Fiqih Muamalah II - Pengertian Wakaf Sejarah Wakaf Unsur Wakaf Syarat Wakaf dan Rukun Wakaf di Indonesia

A. Pengertian Wakaf
Wakaf adalah suatu kata yang berasal dari bahasa Arab,
yaitu waqf yang berarti menahan, menghentikan atau mengekang, arti lain yang
searti dengan waqf adalah haba. Kata waqaf di ucapkan dalam bahasa Indonesia
dengan wakaf. Ucapan inilah yang di pakai dalam perundang-undangan Indonesia.
Para ahli juga berbeda-beda dalam mendefinisikan wakaf
menurut istilah
a. Abu Hanifah
Wakaf
adalah menahan suatu benda yang menurut hukum, tetap milik si wakif dalam
rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Berdasarkan definisi ini maka
kepemilikan harta wakaf tidak lepas dari si wakif, bahkan di benarkan ia boleh
menariknya kembali dan ia boleh menjualnya. Jika si wakif wafat harta tersebut
menjadi harta warisan untuk ahli warisnya. Jadi yang timbul dari wakaf hanyalah
“menyumbangkan manfaat”.
b. Mazhab maliki
Mazhab ini berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang di wakafkan dari kepemilikan wakif, namun wakaf tersebut mencegah wakif melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut kepada yang lain dan waqif berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik kembali wakafnya. Wakaf di lakukan dengan mengucapkan lafadz wakaf untuk masa tertentu sesuai dengan keinginan pemilik. Dengan kata lain, pemilik harta menahan benda itu dari penggunaan secara kepemilikan, tetapi membolehkan pemanfaatan hasilnya untuk tujuan kebaikan, yaitu memberi manfaat benda secara wajar sedangkan benda itu masih tetap menjadi milik si wakif.
c. Mazhab syafi’i dan Ahmad bin Hambal
Mazhab ini berpendapat bahwa wakaf adalah melepaskan
harta yang di wakafkan dari kepemilikan wakif, setelah sempurna prosedur
perwakafan, wakif tidak boleh melakukan apa saja terhadap harta yang di
wakafkan. Jika wakif wafat harta yang di wakafkan tidak dapat di warisi oleh
ahli warisnya. Wakif menyalurkan manfaat harta yang diwakafkannya kepada mauquf
‘alaih (yang di beri wakaf) sebagai sedekah yang mengikat, dimana wakif tidak
dapat melarang penyaluran sumbangannya tersebut.
d. Mazhab lain
Mazhab lain sama dengan mazhab ketiga, namun berbeda dari
segi kepemilikan atas benda yang di wakafkan yaitu menjadi milik mauquf ‘alaih,
meskipun mauquf ‘alaih tidak berhak melakukan suatu tindakan atas benda wakaf
tersebut, baik menjual atau menghibahkannya.
Menurut istilah ialah menghentikan (menahan) perpindahan
milik suatu harta yang bermanfaat dan tahan lama, sehingga manfaat harta itu
dapat di gunakan untuk mencari keridhoan Allah SWT.
Dasar hukum wakaf ialah
لَن تَنَالُوا۟ ٱلْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا۟
مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنفِقُوا۟ مِن شَىْءٍ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌ
Artinya : “kamu sesekali tidak sampai kepada kebaikan
(yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan
apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.”
(Q.S. Ali-Imran : 92)
e. EJ. Bill Leiden
Dalam The Shorter Encyclopedia of Islam sebagaimana
dikutip oleh Muhammad Daud Ali menyatakan bahwa wakaf adalah to protect a
thing, to provent it from becoming the property of a third person ( memelihara
suatu barang atau benda dengan jalan menahannya agar tidak menjadi milik pihak
ketiga).
f. Majelis Ulama Indonesia
Menahan harta (baik berupa asset tetap maupun asset
lancar) yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya atau pokoknya, dengan cara
tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut (menjual, memberikan,
atau mewariskannya), untuk disalurkan (hasilnya) paa sesuatu yang mubah (tidak
haram) yang ada.
B. Sejarah Wakaf
Dalam sejarah Islam wakaf di kenal sejak masa Rasulullah
SAW karena wakaf di syariatkan setelah Nabi SAW berhijrah ke Madinah, pada
tahun kedua Hijriah. Ada dua pendapat yang berkembang di kalangan ahli
yurisprudensi Islam (fuqaha) tentang siapa yang pertama kali melaksanakan
syari’at wakaf. Menurut sebagian pendapat ulama mengatakan bahwa yang pertama
kali melaksanakan wakaf ialah Rasulullah SAW, wakaf tanah milik Nabi SAW untuk
dibangun majid. Pendapat ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin
Syihab dari ‘Amr bin Sa’ad bin Mu’ad yang artinya “ kami bertanya tentang
mula-mula wakaf dalam Islam, orang Muhajirin mengatakan adalah wakaf Umar,
sedangkan orang-orang Anshor mengatakan adalah wakaf Nabi Muhammad SAW.
(Asy-Syaukani : 192).
Rasulullah SAW pada tahun ketiga Hijriah pernah mewakafkan
tujuh kebun kurma di Madinah di antaranya ialah kebon A’raf, Shafiyah, Dalal,
Barqah, dan kebon lainnya.
Sejak masa
Rasulullah, masa kekhalifahan dan masa dinasti-dinasti Islam sampai sekarang
wakaf masih di laksanakan dari waktu ke waktu di seluruh negeri muslim,
termasuk di Indonesia. Hal ini terlihat dari kenyataan bahwa lembaga wakaf yang
berasal dari agama Islam ini telah di terima menjadi hukum adat bangsa
Indonesia sendiri. Di samping itu suatu kenyataan bahwa di Indonesia terdapat
banyak benda wakaf, baik benda bergerak maupun tak bergerak.
