Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cerpen Cinta – Penawar Mata Part 21

https://www.facebook.com/kiswty
Gambar Hanya Hiasan


Genre : Misteri Dan Romance

Minggu sore, Halimah berjalan santai sambil memilih bahan - bahan yang akan diolah diusahanya. Untuk belanja, Halimah sendiri yang melakukan, karena Dea sepupunya sangat tidak suka aroma di pasar. Ditambah lagi desak - desakan yang biasa terjadi. Dengan menggunakan pakaian santai serta rambut dikucir ia terus melangkahkan kaki menelusuri gang-gang kecil, mencari bahan-bahan yang dibutuhkan.

"Aku gak mau belanja, kamu aja. Di pasar itu bauk, terus sempit lagi banyak orang. Nanti kalo tiba - tiba ada yang ngambil kesempatan nyopet dan mepet gimana.? Pokoknya aku gak mau tubuh aku yang indah dan bersih ini harus dibawa ke pasar." Kata - kata Itulah yang selalu menjadi senjata andalan Dea. Dan Halimah harus mengalah, percuma berdebat karena ia pasti selalu kalah.

Ayam, ikan, daging, udang, kepiting, sayuran dan berbagai jenis bumbu telah masuk ke bagasi mobil, setelah melalui tawar menawar yang selalu dimenangkan Halimah. Dia benar - benar berbakat dalam hal ini.hehehe

Selanjutnya Halimah menuju mini market untuk membeli beberapa keperluan lain. Baru masuk, Halimah disuguhkan pemandangan yang membuat jantungnya berdetak tak beraturan. Roby...

Terlihat Roby dengan serius memilih belanjaan. Mulai dari perlengkapan mandi, losion, makanan ringan, tissu, minyak goreng dan susu hamil terlihat mengisi keranjang yang ia tenteng. Tunggu, susu hamil.? Mungkin... pesanan orang.

Perlahan ia melangkah menghampiri Roby. "Mas, Roby." Dengan lembut ia genggam lengan yang selalu menepis tangannya belakangan ini.

"Halimah... apa yang kau lakukan.?" Dengan cepat Roby berusaha melepas tangan Halimah.

"Mas, aku belum bisa melupakanmu sampai sekarang. Mungkin takkan pernah. Aku mohon kembali padaku. Mari kita menikah, Mas." Dengan nada mengiba Halimah mengemis. Harga diri telah ia lupakan sejak lama. Yang terpenting baginya hanya Roby mau kembali lagi padanya.

"Hentikan, Halimah. Maaf jika aku menyakitimu, tapi kini aku telah beristri dan tidak akan pernah meninggalkan isteriku. Kau wanita baik - baik, aku tau itu. Ada banyak pria yang ingin menikahimu." Selembut mungkin Roby berusaha membuat Halimah mengerti, agar tak semakin menyakiti wanita itu.

"Tapi aku hanya menginginkanmu, Mas. Dua tahun aku memendam rasa sendirian. Saat kau mengatakan akan melamarku, aku sangat bahagia. Aku terlalu bahagia hingga tak siap terluka. Seandainya kau tak pernah mengatakan itu semua, mungkin aku akan memilih tetap diam, Mas. Mungkin aku biasa ikhlas," tutur Halimah dengan mata yang mulai berkaca - kaca, perih menahan luka yang amat dalam.

"Tapi dengan mudah kau menghempaskan setelah membuatku terbang. Tanpa memberitahu dan penjelasan, kau menikahi wanita lain. Apa itu adil, Mas.? Apa kau tak sedikitpun memikirkanku.? Bukankah kau terlalu jahat.?" Kini buliran bening mulai terjun bebas melewati pipi wanita cantik itu.

Sedangkan Roby hanya tertunduk dalam. Sadar bahwa benar ia memang salah. Tak pernah ia bermaksud untuk menyakiti Halimah, tapi pernikahannya yang mendadak membuat ia tak punya waktu untuk menjelaskan semuanya.

"Maafkan aku, Halimah." Kata apalagi yang bisa terucap selain maaf? Roby kemudian melangkah menuju kasir. Meninggalkan wanita yang masih setia dengan air mata dengan sejuta perih dihati.

"Kau harus jadi milikku, Mas." Halimah bergumam.

Malam ini, untuk yang kesekian kalinya Roby harus berusaha keras membujuk isterinya agar mau makan. Sejak memasuki usia kehamilan enam minggu, Aliya mulai susah makan nasi.

"Ayolah, Al. Kau harus makan."

"Kakaaaak.! Aliya gak mau makan nasi. Aliya pengen makan diluar." Sambil terus memeluk dan mengendus dada Roby, rengekan Aliya semakin menjadi. Karena sejak kemarin Roby tak memenuhi permintaannya.

"Tidak.! Makanan di luar itu gak sehat." Roby ngotot. Sudah terlalu sering ia menuruti permintaan Aliya.

"Kalau gitu Aliya gak mau makan. Mau tidur aja." Aliya kemudian menghempaskan tubuhnya kekasur, lalu menarik selimut. Namun tak berapa lama, Roby menangkap suara tangisan yang ditahan. Aliya menangis...

Dengan kasar Roby menghusap wajahnya. Sungguh, kesabarannya benar - benar diuji dengan kemanjaan Aliya yang luar biasa sejak hamil. Belum lagi aksi mengendus Aliya, pulang dari madrasah, sehabis mandi, sebelum tidur, bahkan tak jarang ia harus menyelesaikan pekerjaannya dengan Aliya yang duduk dipangkuan sambil mengendus-endus lehernya. Benar - benar harus ekstra sabar.
Jika Roby tak memenuhi keinginannya, tangisan akan menjadi pilihan terakhir bagi Aliya. Untung sayang...

Disingkap selimut yang menutupi seluruh tubuh isterinya. Terlihat Aliya menangis dengan wajah yang tertutup kedua telapak tangan dan tubuh bergetar. Seperti anak kecil saja.

"Al, apa kau tidak ingin anak kita sehat.?" Selembut mungkin Roby mengelus perut isterinya itu yang masih cukup rata.

Aliya kemudian terdiam. Lalu duduk. "Tapi... hiks... Aliya pengen makan mie aceh, Kak. Hiks... " Aliya berusaha menahan sisa tangisnya.


"Akan kubelikan besok. Tapi malam ini kau makan nasi dulu." Aliya kemudian mengangguk dan menerima suapan yang disodorkan Roby. Namun baru beberapa suapan Aliya kembali merasa mual dan menolak suapan berikutny. Akhirnya Roby menyerah, paling tidak sudah masuk beberapa suapan. Sayang kalau nanti harus dimuntahkan lagi. Kemudian Roby memberikan segelas susu bumil rasa vanila yang langsung diteguk habis oleh Aliya.

Sebenarnya hanya nasi yang susah untuk Aliya telan. Untuk makanan lain.? Dia bisa makan dengan lahap. Bahkan tak jarang makanan Roby juga ia sikat.
#aurora

Bersambung...




Posting Komentar untuk "Cerpen Cinta – Penawar Mata Part 21"