Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cerpen Cinta – Penawar Mata Part 18



Genre : Misteri Dan Romance

Hari ini Aliya merengek sejak pagi ingin ke rumah Umi. Dan karena ini hari minggu, Roby tak punya alasan untuk menolak. Akhirnya mereka tiba di rumah Umi pukul sepuluh pagi setelah satu jam perjalanan.

Dengan semangat Aliya mengetuk pintu sambil menenteng buah-buahan yang dibeli di pinggir jalan.

Tok... tok... tok...

"Assalamu'alaikum..."


"Waalaikumsalam. Eh, Aliya Roby." Roby dan Aliya langsung menyalami Umi bergantian. "Aduh... Umi sangat rindu pada kalian." Dengan lembut Umi mengusap bahu Aliya.

"Iya, Umi. Kita juga sangat rindu sama Umi," jawab Aliya dengan senyum yang mengembang. Sedangkan Roby hanya terdiam dan mengekori kedua wanita tersebut.

"Ini, Mi. Aliya bawain buah untuk Umi dan Abah." Umi tersenyum sambil menerima oleh-oleh yang dibawa menantu kesayangannya.

"Kalian kok makin jarang main ke rumah.?"

"Kak Roby sibuk, Mi." Aliya mencekik melirik kearah Roby yang hanya diam sejak tadi.

"Eh, By. Kok diam aja dari tadi.?" Sadar Umi bahwa dari tadi ia belum mendengar suara putra tunggalnya.

"Ya, abis dari tadi Roby dikacangin sama Umi. Mentang ada menantu, anak sendiri dilupain," pungkas Roby sambil menghempaskan tubuh di sofa. Umi dan Aliya hanya terkekeh mendengar ucapan Roby.

"Abah kemana, Mi.?"

"Biasa, Abah di bengkel. Sekarang bengkel Abah sudah banyak pelanggan. Jadi Abah sibuk, jarang nemenin Umi di rumah." Roby hanya mangangguk lalu kemudian berdiri.

"Kalau gitu, Roby ketempat Abah dulu, Mi." Roby kemudian menyalami Umi dan mencium kening isterinya, lalu berangkat menuju bengkel Abah yang hanya memakan waktu lima belas menit dari rumah.

Sedangkan Aliya ikut membantu Umi menyiapkan makan siang. Sungguh, hatinya selalu senang saat bersama Umi. Beruntungnya aku mempunyai Umi sebagai mertua

*****

Roby tersenyum kearah semua pegawai bengkel yang menyapanya. Dilihatnya Abah duduk di meja kasir dengan kaca mata yang bertengger.

"Assalamu'alaikum, Bah."

"Waalaikumsalam... Roby." Abah bangkit kemudian memeluk erat putra kesayangannya yang sudah cukup lama tak berkunjung.

"Kenapa sekarang jarang berkunjung, By.? Lalu dimana isterimu.?" Tanya Abah dengan mata berkaca-kaca. Ia sangat merindukan putranya ini.

"Menantu Abah ada di rumah sama Umi. Sebentar lagi ujian semester, Bah. Jadi Roby sedikit sibuk di madrasah." Jawab Roby sambil merangkul bahu Abah. "Abah masih sibuk.?"

"Masih, sekarang kita sudah punya banyak pelanggan. Abah juga berharap secepatnya kamu menggantikan posisi Abah." Roby hanya tersenyum, kemudian ikut membantu Abah mengecek kertas-kertas yang ada di meja.

*****

Setelah sholat zuhur di masjid, Roby dan Abah pulang kerumah untuk makan siang.

"Al, jadi kapan.?" Tanya Umi disela makan.

"Kapan? Apanya, Mi.?" Tanya Aliya tak mengerti.

"Kapan Umi bisa nimang cucu.? Umi bosen sendiri terus di rumah, Abah sering sibuk." Aliya tersenyum dengan wajah bersemu merah. Mereka memang sudah beberapa kali melakukan usaha, tapi sampai sekarang Tuhan belum memberikan mereka titipan.

