Belajar Daring Ditengah Pandami Covid 19 Penuh Dengan Pro Kontra
Damean Rambe - Bicara pendidikan tiada
hentinya menuai perbalahan. Pro dan kontra ditemui diberbagai kalangan.
Perdebatan selalu muncul di beranda media sosial apalagi dimasa pandemi menyoal
belajar mengajar metode daring atau pembelajaran jarak jauh menuai perbantahan
panjang.
Keadaan
sekarang dilema bagai makan buah simalakama. Satu sisi kita menginginkan
pendidikan tetap berjalan dengan cara apapun itu dan daring di nilai jadi
solusinya namun disisi lain metode daring rupanya tidak berjalan mulus bagi mereka
yang tingkat ekonominya rendah, tidak punya gaway, belum bisa mengoperasikan
smartphone secara maksimal atau kendala di jaringan bagi mereka yang bertempat
tinggal di daerah terpencil.
Sehingga
kendala ini membuat sebagian mereka kewalahan dalam mengikutinya belajar secara
online. Misalnya saja keadaan di desa Sihalo – halo kecamatan Dolok Sigompulon Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumatera UTara yang
masih minim dari jaringan internet membuat beberapa siswa terpaksa tiap harinya
pergi kebukit agar bisa ikut belajar secara online.
Beberapa
hari belakangan perhatian saya tertuju pada mereka yang tiap pagi berangkat
dengan membawa beberapa perlengkapan sekolah dan tikar untuk alas belajar atau
sebagian mereka hanya beralaskan kaki dan tanah. Mereka belajar ditempat yang
tidak layak,
berpanas - panasan
dan terkadang dilanda hujan sehingga terpaksa membuat tempat berteduh karena
jam belajar sedang berlangsung.
Metode
belajar dilakukan Via-WA, guru memberikan soal melalui grup dan murid
mengerjakan jawaban dibuku tulis lalu hasilnya di kirim dalam bentuk foto.
Melihat keadaan yang dirasakan beberapa siswa terkhusus desa Sihalo - halo
yang minim dari jaringan internet sangat prihatin.
Revolusi
Industri 4.0 yang gencar dibicarakan pemerintah ternyata masih sebatas ilusi,
padahal jauh sebelum adanya pandemi kampanye revolusi industri sudah menjadi
kajian diskusi tapi masih nihil dalam aksi hal ini ditandai dengan tidak merata
nya jaringan internet dipenjuru negeri.
Disamping
jaringan internet yang belum memadai terdengar keluh kesah dari beberapa orang
tua kewalahan dalam memenuhi fasilitas semisal gaway yang mesti dimiliki oleh
para siswa namun tidak banyak dari mereka yang mampu memenuhinya sehingga tidak
jarang para siswa tidak ikut serta dalam belajar.
Keadaan
ini dirasakan oleh beberapa orang tua didesa bahkan mungkin di kota. Atau
sebagian dari mereka hanya menggunakan satu gaway untuk beberapa orang anaknya
secara bergantian karena tingkat ekonomi yang rendah tidak mendukung mereka
punya gaway ditiap individu siswa sehingga terkadang diantara mereka terkendala
ikut belajar daring karena memiliki jadwal yang sama ketika pelajaran sedang
berlangsung.
Prihatin,
seperti inilah contoh kecil fotret pendidikan online di masa pandemi bagi desa
terpencil terlihat jelas belum sanggupnya negara memberi fasilitas belajar
daring menggunakan technology informasi dan tingkat ekonomi yang masih jauh
dari kata mencukupi. Apa solusi selanjutnya, kemarin menteri Nadiem persilahkan
dana BOS dipakai beli kuota untuk belajar daring, mungkin ini bisa meringankan
biaya para orang tua. Akankah jaringan internet segera merata dipenjuru negeri.?
Coaba tanyakan kepada rumput yang bergoyang.
Posting Komentar untuk "Belajar Daring Ditengah Pandami Covid 19 Penuh Dengan Pro Kontra"
Silahkan tinggalkan komentar agar kami lebih baik.