Desa Sihalo – Halo Sudah Masuk Pembangkit Listrik Negara (PLN) 12 September 2020
Damean Rambe - Habislah
sudah masa yang gelap selesai sudah derita lama. Selamat tinggal masa kegelapan
selamat datang masa yang terang benderang penuh kecerahan. “ini masih seperti
tidak nyata” ungkapan dari banyak masyarakat desa. Bagaimana tidak, puluhan
tahun sudah kemerdekaan dirayakan baru saat ini ikut menikmati terangnya
pencahayaan. Jika ditanya bagaimana dengan keadaan sekarang? “Merdeka sudah!”
sahut beberapa warga. Jadi selama ini masih belum merdeka? “sudah, namun
merdeka harus dimaknai dengan cara luas”. Bukankah tanpa listrik juga kita udah
merdeka? “benar bahwa kemerdekaan bukan diukur dari masuknya listrik ke
tengah-tengah kita tapi zaman terus berubah madju dan berkembang hingga arus
listrik jadi salah satu faktor menuju sejahteranya masyarakat. Bukankah itu
tujuan daripada Merdeka yaitu cita-cita tercapai menuju bangsa yang sejahtera.
Rumah
kerumah obrolan tentang listrik jadi trending dikaki lima dan tempat lainnya.
Berkumpul dan membahas memang sudah sebuah tradisi di desa desa jika ada hal
baru yang mereka dapati. Apalagi ini mengenai listrik yang sejak lama
dinanti-nanti jadi hal yang wajar jika jadi perbincangan disana sini karena
malam gelap penuh kesunyian tanpa penyinaran sudah terakhiri. Selama 25 tahun
desa sekarang di mukimi oleh penduduk selama itu pula listrik belum dirasakan
oleh mereka. Malam gelap seperti tidak adanya kehidupan akhirnya berakhir.
Benar kata saya “selesai sudah derita yang lama”. Hari penuh sejarah bagi desa
ini sudah dinukilkan kemarin tepat dimalam minggu pertanggal 12 September 2020
berkat kerjasama perjuangan dan kerja keras pemerintah melalui PT PLN dengan
masyarakat setempat akhirnya desa ini terang benderang penuh pencahayaan.
Pastinya ucapan terimakasih kepada pemerintah dan siapapun yang ikut
berpartisipasi mendukung kelancaran proses terlaksananya program listrik ke
desa-desa.
Ibu-ibu
ikut riang bergembira karena pekerjaan dapur akan semakin mudah dikerjakan
semisal memasak nasi bisa beralih menggunakan reskuker yang sekian lama mereka
nanti. Anak-anak juga merasa bahagia luar biasa malam tidak jadi penghambat
lagi bagi mereka untuk belajar karena cahaya terang sudah bisa mereka nikmati
di malam hari. Menonton TV akhirnya bisa dilakukan kapan saja tidak seperti
sebelumnya hanya di waktu tertentu saja. Nge Cas HP dan alat elektronik lainnya
pun sudah mudah dilakukan tidak seperti hari-hari kemarin hanya satu dua tiga
lampu yang hidup di desa itupun ketika malam hari tiba dengan waktu terbatas
hanya 2 sampai 3 jam saja. Tidak gratis, ada tempat pengecasan HP dan
elektronik lainnya berbayar dengan uang nominal seribu rupiah dalam sekali
pengecasan. Bayangin dalam sebulan buat NgeCas harus membayar tiga puluh ribu
rupiah. Mungkin jumlah itu sudah bisa jadi biaya beli pulsa listrik selama
sebulan penuh jika hanya menggunakan 2 lampu dan pengecasan HP serta alat
elektronik lainnya semisal kotak musik. Benar kata saya “selesai sudah derita
yang lama”.
Tidak
sedikit diantara mereka melakukan tradisi ‘mangitak’ yaitu sebuah kebiasaan
masyarakat adat sebagai ungkapan rasa syukur kepada tuhan yang maha esa dengan
harapan semoga diberi keberkahan terhadap pencapaian baru yang dimiliki.
Mangitak dilakukan di rumah masing-masing padahal peresmian secara keseluruhan
pun nantinya akan dilakukan kendati demikian masyarakat tetap mangitak di
masing-masing rumah sebelum mangitak secara keseluruhan dilaksanakan. Perjuangan
dan penuh penantian sekian lama akhirnya masyarakat dapati. Setahun lamanya
kabar angin segar akan masuknya listrik ke desa namun harapan itu kemarin
hampir sirna di karenakan tidak sedikitnya kendala yang didapati dalam upaya
penerangan desa. Kendala mulai dari jalan yang sukar di lintasi hingga
kurangnya komunikasi antara pemerintah dengan kontraktor sehingga setahun
lamanya tanpa kepastian membuat semuanya hampir sirna. Padahal instalasi
listrik sudah di pasang di tiap-tiap rumah.
Jika
di ulang kembali beberapa bulan kebelakang kita melihat perjuangan masyarakat
dalam upaya pemasukan listrik ke desa. Tonggak listrik dengan berat ratusan
kilo di pikul secara bersama di jalan terjal dengan jarak yang lumayan jauh,
dari sini kita belajar bahwa perjuangan dan semangat tidak boleh di patahkan,
tidak masuknya roda empat ke desa bukan sepenuhnya penghalang masuknya listrik
ke desa desa. Jika bersama semua pasti bisa berat di pikul bareng dan ringan
jinjing bersama. Alangkah indahnya kebukit sama mendaki ke lurah sama menurun.
Di
siang hari kudengar alunan musik bergema ku teringat beberapa tahun kebelakang
seorang bapak tua pernah bermimpi sebelum akhir hidupnya kiranya bisa menikmati
lagu-lagu kesenangannya di putar selesai bekerja tanpa menghidupkan mesin genset
lagi. Itu tercapai di sisa-sisa hidupnya ‘habislah sudah masa yang kelam
selesai sudah derita lama’. Semoga kehadiran negara kian hari makin dirasa oleh
masyarakat kita terkhusus mereka yang tinggal diberbagai pelosok negeri jika
puan dan tuan punya sedikit waktu sekali-sekali cobalah berkunjung melihat
keadaan mereka.
Berbagai
fotret desa Sihalo-halo, Kec. Dolok Sigompulon, Kab. Padang Lawas Utara