Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Fiqih Muamalah II Pengertian Hukum dan Syarat Qardh



A.   PENGERTIAN QARDH

          Qardh adalah harta pinjaman yang diberikan kepada orang yang membutuhkan dari mal mitsli yang kemudian dibayar atau dikembalikan. Atau kata lain ialah pinjaman yang diberikan kepada seseorang yang sangat membutuhkan dan akan dikembalikan dengan jumlah yang sama saat dipinjamkan. Qardh juga berarti pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali.

          Secara etimologi qardh merupakan bentuk masdar dari qaradha asy-syai’—yaqridhu, yang berarti dia memutuskannya. Qardh adalah bentuk masdar yang berarti memutuskan. Al-qardh adalah sesuatu yang diberikan oleh pemilik untuk dibayar.


          Adapun qardh secara ertimologis adalah memberikan harta kepada orang yang akan memanfaatkannya dan mengembalikan gantinya dikemudian hari. Menurut kompilasi hukum ekonomi syariah qardh adalah penyedian dana atau tagihan antar lembaga keuangan syariah dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam untuk melakukan pembayaran secara tunai atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.[1]

          Defenisi qardh menurut para ulama dalam berbagi kitab fiqih dapat dibedakan menjadi dua. Ulama hanafiyah lebih fokus pada penjelasan mengenai al-mal al-matfu’ atau harta yang diserahkan : atau dinamai al-qard, sedangkan ulama malikiyah, syafiah, dan hanabilah lebih fokus pada penyerahannya. [2]

          Qardh juga yang biasa dikenal sebagai utang piutang memiliki pengertian umum yang hampir mirip dengan proses jual beli, dikarenakan qardh juga merupakan salah satu jenis salaf (salam). Beberapa ulam seperrti dikutip oleh wahbah zulhaili mengatakan bahwa qardhbadalah jual beli itu sendiri.

          Qard banyak berlangsung pada kegiatan perbankan syariah yang dimana fatwa DSN-MUI No.19/DSN-MUI menjelaskan prinsip-prinsip qardh ini boleh digunakan sebagai akad pinjaman dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterima kepada perbankan pada waktu yang telah disepakati bersama.

          Macam-macam qardh diantaranya ialah telah dikelompokan kedalam 3 kelompok yaitu : dilihat dari segi subjectnya (pemberi hutang),dari segi waktu pelunasannya. Dilihat dari bagian si pemberi hutang, maka dapat dibedakan atas:

 

a.    Duyun Allah atau hutang kepada allah ialah hak-hak yang wajib dibayarkan oleh seseorang karena perintah allah kepada orang-orang tertentu yang berhak menerimanya.

 

b.    Duyun al-ibad atau hutang kepada sesama manusia yang dikaitkan dengan rungguhan tersebut, jika orang yang berhutang tidak mampu membayarnya.

Dilihat dari segi kuat atau lemahnya pembuktian kebenarannya dapat dibedakan atas:

1.    Duyun as-sihah adalah hutang piutang yang kebenarannya dapat dibuktikan dengan surat keterangan atau pernyataan tertulis, dan pengakuan yang jujur dari orang yang berhutang, baik ketika dia sedang dalam keadaan sakit yang belum terlalu parah.

2.    Duyun al-marad adalah hutang piutang yang hanay didasarkan atas pengakuan dari orang yang berhutangketika dia sedang sakit parah yanhg beberapa saat kemudian meninggal, atau pengakuan yang diucapkan ketia dia sedang menjalani hukuman mati dalam tindak pidana pembunuhan.

Dilihat dari segiwaktu pelunasannya dibedakan atas:

Ø  Duyun al-halah adalah hutang piutang yang sudah tiba waktu pelunasannya atau hutang yang sudah jatuh tempo sehingga harus dibayar dengan segera.

Ø  Duyun al-mujjalah adalah hutang piutangyang belum jatuh tempodan tidak mesti dibayar dengan segera.

 

B.   LANDASAN HUKUM

Dasar hukum yang didasari oleh al-quran ,sunnah dan ijma’. Landasan berdasarkan al-Qur’an

Surah al-baqarah ayat 245:               

“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak dan allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-nya lah kamu dikembalikan”.

Sedangkan dasar hukum yang didasari oleh sunnah ialah berupa riwayat hadist Ibnu Mas’ud:ع

“Ibnu Ma’ud meriwayatkan nabi Muhammad SAW berkata “bukanlah seorang     muslim yang meminjamkan muslim (lainnya) dua kali kecuali yang satunya adalah sedekah”.

