Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cerpen Cinta – Penawar Mata Part 7

Sihalo halo dolok sigompulon
Sahdia Ritonga


Genre : Misteri Dan Romance

Dua hari kemudian, yakni hari rabu Roby memboyong Aliya setelah pamit pada Abah, Umi dan juga Ayah Aliya. Jarak menuju tempat mengajar menjadi alasan bagi Roby. Saat hari menjelang sore, mereka sampai di desa Siaga Pangauban, kec. Batu Jajar, kab. Bandung Barat.

Memasuki pekarangan sebuah rumah minimalis, dengan ukuran 10 × 14 m persegi.

"Kita akan tinggal di sini, kak.?" Tanya Aliya saat mereka turun dari mobil.


"Iya. Tempatnya lebih dekat ke madrasah. Madrasahnya ada di ujung kompleks, gak jauh. Cuma 20 menit dari sini," terang Roby sambil mengeluarkan barang - barang mereka dari bagasi. "Ini kuncinya, Kamu buka pintu. Aku mau bawa barang - barang." Lalu menyodorkan sebuah kunci kepada Aliya.

"Assalamu'alaikum." Salam Aliya sambil masuk kedalam rumah. Memasuki ruang utama yang di jadikan ruang tamu. Aliya melihat ada dua kamar. Kamar utama terlihat lebih besar dan memiliki kamar mandi, sedangkan kamar yang satu lagi lebih kecil. Lalu ada ruang sholat dan juga dapur sekaligus ruang makan.

"Al, kamar kita yang ini," ucap Roby sambil berdiri di depan pintu kamar tidur utama. Aliya kemudian mengangguk sambil mengekor Roby.

"Sudah berapa lama kakak tinggal disini.?" Tanya Aliya sambil berlalu menuju kasur.

"Sudah dua tahun. Aku tinggal sendiri, hanya sesekali Umi dan Abah datang berkunjung," jawab roby sambil membuka lemari untuk mengambil baju ganti.

Ada rasa canggung di antara mereka. Bagaimana tidak, sekarang mereka tinggal berdua. Meskipun mereka menikah karena perjodohan, tetap saja mereka dua insan normal. Dan rasa canggung pasti ada saat dua manusia lain jenis kelamin tinggal seatap, terlebih lagi mereka telah terikat pernikahan.

Setelah membersihkan diri, Roby keluar dari kamar mandi dengan hanya menggunakan celana pendek dan sebuah handuk kecil di bahu. Aliya kaget bukan kepalang. Baru pertama kali melihat dada bidang suaminya.

"Ka- kakak. Kenapa tidak pakai baju.?" Tanyanya kaku sambil menunduk. Ia merasa seketika pasokan oksigen menghilang dari desa yang cukup asri ini.

Melihat tingkah Aliya, timbul ide jahil di benak Roby. Mendekat dan duduk di kasur tepat di hadapan Aliya. Roby mengangkat dagu Aliya hingga mereka beradu pandang. "Kenapa, hem?" Goda Roby sambil menaik turunkan alisnya.

Degup jantung Aliya semakin berpacu tak beraturan, nafasnya memburu. Terlebih saat ia sempat melirik lagi dada Roby yang masih telanjang. Ya, Tuhaaaaa. Dosakah mataku ini.? Gumamnya dalam hati.

"Ih, kakak. Ngapain, sih.? Buruan pake bajunya. Dasar mesum!" Teriak Aliya sambil menepis tangan Roby. Ia tidak bisa berlama-lama dalam posisi tadi. Seolah jantungnya ingin keluar. Roby tertawa geli melihat tingkah isteri kecilnya itu.

"Yasudah, kamu mandi. Sebentar lagi maghrib. Aku akan berangkat ke masjid." Aliya tak bergeming, masih mencoba menetralkan kegugupannya. Melihat hal itu membuat Roby semakin ingin menggoda Aliya.

Perlahan ia mendekatkan wajahnya pada Aliya, membuat Aliya terperanjat. Bukannya berhasil menetralkan kegugupan, jantungnya malah semakin berpacu. Seolah habis maraton mengelilingi dua benua dan dua samudera, hihihi

Semakin dekat wajah Roby, membuat Aliya membulatkan maniknya. Kemudian Roby mendekatkan bibirnya ke telinga Aliya. "Aku bisa dengar detak jantung, mu." Roby berbisik, membuat Aliya merasa geli akan hembusan nafas Roby.

