuatku semakin takut.
Aliya terus larut dengan fikirannya sambil
meneteskan air mata. Saat ini dia benar - benar takut akan bahaya yang
mengancam rumah tangganya. Hingga akhirnya ia tak menyadari kepulangan Roby.
Aliya tersentak tatkala pintu kamar terbuka.
Ia segera menghapus air mata dan menghampiri Roby dengan raut wajah yang
terlihat lelah, hari ini Roby ada rapat dengan para wali murid dan baru selesai
pukul lima sore.
"Ka-kak sudah pulang.!" Roby
menatap bingung melihat mata Aliya yang sembab dan bengkak, suaranya juga terdengar
parau. Aliya mencium tangan suaminya takzim lalu bergegas mengambilkan air
minum.
Aliya kembali ke kamar dengan segelas air
putih, didekatinya sang suami yang duduk di meja kerja.
"Air minumnya, Kak." Suara Aliya
masih terdengar parau dengan mata yang masih sedikit merah.
"Ada apa.? Kenapa kau menangis, Al.?"
Tanya Roby sambil menerima segelas air yang dibawa sang istri.
"Tidak, bukan apa - apa. Aliya tidak
menangis. Sebaiknya Kakak mandi, pasti capek -kan?" Ia mencoba menutupi
dengan kata - kata, tapi gurat wajahnya terlihat berbeda.
"Tidak sebelum kau cerita semua."
Roby kemudian membimbing Aliya menuju ranjang. Lalu duduk dan bersandar di
sandaran tempat tidur dan memeluk Aliya. "Sekarang ceritakan." Dengan
lembut ia mengusap kepala Aliya sambil menempelkan bibirnya di dahi sang isteri
yang mulai menangis lagi.
"Kakak... hiks. Apa Kakak benar - benar
mencintaiku.?" Tanya Aliya sambil terisak kecil.
"Tentu saja, bukankah aku sudah
mengatakannya."
"Apa Kakak berniat meninggalkanku.?"
Roby kemudian sedikit menjauhka tubuh Aliya, ditatapnya netra yang masih setia
mengeluarkan bening embun itu.
"Sebenarnya apa yang terjadi.? Kenapa
kau menanyakan itu.?" Semenit kemudian Aliya kembali menenggelamkan
wajahnya didada sang suami. Kembali ia tergugu dalam dekapan, hingga merasa
sedikit lebih tenang.
"Tadi Halimah datang. Dia memintaku
untuk pergi dari kehidupan Kakak. Dia bilang Kakak hanya mencintainya dan
menikah denganku karena terpaksa." Roby hanya diam mendengarkan curhatan
sang isteri dengan terus membelai kepala Aliya.
"Aku takut, Kak. Sekarang aku tak punya
siapa - siapa lagi selain Kakak. Aku takut kalau Kakak benar - benar
meninggalkanku dan kembali pada Halimah. Tolong jangan tinggalkan aku...
hiks."
Roby mengeratkan pelukan untuk menyalurkan
ketenangan kepada isterinya yang terisak semakin dalam.
"Dengar, aku tak akan pernah melakukan
itu. Memikirkannya pun aku tak pernah. Aku mencintaimu dan akan selalu
mencintaimu." Dihapusnya air mata yang terus membasahi wajah Aliya.
Setakut itu kah...
"Berjanjilah tak akan pernah pergi,
berjanjilah Kak. Jangan pernah meninggalkanku."
"Aku tidak bisa berjanji akan selamanya
ada untukmu, Al. Tapi aku berjanji tak akan pernah meninggalkanmu seumur
hidupku." Roby kembali mengeratkan pelukan, sambil mengusap - usap mata
isterinya yang membengkak karena banyak menangis.
"Apa kau sudah makan tadi siang.?"
Aliya hanya menggeleng. Bagaimana ia bisa makan dengan perasaan takut yang
menghantui.
"Sekarang mandilah, kita makan di luar
setelah sholat maghrib."
