Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cerpen Cinta – Penawar Mata Part 17



Genre : Misteri Dan Romance

Aliya berkutat di dapur dengan bahan - bahan yang siap ia racik. Setelah sholat subuh, ia mulai memasak sedangkan Roby kembali tidur. Menggunakan daster lengan pendek motif bunga, serta rambut yang masih tergulung handuk, Aliya dengan lihai memasak sarapan.
Setelah tiga puluh menit, ia telah selesai dengan dua piring nasi goreng serta telur dadar. Kemudian melangkah ke kamar. Terlihat Prianya yang masih tertidur pulas, membuat Aliya tersenyum geli melihat wajah polos yang tadi malam telah menyempurnakan perannya sebagai isteri.

"Kakak, bangun. Sudah jam setengah tujuh." Aliya mengguncang bahu suaminya agar segera bangun. "Nanti Kakak telat ke madrasah." Lanjutnya.

Roby menggeliat kecil karena terusik. "Lima menit lagi, Al," ucapnya tanpa membuka mata.

Oh, ayolah... ini sudah yang ketiga kali sejak pukul enam tadi...


Aliya mengurucutkan bibir mendengar permintaan suaminya. Tiba -tiba ide jahil muncul dikepalanya. Melangkah ke kamar mandi, Aliya membawa segayung air. Lalu mulai mencelupkan tangannya dan meneteskan air kewajah Roby.

Roby yang kaget langsung terduduk. "Hujan.! Bocor.!" Aliya kemudian tertawa lepas melihat ekspresi suaminya. Benar - benar menggemaskan...

Roby yang sadar sedang dikerjai memutar bola matanya malas. Namun tiba - tiba ide jahilnya muncul. Ia kemudian berdiri lalu menyeringai memperlihatkan deretan giginya yang putih dan menghampiri Aliya. Ekspresinya membuat Aliya bergidik ngeri lalu perlahan mundur, hingga akhirnya mentok di dinding.

Aliya sempat ingin kabur, namun terhalang lengan Roby yang merapat disisi kiri dan kanannya. "Ka-kak, mau apa.?" Tanya Aliya dengan nafas tersengal. Namun Roby tak menjawab. Ia semakin mendekatkan wajahnya pada wajah Aliya.

"Al, aku menginginkannya lagi."

Tiba - tiba jantung Aliya berdetak tak beraturan, nafasnya memburu saat melihat wajahnya hanya beberapa centi dari wajah Roby. Semakin dekat, hingga ia bisa merasakan nafas hangat Roby menyapu wajahnya. Tubuhnya terasa bergetar, lalu ia menutup mata.

Melihat tingkah wanitanya Roby ingin tertawa, ia kemudian mengecup dahi isterinya dengan lembut dan cukup lama. "Kenapa menutup mata.? Apa kau fikir aku akan melakukan hal semalam lagi.?" Tanya Roby dengan senyum nakal sambil menaik turunkan alis. Aliya kemudian membuka mata.

Tiba - tiba wajahnya merah padam menahan malu. Apa yang aku fikirkan...
Kemudian ia mendorong tubuh Roby dan berlari keluar kamar. Seketika tawa Roby pecah. Sementara Aliya tak berhenti mengoceh kecil.

"Ka-kak, buruan keluar. Sarapannya udah jadi.!" Teriak Aliya dari dapur membuat Roby semakin tergelak.

Ian melangkahkan kakinya menuju sebuah rumah makan yang baru buka sejak 3 hari lalu. Terlihat suasana masih sedikit tenang, karena masih pukul lima sore. Dan akan ramai setelah maghrib nanti. Saat masuk, ia kemudian di suguhkan pemandangan Halimah yang duduk di meja kasir. Wajahnya terlihat serius menambahkan kecantikannya berlipat - lipat.

Seperti sebelumnya, hari ini Halimah juga tak menggunakan hijab. Hanya kemeja putih serta celana kulot berwarna cokelat dengan rambut yang dikucir, di rumah makannya semua pekerja dia wajibkan mengucir rambut bagi yang tak berhijab. Halimah begitu serius hingga tak menyadari kedatangan Ian.

"Assalamu'alaikum, Halimah," sapa Ian dengan senyum ramah.

"Wa-wa'alaikumsalam," jawab Halimah terbata karena kaget. "Eh, Bang Ian. Ada apa kemari Bang.?" Lanjutnya.

Ian kemudian menyodorkan seikat bunga. "Aku hanya ingin menyapa. Ini untukmu, selamat atas usaha barumu. Maaf baru mampir sekarang."

Halimah tersenyum dan menerima bunga itu. Walaupun ia pernah menolak lamaran pria dihadapannya ini, tapi Ian masih sangat baik padanya.

"Terimakasih, Bang. Oh iya, Bang Ian sudah makan.?" Ian menggeleng.

"Baiklah, sekarang Abang duduk dulu. Abang mau makan apa.? Biar aku ambilin, geratis deh buat, Abang.!"

"Kamu fikir aku kesini untuk geratisan.? Tapi... yasudah kalau kamu maksa." Mereka kemudian tertawa bersama.

"Kenapa kamu berhenti ngajar.?" Halimah terdiam sejenak, mencoba memikirkan alasan yang tepat. Karena tak mungkin ia memberi tahu alasan yang sesungguhnya.

"Mmm... karena guru bukan fasionku, Bang. Lagian kalau jadi guru gajinya gak seberapa," jawabnya sambil sedikit terkekeh. Tapi jauh disana ia masih terluka.

"Apa kau yakin.? Atau kau ada masalah.?" Halimah mengangguk lalu menggeleng. Membuat Ian menaikkan alis sambil sedikit mencebik, tak mengerti.

"Aku yakin dan tidak ada masalah." Ian kemudian tersenyum, ia mengenal Halimah cukup baik. Ada yang disembunyikan darinya, bisa ia lihat dari sorot mata Halimah yang menunjukkan luka yang amat dalam.

Hatinya terasa perih melihat perubahan pada Halimah. Gadis cantik nan Ayu, yang selalu ramah dan baik, senyum yang selalu terukir di wajah yang berbalut hijab syar'i dan gamis panjang, seolah hilang ditelan Bumi. Tergantikan dengan wanita yang berpakaian terbuka dan sorot mata yang memendam amarah.


Sedalam apa lukamu Halimah...
Ingin rasanya ia menarik sosok wanita yang telah lama ia sukai itu kedalam pelukan. Dan memaksanya untuk berbagi kesedihan dan luka yang ia rasakan.

"Aku masih menunggumu, Halimah." Halimah hanya tertunduk, rasa bersalah menghinggapi perasaannya. Ian laki - laki baik, tapi hatinya masih mengharapkan Roby.

"Maafkan aku, Bang." Ian tersenyum. Ia tak akan memaksa dan akan tetap menunggu hingga gayung bersambut.
#aurora

Bersambung...







Posting Komentar untuk "Cerpen Cinta – Penawar Mata Part 17"