Cerpen Cinta – Penawar Mata Part 19
Genre : Misteri Dan Romance
Pagi ini Roby mengawali harinya dengan perut
yang bergejolak, mual. Bahkan ia harus sholat sambil menahan rasa yang
menyiksa.
Aliya sedari tadi mijit punggung suaminya
dengan balsem.
"Kakak, kenapa bisa gini sih.? Pasti
banyak begadang deh, kalo Aliya udah tidur." Sambil memijit Aliya terus
mengoceh.
"Siapa yang begadang, Al.? Enggak tau
kenapa tiba-tiba mual." Kemudian ia mengganti posisi dengan tiduran dipaha
Aliya, sambil wajahnya ia benamkan di perut wanitanya.
"Ih, kakak. Perut Aliya geli,"
ucap Aliya ketika Roby menggesekkan wajahnya keperutnya. "Udah ih, manja.
Sekarang Kakak mandi, ntar telat," sambungnya.
"Kapan anakku akan ada disini, A.l?"
Aliya hanya tersenyum sambil membelai kepala prianya dengan lembut.
Roby kemudian beranjak ke kamar mandi dan
berangkat setelah selesai sarapan. Tak ketinggalan kecupan mesra untuk
wanitanya saat akan berangkat.
Hingga pukul sembilan malam, Roby tak juga
pulang. Kini Aliya dilanda kecemasan, berulang kali ia mencoba menelpon
suaminya, tapi nihil. Roby tak pernah seperti ini sebelumnya, selain saat
berurusan dengan Halimah waktu itu.
Halimah ... sudah cukup lama Aliya tak
memikirkan wanita itu. Apa dia sudah melupakan Roby sekarang?
Ting... ting...
Suara pesan masuk membuyarkan lamunan Aliya.
Segera diraihnya ponsel yang sempat ia lempar sembarang ditempat tidur tadi,
berharap Roby yang mengirim pesan. Benar saja...
[Al, maaf hari ini aku telat, banyak yang
harus aku urus.]
[Kamu tidur duluan, jangan menungguku. Aku
pulang satu jam lagi.]
Dengan segera Aliya menelpon suaminya.
"Halo, Kakak. Assalamu'alaikum."
[Waalaikumsalam. Al, kenapa belum tidur.?]
"Bagaimana Aliya bisa tidur kalau Kakak
gak ngasih kabar dari tadi. Hp Kakak juga gak bisa dihubungi. Aliya
khawatir!"
[Eh, iya. Maaf. Tadi aku ada urusan mendadak
ke DisPen, hpku juga mati.] Namun Roby mendadak bingung mendengar Aliya yang
meringis, seperti menahan sakit.
[Al, kamu kenapa.?] Tanya Roby dengan nada
panik.
"Kak, perut Aliya sakit," ucap
Aliya dengan tangan menekan perut. Tanpa basa-basi Roby langsung meninggalkan
semua pekerjaannya dan pulang.
Saat tiba di rumah, Roby mendapati isterinya
tidur meringkuk di kursi dengan tangan yang masih memegang perut. Wajah Aliya
terlihat pucat.
"Al, kenapa tidur disini.?" Dengan
lembut ia belai wajah pucat isterinya, sambil menyingkirkan rambut Aliya yang
menghalangi pandangan.
"Ka-kak." Roby kemudian membopong
tubuh istrinya ke kamar, sedangkan Aliya mengalungkan lengannya dileher suami.
"Apa yang terjadi.? Kenapa wajahmu
pucat.?" Aliya hanya menggeleng, sambil menarik lengan Roby agar ikut
duduk bersamanya.
"Aku mau mandi dulu."
"Sebentar saja, Kak." Akhirnya
Roby nurut. Sedetik kemudian Aliya telah menghambur kedekapannya, membenamkan
wajah kedada Roby. Dengan khusuk ia menghirup aroma tubuh Roby, seolah ia
sedang menghirup aroma yang menenangkan dan memabukkan.
Roby mengernyitkan dahi melihat tingkah aneh
wanita kecilnya ini. Biasanya Aliya akan langsung menyuruhnya mandi dengan
alasan bau asem. "Al, kau ini kenapa? Apa yang kau lakukan.?" Tanya
Roby heran.
"Sebentar saja, Kak. Aliya pengen
seperti ini," jawab Aliya sambil terus menghirup aroma tubuh lelakinya.
Perpaduan antara keringat dan parfum, entah kenapa terasa nikmat dihidung
Aliya.
Roby hanya bisa pasrah sambil membalas
pelukan sang isteri. Sebenarnya ia merasa geli saat hidung Aliya
mengendus-endus dadanya. Seperti ... kucing, tapi dibiarkan saja. Hingga
akhirnya ia merasa Aliya menghentikan aktivitasnya, dan tubuh Aliya telah
bertumpu penuh padanya. Tidur...
Sementara di tempat lain, Halimah kembali
menangis untuk yang kesekian kali dalam selimutnya. Hatinya semakin tersayat
karena sikap Roby yang selalu cuek saat bertemu. Cinta yang dipupuk selama ini
pun entah kenapa semakin tumbuh.