Oh. ya, Tuhaaaaaaa. Entah bagaimana lagi menjelaskan perasaan Aliya sekarang. Sepertinya akan terkena serangan jantung. Wajahnya bersemu merah menahan malu. "Ih, kakaaaaaaak. Nyebelin!" Teriak Aliya sambil berlari ke kamar mandi. Seketika tawa Roby menggema di seantero kamar.

"Ih, dasar suami nyebelin. Gak tau apa jantung ku mau copot? Ih, nyebelin." Gerutu Aliya di dalam kamar mandi. Namun setelah melepas pakaian ia sadar tak membawa handuk. Waduuuhhh, kacau. Fikirnya.

"Kakak!" Teriak Aliya dari kamar mandi.

"Kenapa.?"

"Aliya lupa bawa handuk. Bisa tolong ambilin?" Lagi-lagi ide jahil muncul di benak Roby.

"Yaudah, aku ambilin. Tapi, aku boleh masuk, ya.?" Sambil membawa handuk Roby berniat membuka pintu.

"Eh, eh. Jangan masuuuuuk! Sini handuknya," teriak Aliya sambil menyodorkan tangannya dari balik pintu kamar mandi. Lagi - lagi Roby tertawa melihat tingkah isterinya yang menggemaskan.

"Bajunya mau aku ambilin sekalian, gak?" Goda Roby.

"Gak usah. Kakak berangkat ke masjid aja. Baru nanti Aliya pake baju," teriak Aliya lagi sambil melanjutkan aktivitasnya.

"Trus, kalo aku gak jadi ke masjid gimana.?" Teriak Roby.

"Ih, kakaaaaaaak. Kok nyebelin banget sih. Udah, sana berangkat!" Teriak Aliya sambil mengedor pintu kamar mandi. Lagi-lagi Roby tertawa melihat tingkah labil isterinya. Kemudian berangkat menuju masjid.

"Assalamu'alaikum." Roby membuka pintu. Ia pulang setelah sholat isya. Karna sudah beberapa hari tak muncul, membuat beberapa jamaah mesjid bertanya banyak padanya.

Namun Roby begitu kaget, melihat Aliya yang duduk meringkuk di salah satu sudut ruang tamu. "Kakak," lirih Aliya sambil mengangkat kepala. Wajahnya terlihat pucat, tubuhnya gemetar.

Roby langsung bergegas membantu Aliya bangun. "Kenapa lama sekali, kak. Aliya takut." Tubuhnya masih terus gemetar. Pasalnya, selesai sholat maghrib tadi, Aliya kembali melihat gadis dengan dress hitam itu lagi di halaman depan rumah. Kali ini penampilannya lebih menyeramkan, wajahnya penuh dengan luka dan darah. Membuat Aliya benar - benar takut.

"Kamu kenapa, Al.?" Tanya Roby sambil memeluk Aliya yang masih gemetar. Ada rasa bersalah menghinggapi Roby. Namun Aliya tak menjawab. Setelah merasa Aliya lebih tenang, Roby mengajaknya untuk makan malam. Saat perjalanan pulang dari masjid, Roby singgah di sebuah warung makan, membeli makan malam untuk mereka berdua.

Tak ada percakapan diantara mereka hingga selesai makan dan masuk kamar. Aliya masih terlihat syok.

"Al, dikamar ini tak ada sofa. Boleh aku tidur di sebelah, mu.?" Tanya Roby. Namun tak ada jawaban. Akhirnya Roby memutuskan tidur di kamar tamu.

"Baiklah, aku akan tidur di kamar sebelah. Kalau ada apa-apa panggil, aku," ucap Roby sambil berlalu.

Saat baru ingin terlelap, tiba - tiba listrik mati. Terdengar suara teriakan Aliya, membuat Roby panik. Bangkit, lalu dengan menggunakan senter ponsel berlari menuju kamar Aliya.

"Kenapa, Al.?" Tanya Roby sambil memeluk tubuh Aliya yang gemetar sambil menangis.


"Kakak, jangan tinggalin Aliya. Aliya takut!" Lirihnya sambil terisak dan mengeratkan pelukannya di pinggang Roby. Saat gelap seperti ini adalah hal yang paling menakutkan bagi Aliya. Sosok-sosok menyeramkan itu seolah selalu menghantui di saat gelap.

"Sudah, tidak apa-apa. Ada aku di sini." Roby mencoba menenangkan sambil mengelus lembut rambut isterinya itu.

Roby membimbing Aliya untuk kembali tidur. Sedikit kesusahan saat hendak naik ke kasur, karena Aliya tak mau melepaskan pelukannya. Hingga akhirnya Aliya terlelap di dekapan sang suami.
#aurora

Bersambung...




Posting Komentar untuk "Cerpen Cinta – Penawar Mata Part 7"