Cerpen Cinta – Penawar Mata Part 23 Penutup
Genre : Misteri Dan Romance
Waktu
terus bergulir, meninggalkan kenangan kemarin dan meniti masa nanti. Tak ada
yang tahu, apakah akan ada perubahan dihari esok, atau sama saja. Yang jelas,
tak ada yang bisa mengelak dengan jalan yang sudah disuratkan.
Empat bulan
telah berlalu, sejak kata "SAH" mengubah status Ian dan Halimah.
Masih sama saja, hati Halimah masih berkelana entah kemana. Meratapi nasib,
merutuk diri. Meski tetap menjalankan kewajiban sebagai seorang isteri, tetap
saja Ian merasa belum memiliki seutuhnya.
Sama seperti
malam - malam kemarin, tadi Ian harus kembali menjadi penguat bagi Halimah yang
kembali diserang masa lalu. Terkadang perih terselip dihati melihat sang isteri
masih menaruh rasa pada pria lain. Namun begitulah Ian, sabar selalu menjadi
pilihan terakhir.
Disepertiga
malam, Ian menggelar sajadah. Menumpahkan segala keluh kesah. Melepas sesak
yang selalu menghinggapi dada. Dan tak menyadari isterinya yang telah bangun.
Dengan mata
setengah terbuka, Halimah mendengarkan do'a yang dipanjatkan san suami dengan
suara bergetar.
"...
segalanya telah kucoba. Segenap tenaga aku keluarkan untuk menguatkannya.
Mencoba menjadi pelindung baginya. Tapi jika pada akhirnya aku takkan pernah
menjadi pemilik hatinya, aku mohon ya Rob, tunjukkan jalan untukku. Sekarang
semua kuserahkan pada-Mu. Engkau Maha pembolak-balik-kan hati, maka aku mohon
putarlah arus rasa isteriku. Lindungi hatinya yang rapuh, hilangkan perih
dihatinya ya Rob. Tiupkan rasa dihatinya untukku, jangan biarkan aku menyerah
..."
Tiba-tiba
Halimah merasa tertimpa beban besar didada. Ngilu rasanya mendengar ucapan
suami yang bernada pasrah. Dalam diam Halimah menjerit, merutuki diri. Apa yang
sudah kulakukan.? Bagaimana aku masih memikirkan pria lain dan mengabaikan
suamiku.? Betapa berdosanya diri ini.!
Air matanya
luruh mengingat apa yang telah ia lakukan selama ini. Tanpa memikirkan perasaan
suami dia terus menyebut pria lain. Dan entah terbuat dari apa hati Ian, yang
selalu siap menjadi pendengar dan penyemangat saat ia menangisi laki - laki
yang tak pantas ia pikirkan lagi.
Detik
setelah Ian mengusap wajah, akhir dari do'anya, Halimah langsung bangkit dan
menghambur kepelukan suami. Menumpahkan air mata di baju koko putih itu.
Menangisi semua dosa yang telah ia lakukan sepanjang pernikahan.
"Maafkan
aku, Bang. Aku mohon maafkan aku," lirih Halimah ditengah isakan pilu. Ian
yang sempat kaget, perlahan membalas pelukan sang isteri.
"Maaf
telah menyakitimu selama ini. Maaf karena terus memikirkan laki - laki lain dan
mengabaikanmu. Aku mohon maafkan aku. Aku bodoh, Bang, telah menyia-nyiakanmu.
Aku mohon maafkan aku." Entah kata apa lagi yang bisa Halimah ucapkan
selain maaf. Setelah sekian banyak luka yang telah ia torehkan.
"Sudah,
aku memaafkanmu. Bahkan jauh sebelum kau meminta maaf. Jangan menangis lagi.
Aku mengerti apa yang kau rasakan." Dengan lembut Ian membelai rambut
isterinya yang terus terisak. Mengecup lembut pucuk kepala yang selalu
bersandar dibahunya.
"Maafkan
aku, Bang. Tolong beri aku kesempatan. Tolong maafkan aku." Kembali
Halimah menangis dan terus meminta maaf. Hanya kata itu yang mampu terucap dari
bibir yang selalu menyebut nama pria lain. Hingga akhirnya tak berapa lama,
suara azan subuh terdengar.
"Sudah,
jangan menangis lagi. Sudah cukup air mata yang kau tumpahkan selama ini."
Kembali Ian mengecup sayang pucuk kepala wanitanya. "Sekarang kita sholat
dulu."
Halimah
mengangguk, kemudian berlalu mengambil air sembahyang.
Disujud
terakhir, kembali Halimah menangis. Memohon ampun atas dosa yang ia lakukan
pada suami. Setelah mencium takzim tangan lelakinya, kembali Halimah menangis
dalam dekapan. Berulang kali meminta maaf. Entah berapa banyak air mata yang
tumpah dipagi yang penuh berkah bagi Ian.
"Halimah,
boleh Abang minta sesuatu.?" Tanya Ian saat tangis Halimah mulai mereda.
Halimah
mendongak, menatap lekat manik suami yang terlihat menyejukkan. "Apa, Bang.?"
Dengan suara yang benar - benar parau.
"Pakailah
hijabmu kembali. Abang ingin sampai ke syurga bersamamu. Tapi syurga tak
menerima wanita yang tak menutup mahkotanya. Apa kau juga ingin ke syurga bersamaku.?"
