Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cerpen Cinta – Penawar Mata Part 4



Genre : Misteri Dan Romance

Aku keluar kamar mandi untuk yang kesekian kalinya pagi ini. Sejak acara lamaran waktu itu selera makan ku hilang, hingga sepertinya mah ku kambuh. Di tambah rasa gugup dan sesak yang menyerang, membuatku merasa benar - benar tidak nyaman. Dan lagi, selama seminggu ini aku masih sering di teror gadis dengan dress hitam itu. Seolah ada yang ingin di katakan pada ku.

Bibi yang sedang mendandanku pun berulang kali mendecak kesal.

"Aliya, kan Bibi sudah bilang dari kemaren. Kamu harus menjaga pola makan dan tidur dengan baik. Agar kamu bugar di hari pernikahan. Lalu apa sekarang.?" Bibi menatap ku dengan wajah sedikit kesal.

"Maaf, Bibi. Tapi Aliya benar - benar tidak nafsu makan, Aliya sangat gugup," jawab ku polos.

Kudengar di lantai bawah sudah mulai ramai. "Calon suami mu sudah sampai," ucap Bibi setelah mengintip dari jendela kamar ku. Lalu Bibi melanjutkan aktivitas nya.

Aku semakin gugup tingkat akut mendengar perkataan Bibi tadi, tanganku gemetar. Oksigen tiba-tiba terasa habis dari ruangan ini.

"Selesai!" Bibi menghentikan tangannya. Ku tatap diriku di cermin. Baju pengantin muslimah berwarna putih, hijab senada serta mahkota bertengger di kepala. Dengan polesan make-up sederhana. "Cantik.!" Bibi tersenyum menatapku.

Dan aku.? Aku tak mampu barang hanya mengukir segaris senyum. Gugup masih menyelimuti, sesak semakin mendera, degup jantung semakin memacu. Bagaimana aku bisa menikah di usia yang masih muda ini.? Aku bahkan belum pernah memikirkannya.

"Bunda, seandainya bunda ada di sini. Pasti aku akan sedikit lebih kuat," Gumamku dalam hati. Sekarang, Bibi lah yang menggantikan posisi Bunda.

"Sah.!" Suara sahut-sahutan menyadarkan lamunanku.

Ku lihat Bibi tersenyum sambil meneteskan air mata. "Aliya, putri adikku, putri ku. Kau sekarang resmi menjadi seorang isteri nak. Ingatlah pesan Bibi. Sekarang syurga mu ada pada suami, berbaktilah kepadanya. Carilah ridho dari suami mu." Bibi memberikan nasehat sambil mengelus pipi ku.

Aku meneteskan air mata mendengar petuah dari Bibi. "Sudah, jangan menangis. Nanti make-up nya luntur. Kita turun sekarang. Temui suami mu." Bibi menghapus air mata ku lalu menuntunku turun kebawah.

Saat berjalan menuruni tangga, semua mata tertuju padaku. Menambah gugup yang sudah tak bisa di ucapkan lagi. Lalu kak Roby Memasangkan cincin di jari manis ku, begitu sebaliknya. Tangan kak Roby ku cium dengan takzim bersama air mata yang menetes. Lalu dia balas dengan kecupan di kening ku.

Aku sadar, bahwa tak ada rasa dari kecupan yang ia berikan. Aku tau, bahwa kami sama-sama terpaksa akan pernikahan ini. Dia laki-laki yang sama sekali tak ku kenal, tak tau seluk beluknya. Kami baru bertemu minggu lalu, dan sekarang resmi menjadi pasangan halal.

Aku beralih menyalami Ayah sambil berderai air mata. Petuah panjang ia berikan untukku dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Lalu beralih ke Ayah mertuaku, kemudian ibu mertua. Ibu mertua memelukku dengan erat. Dapat kurasakan kasih sayang yang ia alirkan, membuat air mataku semakin luruh.

Saat memeluk Bibi, isakku semakin menjadi. Aku tiba-tiba merindukan bunda. "Bundaaaa," Ucapkan dengan lirih di sela - sela tangis ku, Bibi semakin mengeratkan pelukannya, berulang kali mengecup kepala ku. Mencoba memberi kekuatan.

Rangkaian acara telah selesai, tamu undangan sudah pulang. Hanya Tersisa Bibi dan Paman. Aku melangkah menuju kamar ku, rasa lelah membuatku ingin merebahkan tubuh. Setelah membersihkan diri, aku duduk di sisi ranjang.

Tok..tok..tok...
Ceklek.

"Assalamu'alaikum."

Aku terperanjat mendengar suara itu, suara laki-laki. Tepatnya suara kak Roby.

"Wa- waalaikumsalam," jawab ku terbata.

"Kamu tidak sedang berhalangan, kan?" tanya kak Roby yang hanya ku balas dengan anggukan tanpa menatap nya.

"Kalau begitu wudhu, kita sholat dulu." Aku langsung sadar bahwa sekarang sudah masuk waktu sholat magrib. Aku langsung bergegas ke kamar mandi.

Setelah memakai mukenah, karena Roby memintaku untuk duduk. Lalu ia mulai membacakan doa, aku tau itu doa pengantin. Aku ikut mengaminkan doa nya. Setelahnya kami sholat berjamaah.

Kudengar bacaan sholatnya yang sangat merdu. Air mataku kembali luruh. Setelah selesai memanjatkan doa, kak Roby memutar tubuhnya menghadapku. Segera kuraih tangannya dan kucium bersama derai air mata. Setelahnya dia mengecup keningku sekilas.

"Sudah, jangan terus menangis." Kak Roby menghapus tetes bening di pipiku. "Sekarang bersiap-siap lah, sebentar lagi kita akan berangkat."

"Berangkat? Berangkat kemana, kak.?" Aku mengangkat wajahku, bingung dengan maksudnya.

"Tentu saja kerumah ku," jawabnya tersenyum. Aku tersadar. Aku sudah menjadi seorang isteri.

"Kakak, bisakah kita tinggal disini barang satu malam? Aku mohon!" Pintaku dengan air mata masih setia menetes.

"Mungkin kita bisa menginap, jika kau berhenti menangis." Aku langsung menghapus air mata ku. Ku liat dia tersenyum melihat tingkah ku.

Akhirnya aku dan kak Roby menginap di rumah untuk malam ini. Sedangkan Abah dan Umi sudah balik duluan selepas sholat maghrib. Selesai makan malam aku langsung menuju kamar ku. Lelah menghinggapi setiap jengkal tubuh.

Saat aku mulai terlelap, terdengar suara pintu terbuka. Ku lihat kak Roby masuk. Aku pun kembali duduk di sisi ranjang.

"Boleh aku tidur di samping, mu.?" Aku terperanjat mendengar pertanyaan nya. Mataku membulat sempurna. Aku benar-benar takut. Tangan ku kembali gemetar. Bibir ku terasa bagai membeku.


Tak memperoleh jawaban dariku, kak Roby memilih jalan pintas. "Baiklah, aku akan tidur di sofa." Ia mengambil sebuah bantal lalu menuju sofa yang ada di kamarku. Tak butuh waktu lama, ku lihat nafasnya mulai teratur. Sudah tidur.

Aku berlalu menuju lemari, mengambilkan sebuah selimut. Dan menyelimuti tubuhnya yang sudah pasti juga sangat lelah. Setelahnya aku pun kembali menuju ranjang untuk melepaskan lelah. Tak butuh waktu lama, aku sudah masuk keduniaan mimpi.
#aurora

Bersambung...



Posting Komentar untuk "Cerpen Cinta – Penawar Mata Part 4"