Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Fiqih Muamalah II Syirkah Hukum Syirkah Rukun & Syarat Syirkah

Rukun syirkah


A. Pengertian Syirkah

          Secara etimologis syirkah berarti ikhtilah (pencampuran), yakni bercampurnya satu harta dengan harta yang lain, sehingga tidak bisa dibedakan antara keduanya. Selanjutnya, kata syirkah itu digunakan oleh umat islam untuk sebuah transaksi perkongsian dalam dunia bisnis ( AL- Zuhaili, 1989:387 ). Dalam mendefinisikan Syirkah secara istilah syar’i, para ulama berbeda penekanan yang mengakibatkan perbedaan rumusan redaksional.

          Secara redaksional terdapat sejumlah rumusan mengenai makna Syirkah sebagai berikut :

1.  Menurut Malikiyah

          Syirkah adalah pemberian wewenang kepada pihak-pihak yang bekerja sama. Artinya, setiap pihak memberikan wewenang kepada partnernya atas harta yang dimiliki bersama dengan masih tetap berwenang atas harta masing-masing.

2.  Menurut Hanabilah

          Syirkah adalah berhimpunnya hak dan wewenang untuk men-tasharruf-kan bisnis tersebut.

3. Menurut Hanafiyah

             Syirkah adalah suatu akad yang terjadi antara dua orang yang berserikat dalam modal dan keuntungan.

4. Menurut Syafi’iyah

             Syirkah adalah eksisnyahak pada suatu bisnis yang dimiliki oleh dua orang atau lebih.

 

          Syirkah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam hal permodalan, keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati oleh pihak-pihak yang berserikat.

6.  Menurut Syihab al-Din al-Qalyubi wa Umaira

 Syirkah adalah penetapan hak pada sesuatu bagi dua orang atau lebih.

7. Menurut  Imam Taqiyuddin Abi Bakr Ibn Muhammad al-Husaini

             Ibarat penetapan suatu hak pada sesuatu yang satu untuk dua orang atau lebih dengan cara yang telah diketahui.

8. Menurut Hasbi Ash-Shiddieqie

           Akad yang berlaku antara dua orang atau lebih untuk ta’awun dalam bekerja pada suatu usaha dan membagi keuntungannya.

 

B. Dasar Hukum Syirkah

1.   Al-Qur’an

          Para ulama fiqh sepakat terhadap kebolehan akad syirkah, hal ini berdasarkan kepada firman allah dalam surat al-Nisa’(QS.38:24) yang artinya :

Artinya : “Daud berkata: “Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini”. dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat.”

2.   Hadits

          Di samping ayat-ayat di atas, dijumpai pula sabda rasulullah SAW yang membolehkan akad syirkah. Dalam sebuah hadits kudsi rasulullah SAW bersabda:

 أنا ثا لث الشاركني ما لم خين أحدهما صا حبه فاذا خانه خرجت من بينهما

          Sesungguhnya Allah ’Azza wa Jalla berfirman, Aku pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satunya tidak mengkhianati lainnyaH.R.Abu Daud dan Hakim dan mereka menshahihkan hadits ini.

           Maksud hadis ini adalah bahwa Allah akan menjaga dan membantu mereka yang bersyerikah dengan memberikan tambahan pada harta mereka dan melimpahkan berkah pada perdagangan mereka. Jika ada yang berkhianat, maka berkah dan bantuan tersebut dicabut Allah.

3.   Ijma’

          Para Ulama telah konsensus (Ijma’) membolehkan syirkah, meskipun ada perbedaan pendapat dalam persoalan-persoalan detailnya. Atas dasar ayat, hadits dan ijma’ di atas para ulama fiqh menyatakan bahwa akad syirkah mempunyai landasan yang kuat dalam hukum islam, sehingga sebagaimana yang dinyatakan Ibn Al-Mundzir bahwa kebolehan syirkah telah disepakati ulama (Sabiq, 1989:354).

 

C. Rukun & Syarat Syirkah

          Menurut jumhur ulama rukun Syirkah ada tiga macam :

a. Pihak yang berkontrak (‘aqidani )

          Disyaratkan bahwa mitra harus kompeten (cakap secara hukum) dalam bertransaksi dan tentunya berkompeten dalam memberikan atau menerima kekuasaan perwakilan (Sabiq,1989:388).

b. Objek yang diakadkan (ma’qud ‘alaih)

          Objek yang diakadkan dalam syirkah ini adalah dana (Modal). Dana (Modal) yang diberikan harus uang tunai. Tapi sebagian ulama yang lain memberikan kemungkinan bila modal berwujud asset perdagangan, seperti barang-barang, properti, dan sebagainya. Bahkan bisa dalam bentuk hak yang non fisik,seperti lisensi dan hak paten (Antonio, 1999:191).

c. Sighat (Ijab dan qabul)

          Dalam ijab qabul terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi, ulama fiqh menuliskannya sebagai berikut :

1)   Adanya kejelasan maksud antara kedua belah pihak

2)   Adanya kesesuaian antara ijab dan qabul

3)   Adanya pertemuan antara ijab dan qabul (berurutan dan menyambung)

4)   Adanya satu majlis akad dan adanya kesepakatan antara kedua belah pihak, tidak menunjukkan penolakan dan pembatalan dari keduanya.