Halimah mengangguk dan mengeratkan pelukan di tubuh kekar suami. Kembali air
matanya luruh membasuh wajah.
Begitulah
cara kerja-Nya. Tak ada yang menduga. Dengan mudah Ia membolak-balikkan hati
manusia, meniupkan rasa dan memutar arus setiap hati. Meniupkan rindu dihati
Halimah pada sang kekasih halal, dan mencabut rasa pada pria yang tak
seharusnya.
Pukul
delapan pagi, anak pertama Roby lahir kedunia. Namun tak ada gurat bahagia di
wajah lelaki yang sedari tadi mendampingi proses lahiran.
Setelah
lahir, bayinya tak menangis sama sekali layaknya bayi biasa. Ditambah, jantung
Aliya tiba - tiba berhenti mendadak. Seisi ruangan terlihat sibuk.
Beberapa
orang sibuk menangani Aliya, melakukan teknik CPR dan meletakkan benda yang
entah apa di dada isterinya hingga sering kali tubuh Aliya bergetar. Sebagian lagi
sibuk menangani bayinya yang baru lahir, mengurut, menepuk, memberi nafas
buatan, dan entah apalagi yang mereka lakukan pada bayi yang baru lahir itu.
Sedangkan
Roby hanya bisa terduduk lemas di lantai dengan tubuh gemetar. Terus melapalkan
do'a untuk isteri dan anaknya. Sedangkan matanya juga ambil bagian dengan terus
menjatuhkan bulir bening.
"Aku
mohon bangun, Al. Jangan tinggalkan aku. Bukankah kau bilang ingin memandikan
anak kita.? Kau bilang ingin memakaikan bajunya, ingin menyusuinya. Bukankah
kau bilang ingin merawat tumbuh kembangnya.? Sekarang bangunlah, aku
mohon," lirih Roby dalam tangisan pilu sambil memeluk lutut.
Setelah
beberapa saat, terdengar suara tangisan bayi menggema diruangan itu, bersamaan
dengan kembalinya detak jantung Aliya.
"Alhamdulillah,
ya Allah." Roby bangun dan langsung menghampiri isterinya yang mulai
sadar.
"Al, kau
dengar aku.?" Dengan berderai air mata Roby menciumi tangan sang isteri.
"Yang kau lakukan tadi sungguh tak lucu, Al. Kau membuatku takut. Aku
hampir gila."
"Kakak,
maaf." Hati Roby benar - benar hancur beberapa saat lalu. Dunianya seolah
berhenti meruntuhkan pertahanannya. Tak bisa ia bayangkan bagaimana hidupnya
tanpa Aliya.
"Aku
mohon jangan pernah lakukan itu lagi. Aku mencintaimu, jangan tinggalkan aku,
Sayang. Aku mohon." Roby terus menghujam kecupan dikening sang isteri.
Melepaskan ketakutan yang sempat membalut hatinya.
"Aliya
gak akan kemana - mana. Aliya masih harus jaga anak kita." Dengan sisa
tenaga Aliya mengelus punggung suaminya yang terus meneteskan air mata.
"Pak,
bayinya sudah selesai. Silahkan di azani." Roby perlahan menghampiri putri
cantiknya.
"Assalamu'alaikum,
putri Ayah, kesayangan Bunda. Selamat datang, Nak." Lalu dengan khidmat
Roby mengazani putrinya sambil berderai air mata. Putri kecil yang memiliki
wajah bulat, mata lebar dan kulit putih bersih turunan Aliya, serta hidung mancung
dan bibir tipis warisan Roby, yang ia beri nama Hauna Sastra Wijaya.
"Bah,
Umi pengen gendong Hauna juga. Sini." Umi mencoba merebut cucu kesayangan
yang telah lama ia tunggu.
"Sebentar,
Mi. Abah baru gendong sepuluh menit. Masa sudah mau Umi lagi." Abah terus
menimang nimang Hauna yang telah berusia tiga bulan, dengan tubuh bongsor dan
pipi yang menggemaskan.
"Tapi
Umi pengen gendong Hauna, Bah."
"Nanti
dulu, Mi. Sebentar." Kembali Abah menimang sayang sambil melawani Hauna
yang terus tersenyum. Sedangkan Umi harus menerima kekalahan dan mendengus
kesal.
Baca juga : Cerpen Cinta – Penawar Mata
Part 23
Aliya dan
Roby terkekeh geli melihat perebutan orang tua mereka. Terasa lengkap sudah
kebahagiaan yang mereka miliki.
Serta
di tempat lain, Ian juga tak kalah bahagia setelah mendengar kabar kehamilan
sang isteri. Penantian yang telah lama akhirnya terwujud. Setelah sekian banyak
hal pahit yang telah ia lalui bersama Halimah.
[Aku
bersyukur karena Tuhan menjadikanmu sebagai tulang rusukku. Menjadikanmu
sebagai penawar mata dan rasa untukku dari gemerlapnya dunia yang fana ini.]
~Roby Sastra
Wijaya
[Aku ingin
sampai ke syurga bersamamu. Tapi syurga tak menerima wanita yang tak menutup
mahkotanya.]
~Ian Adi
Kusuma.
I
love you all, kalian luar biasa❤❤❤
Selesai...
Posting Komentar untuk "Cerpen Cinta – Penawar Mata Part 23 Penutup"
Silahkan tinggalkan komentar agar kami lebih baik.