Halimah sadar, bahwa sekarang ada pembatas
baginya. Tapi entah kenapa, begitu sulit menghapus rasa yang lama tumbuh,
bahkan semakin tumbuh setiap hari walaupun ia sadar Roby telah beristri.
Mungkin rasa ini bukan hanya cinta lagi. Tapi ... obsesi.
Roby terjaga karena tingkah usil isterinya,
Aliya terus menggesek-gesekkan wajahnya didada Roby.
"Al, kenapa bangun?" Tanya Roby
dengan suara parau dan mata yang terkantuk-kantuk.
"Aliya gak bisa tidur, Kak. Lapar.!"
Roby mengernyitkan dahi, diliriknya jam
dinding. Pukul satu...
"Mmm.? Ini sudah tengah malam, tumben
kamu lapar jam segini," ucap Roby sambil kembali menutup mata. Aliya
mengerucutkan bibir melihat Roby kembali tidur.
"Ih, Kakak. Aliya lapar.!" Ia
kemudian duduk dan mengguncang lengan suaminya, membuat si empu terpaksa bangun
kembali.
"Yaudah, makan sana," Ujar Roby
cuek.
"Tapi Aliya pengen makan seblak yang
pedas.!" Seketika Roby membuka mata dan ikut duduk. Betapa aneh isterinya
ini.
"Al, jam segini mana ada jual seblak
yang masih buka. Lagian kamu ada-ada saja pengen seblak jam segini." Aliya
menghembus nafas kasar. Benar kata suaminya, mereka tinggal di kota kecil.
Hanya beberapa warung yang masih buka dijam segini.
"Kalau gitu Aliya mau makan bakso
aja."
"Boleh, tapi besok. Aku ngantuk."
Roby menguap dengan mulut terbuka lebar. Huh ... pintu gua. Dengan segera Aliya
menutup mulut suaminya itu. Biar setan gak masuk.hehehe
"Ih, Kakaaaak. Aliya pengen
sekarang," rengek Aliya dengan mata berkaca-kaca.
"Kamu kenapa sih, kayak orang ngidam
aja."
"Gak tau. Pokoknya Aliya pengen
sekarang! Ayo, Kak." Roby akhirnya setuju sebelum wanita labilnya ini
benar - benar menangis.
Setelah mengambil jaket, dan Aliya
menggunakan hijab instan. Mereka berangkat menggunakan motor menuju warung
bakso yang tak terlalu jauh.
Roby memesan dua mangkuk bakso. Terlihat
wajah Aliya begitu senang saat pesanan mereka datang. Dengan sigap Aliya mulai
menyendok sambal cabai kemangkuk baksonya.
"Sudah, Al. Jangan banyak - banyak.
Nanti sakit perut.!" Roby menghentikan saat Aliya ingin menambah sendokan
kelima. Dengan mencebik, Aliya mulai makan dengan lahap.
"Pelan-pelan, tidak ada yang akan
mengambil makananmu." Namun Aliya tak menghiraukan. Uhuk... Hingga tak
berapa lama ia tersedak.
"Tuh, kan! Makanya kalau suami ngomong
itu didengerin." Dengan sigap Roby memberi segelas air sambil mengelus
punggung Aliya. Terlihat mata isterinya berkaca - kaca menahan perih
ditenggorokan. Lalu kembali lanjut menikmati baksonya.
Ya Tuhaaaan. Ni anak suka atau kelaparan...
Saat bakso Roby baru habis setengah, Aliya
telah selesai. Namun matanya terus memandangi bakso Roby. Masih kurang.?
Akhirnya Roby menyodorkan seuap bakso,
dengan sumringah Aliya membuka mulut. Dan akhirnya sisa bakso lelaki habis
masuk kemulut Aliya. Rakus...
Saat akan menaiki motor hendak pulang,
tiba-tiba ide lain muncul dikepala Aliya.
Dengan lembut digenggamnya lengan Roby.
"Kakak, Aliya pengen mie Aceh!"
Baca juga : Cerpen Cinta – Penawar MataPart 18
Roby memutar bola matanya lebar tak percaya.
Bagaimana bisa masih lapar, saat hampir dua mangkok bakso telah masuk keperut
rampingnya? Yang benar saja ....
"Al, tapi kamu baru selesai
makan."
Aliya manyun. "Tapi Aliya masih pengen,
Kak."
"Sudah, naik. Besok saja. Perutmu bisa
sakit kalau kebanyakan makan."
"Kakaaaaak.!"
"Naik.!"
Akhirnya Aliya mengalah dengan perasaan
kesal. Dengan bibir mengerucut sambil menghentak-hentakkan kaki, Aliya naik
keboncengan. Sedangkan Roby hanya menggeleng dan tersenyum melihat tingkah
menggemaskan wanitanya itu.
#aurora
Bersambung...
Posting Komentar untuk "Cerpen Cinta – Penawar Mata Part 19"
Silahkan tinggalkan komentar agar kami lebih baik.