Aliya mematut dirinya untuk yang kesekian
kali. Gamis hitam polos dengan hijab instan senada membuat kecantikannya
semakin terpancar, dengan sedikit polesan bedak dan lipstik tipis. Sedangkan
Roby sudah menunggu di depan sejak tadi.
Bosan menunggu, Roby kemudian menghampiri
Aliya ke kamar.
"Bagaimana, Kak.?" Roby tak
bergeming dan terus memandangi Aliya. Cantik...
Hingga akhirnya tersadar setelah beberapa
detik.
"Duh, cantik banget. Isteri siapa sih.?"
Roby memeluk tubuh isterinya dari belakang, dan menyelipkan wajahnya di leher
sang isteri. Menghirup aroma parfum lembut yang menenangkan.
"Isteri orang, Pak.! Udah ih, sekarang
berangkat. Aliya udah lapar dari tadi, ntar keburu larut." Roby menghembus
nafas kasar. Bukankah dia yang dari tadi lama berdandan.?
Mereka berangkat menggunakan motor dan
singgah di rumah makan yang menjadi pilihan Aliya. Sepertinya Aliya benar - benar
kelaparan dilihat dari banyaknya makanan yang ia pesan.
Setelah selesai makan, Roby mengajak Aliya
ke pasar malam. Tak banyak yang mereka lakukan di tempat ini. Aliya tak berani
menaiki wahana - wahana yang ada, karena dia takut ketinggian. Mereka hanya
berjalan - jalan, membeli kembang gula, dan memainkan permainan sederhana.
Jam sepuluh malam mereka telah berada di
kamar, dan sholat isya bersama.
Setelah selesai sholat, Aliya kembali
mematut dirinya di depan cermin sambil menyisir rambut yang terurai melewati
bahu. Sedangkan Roby duduk di kasur dengan sebuah buku, namun matanya tak
pernah lepas dari Aliya.
"Kakak, kenapa liatin Aliya kayak gitu.?"
Aliya mengambil posisi duduk berhadapan dengan sang suami.
Roby kemudian mendekatkan wajahnya di
telinga Aliya dan berbisik. Seketika Aliya terlihat menegang dengan wajah
bersemu merah. Lalu menunduk sambil mengangguk pelan. Roby kemudian mengangkat
dagu Aliya lalu mengecup lembut keningnya, kecupannya kemudian turun ke kedua
mata Aliya, setelahnya turun kehidung, dan turun ke ... Aliya menghentikan
pergerakan Roby.
"Kenapa?" Tanya Roby dengan raut
wajah kecewa.
What...
Roby kemudian berjalan kearah Aliya dengan
wajah malas, lalu mendorong - dorong tubuh Aliya dari belakang menuju pintu.
Author: "By, lu apaan sih.? Gue masih
pengen ngeliput kegiatan kalian."
Roby: "sekarang lu keluar. Lu ganggu
tau gak.!"
Author: "tapi gimana sama readers yang
pengen tau. Gue harus mengabarkan agar nama baik gue gak tercemar."
Roby: "bodoamat, gua gak peduli.
Buruan, Aliya malu kalau ada elu."
Author: "emang kalian mau ngapain sih
sampe malu segala.? Lu jangan durhaka ye, ama gua."
Roby: "makanya nikah, biar tau.! JOMBLO.!"
Gubraakkk...
Baca juga : Cerpen Cinta – Penawar MataPart 15
Suara pintu yang dibanting. Begitulah
readers, akhirnya author tidak bisa mengabarkan apa yang terjadi di dalam.
Author sudah coba bertanya pada cicak, namun
dia bungkam seribu bahasa. Mungkin Roby telah menyogoknya. Maklum, sogok
menyogok kan sudah lumrah di negara kita. Tunggu pembalasanku, Roby...
#aurora
Bersambung...
Posting Komentar untuk "Cerpen Cinta – Penawar Mata Part 16"
Silahkan tinggalkan komentar agar kami lebih baik.