"Umi... sekarang kita sedang makan. Tidak baik banyak bicara," Tegur Abah.

"Tapi, Bah. Umi sudah pengen nimang cucu! Emang Abah enggak.? Lagian Aliya dan Roby kan sudah cukup lama menikah," tukas Umi dengan nada tak ingin kalah.

"Tentu saja Abah pengen gendong cucu. Tapi kan gak bisa dipaksakan, Mi," bantah Abah.

"Umi gak maksa, Bah. Umi cuma nanya doang," ketus Umi.

"Lalu..."

Aliya dan Roby hanya bisa senyum - senyum melihat pertengkaran kecil orang tua mereka.

"Sepertinya kita harus ngebut, Al. Biar cepat punya anak," Bisik Roby ditelinga Aliya. Yang kemudian mendapat cubitan diperut oleh isterinya.

*****

Sore ini Ian mengajak Halimah keluar untuk yang kesekian kalinya. Sedangkan rumah makan ia titipkan kepada Dea, sepupu Halimah. Bukan tanpa alasan ia mengajak Halimah.

"Kita mau kemana, Bang.?" Tanya Halimah saat mobil mulai melaju.

"Mmm... kalau ke taman gimana.?" Halimah hanya mengangguk. Sekitar dua puluh menit kemudian mereka tiba disebuah taman yang memiliki banyak pohon rindang. Cuaca yang sedikit mendung namun tak hujan membuat taman ini cukup ramai.

Mereka kemudian mengambil tempat duduk di bawah pohon yang menghadap langsung ke hamparan rumput hijau. Terlihat banyak anak kecil yang berlalu lalang dan saling mengejar, ada juga yang asik dengan berbagai alat permainan.

"Bang, mereka terlihat sangat bahagia, yah. Seolah masalah tak pernah menghampiri mereka." Roby kemudian mengikuti arah pandangan Halimah yang tepat pada anak-anak yang sedang berkejar-kejaran dengan tawa lepas.

"Kau tahu kenapa mereka bisa sebahagia itu.? Karena mereka dengan tulus menjalani hidup ini. Tak ada obsesi ataupun tekanan yang mereka fikirkan. Tak punya keinginan lebih, dan menikmati apa yang mereka miliki, melepas yang bukan hak mereka. Tidak perlu memikirkan hari esok. Yang terpenting bagi mereka hanyalah hari ini mereka harus tertawa." Halimah hanya tersenyum kecut. Mengingat dirinya yang seolah tak pernah bahagia setelah mengetahui pernikahan Roby.

"Bang, menikahlah denganku jika akhirnya Roby tidak meninggalkan Aliya. Hanya kau laki-laki yang kupercaya salain Roby," pinta Halimah dengan nada datar.

Ian hanya terpaku mendengar perkataan Halimah. Ia baru tahu bahwa laki - laki yang ada dihati Halimah adalah Roby. Seketika ia merasa dadanya sesak.
Apakan kebahagiaan kita harus bergantung pada Roby.?

*****

Pukul sembilan malam Aliya dan Roby sudah berada di kamar, bersiap - siap untuk tidur. Aliya lebih dulu menarik selimut, sedangkan Roby masih duduk disebelahnya sambil terus menatap Aliya.


Perlahan Roby membungkukkan tubuhnya kearah Aliya.

"Al, Abah dan Umi pengen cepat gendong cucu," bisik Roby.

"Terus kenapa, Kak.?" Tanya Aliya dengan mata tertutup.

"Kita usaha, yuk." Kemudian Aliya membuka mata, tersenyum lalu mengangguk dengan wajah kembali bersemu merah.

Kembali malam ini mereka memanen pahala diatas ikatan suci dan halal.
#aurora

Bersambung...

Posting Komentar untuk "Cerpen Cinta – Penawar Mata Part 18"