Cerpen Cinta – Penawar Mata Part 21
![]() |
Gambar Hanya Hiasan |
Genre : Misteri Dan Romance
Minggu sore, Halimah berjalan santai sambil
memilih bahan - bahan yang akan diolah diusahanya. Untuk belanja, Halimah
sendiri yang melakukan, karena Dea sepupunya sangat tidak suka aroma di pasar.
Ditambah lagi desak - desakan yang biasa terjadi. Dengan menggunakan pakaian
santai serta rambut dikucir ia terus melangkahkan kaki menelusuri gang-gang
kecil, mencari bahan-bahan yang dibutuhkan.
"Aku gak mau belanja, kamu aja. Di
pasar itu bauk, terus sempit lagi banyak orang. Nanti kalo tiba - tiba ada yang
ngambil kesempatan nyopet dan mepet gimana.? Pokoknya aku gak mau tubuh aku
yang indah dan bersih ini harus dibawa ke pasar." Kata - kata Itulah yang
selalu menjadi senjata andalan Dea. Dan Halimah harus mengalah, percuma
berdebat karena ia pasti selalu kalah.
Ayam, ikan, daging, udang, kepiting, sayuran
dan berbagai jenis bumbu telah masuk ke bagasi mobil, setelah melalui tawar
menawar yang selalu dimenangkan Halimah. Dia benar - benar berbakat dalam hal
ini.hehehe
Selanjutnya Halimah menuju mini market untuk
membeli beberapa keperluan lain. Baru masuk, Halimah disuguhkan pemandangan
yang membuat jantungnya berdetak tak beraturan. Roby...
Terlihat Roby dengan serius memilih
belanjaan. Mulai dari perlengkapan mandi, losion, makanan ringan, tissu, minyak
goreng dan susu hamil terlihat mengisi keranjang yang ia tenteng. Tunggu, susu
hamil.? Mungkin... pesanan orang.
Perlahan ia melangkah menghampiri Roby.
"Mas, Roby." Dengan lembut ia genggam lengan yang selalu menepis
tangannya belakangan ini.
"Halimah... apa yang kau lakukan.?"
Dengan cepat Roby berusaha melepas tangan Halimah.
"Mas, aku belum bisa melupakanmu sampai
sekarang. Mungkin takkan pernah. Aku mohon kembali padaku. Mari kita menikah,
Mas." Dengan nada mengiba Halimah mengemis. Harga diri telah ia lupakan
sejak lama. Yang terpenting baginya hanya Roby mau kembali lagi padanya.
"Hentikan, Halimah. Maaf jika aku
menyakitimu, tapi kini aku telah beristri dan tidak akan pernah meninggalkan
isteriku. Kau wanita baik - baik, aku tau itu. Ada banyak pria yang ingin
menikahimu." Selembut mungkin Roby berusaha membuat Halimah mengerti, agar
tak semakin menyakiti wanita itu.
"Tapi aku hanya menginginkanmu, Mas.
Dua tahun aku memendam rasa sendirian. Saat kau mengatakan akan melamarku, aku
sangat bahagia. Aku terlalu bahagia hingga tak siap terluka. Seandainya kau tak
pernah mengatakan itu semua, mungkin aku akan memilih tetap diam, Mas. Mungkin
aku biasa ikhlas," tutur Halimah dengan mata yang mulai berkaca - kaca,
perih menahan luka yang amat dalam.
"Tapi dengan mudah kau menghempaskan
setelah membuatku terbang. Tanpa memberitahu dan penjelasan, kau menikahi
wanita lain. Apa itu adil, Mas.? Apa kau tak sedikitpun memikirkanku.? Bukankah
kau terlalu jahat.?" Kini buliran bening mulai terjun bebas melewati pipi
wanita cantik itu.
Sedangkan Roby hanya tertunduk dalam. Sadar
bahwa benar ia memang salah. Tak pernah ia bermaksud untuk menyakiti Halimah,
tapi pernikahannya yang mendadak membuat ia tak punya waktu untuk menjelaskan
semuanya.
"Maafkan aku, Halimah." Kata
apalagi yang bisa terucap selain maaf? Roby kemudian melangkah menuju kasir.
Meninggalkan wanita yang masih setia dengan air mata dengan sejuta perih
dihati.
"Kau harus jadi milikku, Mas."
Halimah bergumam.
Malam ini, untuk yang kesekian kalinya Roby
harus berusaha keras membujuk isterinya agar mau makan. Sejak memasuki usia
kehamilan enam minggu, Aliya mulai susah makan nasi.
"Ayolah, Al. Kau harus makan."
"Kakaaaak.! Aliya gak mau makan nasi.
Aliya pengen makan diluar." Sambil terus memeluk dan mengendus dada Roby,
rengekan Aliya semakin menjadi. Karena sejak kemarin Roby tak memenuhi
permintaannya.
"Tidak.! Makanan di luar itu gak
sehat." Roby ngotot. Sudah terlalu sering ia menuruti permintaan Aliya.
"Kalau gitu Aliya gak mau makan. Mau
tidur aja." Aliya kemudian menghempaskan tubuhnya kekasur, lalu menarik
selimut. Namun tak berapa lama, Roby menangkap suara tangisan yang ditahan.
Aliya menangis...
Dengan kasar Roby menghusap wajahnya.
Sungguh, kesabarannya benar - benar diuji dengan kemanjaan Aliya yang luar
biasa sejak hamil. Belum lagi aksi mengendus Aliya, pulang dari madrasah,
sehabis mandi, sebelum tidur, bahkan tak jarang ia harus menyelesaikan
pekerjaannya dengan Aliya yang duduk dipangkuan sambil mengendus-endus
lehernya. Benar - benar harus ekstra sabar.
Jika Roby tak memenuhi keinginannya,
tangisan akan menjadi pilihan terakhir bagi Aliya. Untung sayang...
Disingkap selimut yang menutupi seluruh
tubuh isterinya. Terlihat Aliya menangis dengan wajah yang tertutup kedua
telapak tangan dan tubuh bergetar. Seperti anak kecil saja.
"Al, apa kau tidak ingin anak kita
sehat.?" Selembut mungkin Roby mengelus perut isterinya itu yang masih
cukup rata.
Aliya kemudian terdiam. Lalu duduk.
"Tapi... hiks... Aliya pengen makan mie aceh, Kak. Hiks... " Aliya
berusaha menahan sisa tangisnya.
Baca juga : Cerpen Cinta – Penawar MataPart 20
"Akan kubelikan besok. Tapi malam ini
kau makan nasi dulu." Aliya kemudian mengangguk dan menerima suapan yang
disodorkan Roby. Namun baru beberapa suapan Aliya kembali merasa mual dan
menolak suapan berikutny. Akhirnya Roby menyerah, paling tidak sudah masuk
beberapa suapan. Sayang kalau nanti harus dimuntahkan lagi. Kemudian Roby memberikan
segelas susu bumil rasa vanila yang langsung diteguk habis oleh Aliya.
Sebenarnya hanya nasi yang susah untuk Aliya
telan. Untuk makanan lain.? Dia bisa makan dengan lahap. Bahkan tak jarang
makanan Roby juga ia sikat.
#aurora
Bersambung...
Posting Komentar untuk "Cerpen Cinta – Penawar Mata Part 21"
Silahkan tinggalkan komentar agar kami lebih baik.