          Dalam ijma’ para ulama telah berpendapat bahwa hutang piutang ataupun yang disebut dengan qardh adalah hukumnya diperbolehkan, dikarenakan tidak ada yang salah dalam pelaksanaan akad ini namun tetap didasari dengan ketentuan dan hukum yang harus dianjurkan dalam islam. Qardh harus dijauhkan dari riba dikarenakan akan berdosa jika menerapkan sistem riba yang berlaku dalam qardh. Adapun contoh kecil riba dalam qardh ialah saat seseorang hendak meminjamkan uang namun saat itu juga dia berkata sipeminjam akan mengembalikan uang tersebut namun dengan jumlah uang lebih atau tambahan dari uang pinjaman awal maka sudah termasuk riba dalam akad tersebut dan perilaku itu diharamkan.

Hal ini juga berlaku kepada pihak jasa peminjam yang biasa menaikan jumlah uang lebih ataupun menerapkan bunga dalam transaksi pinjam-meminjam yang sering disebut dengan rentenir, kegiatan yang mereka lakukan ini sangatlah salah dan bertentangan dengan ajaran agama islam,dan sesungguhnya melakukan riba adalah dosa yang besar.

          Juga riba qardh jahiliyah yang jika seorang peminjam meminjam sejumlah uang dan melakukan kesepakatan jangka waktu yang ditetapkan akan mengembalikan uang tersebut namun saat waktu yang ditetapkan sudah jatuh tempo namun sipeminjam belum mampu membayar dan yang meminjamkan tersebut akan memberikan penambahan jangka waktu pengembalian namun dengan syarat sipeminjam bersedia memberi tambahan dalam membayar hutangnya maka ini adalah prilaku yang tidak diberlakukan untuk seorang muslim karena ini adalah perbuatan dosa dan yang nantinya kembali akan memberatkan sipeminjam dan menjadi memiliki tanggungan hutang yang berlipat ganda.

 

C. HUKUM DAN SYARAT QARDH

          Menurut Imam Abu Hanifah dan Muhammad, Qard baru berlaku dan mengikat apabila barang atau uang yang telah diterima. Apabila seseorang meminjam sejumlah uang dan ia telah menrimanya maka  uang tersebut telah menjadi miliknya dan ia wajib mengembalikandengan sejumlah uang yang sama.

          Dan malikiyah juga berpedapat bahwa qardh hukumnya sama dengan hibah, dan ‘ariyah berlaku dan mengikat dengan telah terjadinya akad (ijab qabul) walaupun muqtaridh belum menerima barangnya. Dalam hal itu muqtaridh boleh mengembalikan persamaan(mirip) dari barang yang dipinjamnya dan boleh pula mengembalikan kembali barang tersebut.

Rukun Akad Qardh Antara Lain Ialah:

1.Muqridh (da’in) yaitu pihak yang memberikan pinjaman hartaatau yang memilki piutang (hak tagih).

2. Muqtaridh (madin),yaitu pihak yang menerima pinjaman harta atau yang memilki utang (wajib bayar).

3. Al-qardh (al-ma’qud’alaih),harta yang dipinjamkan yang wajib dikembalikan.

4. Shighat al-‘aqd, yaitu pernyataan ijab dan qabul.

Adapun beberapa hal tentang ketentuan dalam pelaksanaan qardh ini ialah:

a.    Akad Qardh dilakukan dengan shihgat ijab dan kobul atau bentuk lain yang dapat menggantikannya, seperti mu’atah (akad dengan tindakan/saling memberi saling mengerti).

Shihgat yang dimaksud adalah ijab dan kobul, tidak ada perbedaan diantara fuqaha bahwa ijab kobul itu sah dengan lafazh hutang dengan semua lafazh yang menunjukan maknanya, seperti kata, “aku memberimu utang,” atau “aku mengutangimu.” Demikian pula khbulsah dengan lafazh yang menunjukan kerelaan, seperti “aku berhutang,” atau “aku menerima,” atau “aku ridha” dsb.

b. Kedua belah pihak yang terlibat akad harus cakap hukum ( berakal,baligh dan tanpa paksaan).

c. Menurut kalangan hanfiyah, harta yang dipinjamkan haruslah harta yang ada padanya dipasaran, atau padanan nilainya, sementara menurut jumhur ulama, harta yang dipinjamkan dalm qardh dapat berupa harta apa saja yang dapat dijadikan tanggungan.

d. Ukuran, jumlah, jenis,dan kualitas harta yang dipinjamkan harus jelas agar mudah untuk dikembalikan. Hal ini untuk menghindari perselisihan diantara pihak yang melakukan akad qardh.

                                                                                                                                                                         1. Harta berupa harta yang ada padanya, maksudnya harta yang satu sama laindalam jenis yang sama tidak banyak berbeda yang mengakibatkan perbedaan nilai, seperti uang, barang-barang yang dapat di takar, timbangan,ditanam, dan dihitung.

