Siapa Yang Bertanggung Jawab Menafkahi Anak Yatim.? Ibunya atau Keluarga Ayahnya.?
Kepada
Alim - Ulama'
agar dikoreksi jika ada kekeliruan 🙏
Urutan
tanggung jawab nafkah itu:
Anak
laki - laki menjadi tanggung
jawab ayahnya sampai dia baligh (bisa mencari nafkah sendiri).
Anak
perempuan menjadi tanggung jawab ayahnya sampai dia menikah dan ketika menikah
nafkahnya beralih ke suami dengan sepenuhnya.
Ketika
suaminya meninggal atau bercerai, nafkahnya akan dikembalikan kepada ayahnya
dan saudaranya laki - lakinya
(keluarga pihak Istri).
Sementara
nafkah anak - anaknya
sepenuhnya tetap menjadi tanggung jawab mantan suaminya (jika cerai / masih
hidup), dan jika anak - anak ikut
ibunya dan masih dalam pengurusan (anak - anak atau bayi), ibunya masih tetap diberikan
nafkah karena mengurusi anak - anaknya
dan menyusui bayinya (bahkan penyusuannya ini pun mesti dibayar).
Jika
mantan suaminya ini tidak mampu atau karena meninggal, maka nafkah anak - anak
mereka menjadi tanggung jawab keluarga suaminya yang laki - laki
(bapaknya, kakeknya, abang / adek laki – laki nya, paman) sepenuhnya.
Di
jaman ini, khususnya di lingkungan kita, masyarakat Indonesia, agaknya hukum
ini sering diabaikan.
Bisa
jadi karena belum tahu atau bahkan tidak mau tahu.
Tapi
yang jelas, para wanita di sini (umumnya) sangatlah kuat, jangankan setelah
ditinggal mati atau bercerai, bahkan ketika suaminya di sisinya pun, nafkah
kerap ada di pundak sang istri.
Ketahuilah
wahai para laki - laki,
ketika istrimu menafkahi anak - anakmu
dengan cara yang
halal saja pun kalian tetap berdosa jika membiarkannya tanpa tanggung jawab
(kepedulian), meski mungkin masih dapat dimaklumi (walaupun sebenarnya itu
tetaplah sangat tak pantas), namun jika sampai istri memperoleh sesuatu untuk
menafkahi anak - anaknya dgn jalan yang haram dan mendidiknya dengan cara yang
salah, di akhirat kamu tentu akan lebih berat lagi mempertanggung jawab kan
atas nafkah dan pendidikan anak - anakmu itu, bahkan atas nafkah haram dan
pendidikan yang salah tersebut.
Sungguh
itu akan menjadi hutang yg bertumpuk. Karena sesungguhnya bagi perempuan, jika
dia meninggalkan anak - anakmu dan menelantarkannya, maka tidak ada
dosa baginya, karena mereka sepenuhnya menjadi tanggung jawabmu dan keluargamu.
Naifnya
lagi, ketika ada diantara para lelaki (mantan suami) yang kemudian menikahi
janda yang beranak, justru kebanyakan malah sibuk mendidik dan menafkahi anak
tirinya dengan mengabaikan anak - anak kandungnya sendiri yang mestinya menjadi
tanggung jawab utamanya. Menjalankan sunnah dengan mengabaikan kewajiban, maka
akan tekorlah pahala yang
ada.
Karena
sebagaimana menurut hukum Fiqh, Bahwa Jangankan anak - anak tiri yang bukan anak kandungmu, bahkan ketika wanita
yang kau nikahi itu hamil karenamu sebelum sah nikah, maka nafkahnya pun tetap
bukan kewajibanmu (sehingga kemudian kelak anak hasil zina semacam itu tak
termasuk sebagai ahli waris).
Dan
kalian, wahai wanita,
meski tak ada dosa bagimu membiarkan anak - anakmu, tapi kalian tetap merawat, manafkahi
dan mendidik mereka untuk mengenal Rabbnya mencintai Rasulnya dan berbakti pada
ayahnya (seburuk apapun dia) adalah jihadmu.
Pahala
berlimpah bagimu atas perjuangan dan keikhlasanmu, Insyaa Allah.
Karena
merawat, mendidik (apalagi di tengah kekecewaan mereka) sekaligus menafkahi
mereka, bukanlah perkara yang mudah.
Dan
ketahuilah, hak - hakmu kelak akan dikembalikan kepadamu di
akhirat.
Bahkan
jika kalian matipun karena itu maka Syahid lah hitungannya.
#SemogaBermanfaat🤲
Source : Copas
Bu Siti Masyithoh Hambali