 

D.   Macam – Macam Syirkah

Syirkah secara garis besar terbagi atas dua jenis yaitu syirkah hak milik (syirkah al-amlak) dan syirkah transaksi (syirkah al-uqud). Syirkah hak milik adalah syirkah terhadap zat barang, seperti syirkah dalam suatu zat barang yang diwarisi oleh dua orang atau yang menjadi pembelian  mereka atau hibah bagi mereka. Adapun syirkah transaksi bisa di klarifikasikan menjadi lima macam yaitu ‘inan, ‘abdan, mudharabah, wujuh, dan mufawadhah [1]

1) Syirkah ‘inan, adalah persekutuan antara dua orang dalam harta milik untuk
    
berdagang secara bersama-sama, dan membagi laba atau kerugian bersama-
    
sama.[2]

2) Syirkah Mufawadhah, adalah transaksi dua orang atau lebih untuk berserikat
    
dengan syarat memiliki kesamaan dalam jumlah modal, penentuan keuntungan,
   
pengolahan, serta agama yang dianut.

3) Syirkah Abdan, merupakan kesepakatan para direktur perusahaan untuk
   
berserikat dalam menerima para pekerja tersebut diserikatkan sesuai dengan
   
kesepakatan kedua belah pihak.

4) Syirkah Wujuh, yaitu bahwa dua orang atau lebih membeli sesuatu tanpa
   
permodalan, yang ada hanyalah pedagang, terhadap mereka dengan catatan
   
bahwa keuntungan terhadap mereka. Syirkah ini adalah syirkah tanggung jawab
   
tanpa kerja dan modal.

5) Syirkah Mudharabah, syirkah ini terbentuk antara dua belah pihak dimana
   
pihak pertama menyerahkan keseluruhan modal (shahib al-mal) dan pihak
   
kedua adalah orang yang mengelola modal tersebut (mudharib). Dalam syirkah
   
ini keuntungan akan dibagi sesuai proporsi yang telah disepakati oleh dua belah
   
pihak. Sedangkan kerugian dalam syirkah ini akan di tanggung oleh pemodal
   
selama tu bukan kelalaian dari pengelola.

 

E. Berakhirnya Syirkah

     Para ulama mengemukakan sebab – sebab berakhirnya syirkah yaitu:

a. Salah satu anggota syirkah meninggal dunia, gila, tercegah membelanjakan
  
hartanya karena pailit atau kemunduran berfikir; menarik diri dari keanggotaan
 
perserikatan dalam waktu yang tidak ditentukan, keluar dari keanggotaan serikat.

b.  Berakhirnya masa yang ditetapkan dalam perserikatan.

c. Pekerjaan perserikatan telah selesai atau perserikatan tidak mungkin
  
menjalankannya.

d. Rusaknya harta perserikatan .

e. Kesepakatan mengakhiri perserikatan sebelum habis masa yang ditetapkan.

f. Menggabungkan perserikatan ke dalam perserikatan lain.

g. Perserikatan dijual kepada umum (go public).

h. Salah satu pihak ditaeuh di bawah pengampuan, baik karena boros yang terjadi
   
pada waktu perjanjian syirkah tengah berjalan maupun sebab yang lainnya.

i. Salah satu pihak jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa lagi atas harta
  
yang menjadi saham syirkah. Pendapat ini dikemukakan oleh mazhab Maliki,
  
Syafi’I dan Hanbali. Hanafi berpendapat bahwa keadaan bangkrut itu tidak
  
membatalkan perjanjian yang dilakukan oleh yang bersangkutan.

j. Modal para anggota syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atas nama syirkah.
  
Bila modal tersebut lenyap sebelum terjadi percampuran harta hingga tidak
 
dapat dipisah-pisahkan lagi, yang menanggung resiko adalah para pemiliknya
 
sendiri. Apabila harta lenyap setelah terjadi percampuran yang tidak bisa
 
dipisah-pisahkan lagi, menjadi resiko bersama. Kerusakan yang terjadi setelah  
 
dibelanjakan, menjadi resiko bersama. Apabila masih ada sisa harta, syirkah
 
masih dapat berlangsung dengan kekayaan yang masih ada.

k. Sedangkan dalam syirkah mufawadhah, akad dinyatakan batal apabila modal masing-masing pihak tidak sama jumlahnya, karena yang menjadi objek adalah kesamaan baik dalam modal, kerja maupun keuntungan yang dibagi.

Contoh Kasus :

Mail dan Doni sepakat menjalankan bisnis dengan memproduksi dan menjual belikan meubel. Masing-masing mereka memberikan kontribusi modal sebesar Rp. 50 juta dan keduanya sama-sama bekerja dalam syirkah tersebut. Tanpa ada perbedaan satu dengan yang lainnya yang keuntungan dan kerugiannya ditanggung bersama sesuai kesepakatan yang telah dilaksanakan.



 

 

 

Posting Komentar untuk "Fiqih Muamalah II Syirkah Hukum Syirkah Rukun & Syarat Syirkah"