2. harta yang diutangkan disyaratkan berupa benda, tidak sah mengutangkan manfaat (jasa)

3. harta yang diutangkan diketahui,yaitu diketahui kadarnya dan diketahui sifatnya.

f. Aqidain, iyalah dua pihak yang melakukan transaksi adalah pemberi utang dan pengutang. Adapun syarat - syarat bagi pengutang adalah merdeka, balig, berakal sehat, dan pandai (rasyid,dapat membedakan baik dan buruk).

 Ulama Hanafiyah berpedapat bahwa qardh dipandang sah pada harta mitsil, yaitu sesuatu yang tidak terjadi perbedaan yang menyebabkan terjadinya perbedaan nilai. Diantara yang dibolehkan ialah benda - benda yang ditimbang, ditakar atau dihitung. Qard selai dari perkara diatas dipandang tidak sah, seperti hewan, benda - benda ynag menetp di tanah dan lain - lain.

 

D.  WAKTU DAN TEMPAT PENGEMBALIAN QARDH

Utang berbeda dengan hibah, shadaqah, dan hadiah. Hibah, shadaqah, dan hibah merupakan pemberian yang tidak perlu dikembalikan. Sedangkan utang adalah pemberian kepemilikan atas barang dengan ketentuan barang tersebut harus dikembalikan, baik dengan barang maupun harganya.

          Pengambalian ini dianjurkan untuk dilakukan secepatnya, apabila orang yang berutang telah memliki uang atau barang untuk pengembaliannya itu. Apabila kondisi orang yang berutang dalam kondisi kesulitan dan ketidakmampuan, maka kepada orang yang memberikan utang dianjurkan untuk memberikan keronggaran dengan menunggu sampai ia mampu membayarkan utangnya. Hal ini sesuai firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 280:

Artinya : dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesusahan, maka berikanlah tangguh sampai ia berkelapangan. Dan menyedekakan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.

          Utang harus segera dilunasi agar tidak menjadi beban pada saat orang yang berutang meninggal dunia, apabila ia sudah mampu tapi ia menunda-nunda pembayaran hutangnya, maka ia termasuk orang yang zalim.

          Sedangkan untuk tempat pembayaran qarad ulama fiqh sepakat bahwa qarad harus dibayar ditempat terjadinys akad secara sempurna. Namun demikian, boleh membayarkan ditempat lain apabila tidak ada keharusan untuk membawanya atau memindahkannya, juga tidak halangan di jalan. Sebaliknya, jika terdapat halangan apabila membayar ditempat lain. Muqrid tidak perlu menyerahkannya.

 

E.  HARTA YANG HARUS DIKEMBALIKAN

        Dari sisi muqridh (orang yang memberikan utang), Islam menganjurkan kepada umatnya untuk memberikan bantuan kepada orang lain yang membutuhkan dengan cara memberi utang. Dari sisi muqtaridh, utang bukan perbuatan yang dilarang, melainkan dibolehkan karena seseorang berutang dengan tujuan untuk memanfaatkan barang atau uang yang diutangnya itu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan ia akan mengembalikan nya persis seperti yang diterimanya.

        Adapun harta yang harus dikembalikan berupa  harta yang ada padanya, maksudnya harta yang satu sama lain dalam jenis yang sama tidak banyak berbeda yang mengakibatkan perbedaan nilai, seperti uang, barang-barang yang dapat di takar, timbangan,ditanam, dan dihitung.

Pengembalian harta yang tidak diberlakukan ialah harta jasa, dan juga jasa tidak bagian dari sebuah syarat harta yang termasuk dalam akad qardh.

Adapun beberapa harta qardh ialah ada enam macam yaitu emas dan perak yang dimana kedua barang ini sama nilainya dengan uang atau biasa disebut dengan tsamaniyah. Sedangkan untuk jenis yang kedua ialah gandum, jewawut, kurma dan garam yang dimana jenis ini tergolong dalam golongan Ath’imah (makanan).

 

F. PROBLEMATIKA QARDH PADA MASA SEKARANG

        Pada masa sekarang wawasan setiap muslim makin hari terus berkembang dan akan tetap terus berkembang, problematika terkait qardh dalam kehidupan setiap muslim dan terkhusunya untuk masa sekarang, setiap mulim telah diberikan pegangan berupa Al-Qur’an, Hadist serta ijma’ yang akan sangaat berfungsi untuk mengatur setiap kegiatan muslim di dunia.

Permasalahan yang mungkin sering kali muncul ialah terkait dengan sistem pinjaman yang tidak lagi didasari oleh syariat islam, pada dasarnya qardh adalah sebuah kegiatan yang sederhana yang tetap mengatasdasarkan.

Contoh kasus :

Suatu akad pinjaman (penyaluran dana) kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya kepada Lembaga Keuangan Syariah pada waktu yang telah disepakati antara nasabah dan LKS.



 

 

Posting Komentar untuk "Fiqih Muamalah II Pengertian Hukum dan Syarat Qardh"