Kalau
di perhatikan di negara-negara muslim
lain, wakaf mendapat perhatian yang cukup sehingga wakaf menjadi amal sosial
yang mampu memberikan manfaat kepada masyarakat banyak. Dalam perjalanan
sejarah wakaf terus berkembang dan akan selalu berkembang bersamaan dengan laju
perubahan zaman, dengan berbagai inovasi yang relevan, seperti bentuk wakaf
tunai, wakaf HAKI (hak atas kekayaan intelektual) dan lain-lain.
C. Unsur Wakaf
Menurut pasal 6 UU No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf
1. Wakif
Wakif ialah orang yang mewakafkan harta benda miliknya,
wakif meliputi perseorangan, organisasi dan badan hukum. Syarat wakif
perseorangan ialah dewasa, berakal sehat, tidak terhalang melakukan perbuatan
hukum, dan pemilik sah harta benda wakaf.
2. Nazhir
Nazhir ialah orang yang diserahi tugas pemeliharaan dan
pengurusan benda wakaf. Sebelum nazhir melaksanakan tugas, maka harus
mengucapkan sumpah dihadapan kepala kantor urusan agama kecamatan dan
disaksikan sekurang-kurangnya dua orang saksi.
D. Rukun Wakaf
1. Wakif (orang yang berwakaf) dengan syarat-syarat :
Ø
Wakif
itu adalah pemilik sah dari harta yang akan di wakafkan. Harta yang belum jelas
tidak boleh di wakafkan, seperti harta warisan yang belum dibagikan, harta
berserikat yang belum ditentukan siapa pemiliknya, harta yang telah di jual
tetapi belum lunas pembayarannya, dan lain-lain.
Ø
Wakif
mempunyai kecakapan melakukan tabarru’, yaitu kecakapan melepaskan hak miliknya
kepada orang lain. Yang menjadi ukuran seseorang dapat melakukan tabrru’ adalah
mempunyai kemampuan mempertimbangkan sesuatu yang di kemukakan kepadanya dengan
baik.
2. Mauquf (harta yang di wakafkan)
Pada permulaan wakaf di syari’atkan, pada zaman
Rasulullah. Maka sifat-sifat harta yang di wakafkan ialah harta yang tahan lama
dan bermanfaat, seperti tanah dan kebun. Tetapi kemudian para ulama berpenapat
bahwa selain itu dapat di wakafkan asalkan bermanfaat dan tahan lama seperti,
binatang ternak, alat-alat pertanian, kitab-kitab ilmu pengetahuan, dan
sebagainya.
3. Mauquf ‘alaih ( tujuan wakaf)
·
Untuk
mencari keridhoan Allah SWT
·
Untuk
kepentingan masyarakat, seperti membantu fakir miskin, orang terlantar,
mendirikan sekolah,dan lain-lain.
4. Shigat wakaf
Shigat wakaf ialah kata-kata atau pernyataan yang di
ucapkan oleh orang yang berwakaf.
E. Syarat Wakaf
1. Untuk selama-lamanya
Wakaf untuk selama-lamanya merupakan syarat sahnya amalan
wakaf, tidak sah bila dibatasi dengan waktu tertentu. Hal ini disepakati oleh
para ulama, kecuali mazhab maliki. Hal ini berlaku pada wakaf ahli, pada wakaf
ahli jika suatu waktu orang yang di tetapkan mengambil hasil atau manfaat harta
wakaf telah tiada, maka harta itu digunakan untuk kepentingan umum.
2. Tidak boleh dicabut
Bila terjadi suatu wakaf itu telah sah, maka pernyataan
wakaf itu tidak boleh dicabut. Wakaf yang dinyatakan dengan perantara wasiat,
maka pelaksanaannya dilakukan setelah wakif meninggal dunia dan wasiat wakaf
tidak boleh seorangpun yang boleh mencabutnya.
3. Pemilikan wakaf tidak boleh dipindah tangankan
Dengan terjadinya wakaf, maka sejak itu wakaf telah
menjadi miliki Allah swt. Pemilikan itu tidak boleh dipindah tangankan kepada
siapapun, baik orang maupun hukum atau negara. Negara ikut mengawasi apakah
harta wakaf dapat dimanfaatkan dengan baik atau tidak dan negara juga berkewajiban
melindungi harta wakaf itu.
4. Setiap wakaf harus sesuai dengan tujuan wakaf pada
umumnya
Tidak sah wakaf bila tujuannya tidak sesuai apalagi
bertentangandengan ajaran Islam, seperti membangun tempat perjudian,
kemaksiatan, dan lain-lain. Bila wakif telah selesai mengucapkan ikrar wakafnya
maka pada saat itu wakaf telah terlaksana, agarada kepastian hukum ada baiknya
bila wakaf dilengkapi dengan alat-alat bukti seperti surat-surat dan
sebagainya.
F. Macam-Macam Wakaf
Wakaf ahli atau wakaf keluarga adalah wakaf yang
diperuntukkan khusus kepada orang-orang tertentu, seorang atau lebih, keluarga
waqif atau bukan. Karena wakaf ini adalah wakaf yang diperuntukkan bagi
orang-orang khusus atau orang-orang tertentu. Maka wakaf ini disebut juga wakaf
khusus.
Wakaf ahli ini adalah wakaf yang sah dan telah
dilaksanakan oleh kaum muslimin. Yang berhak mengambil manfaat wakaf ahli ialah
orang-orang yang dalam sighat wakaf, persoalan yang biasa timbul dikemudian
hari pada wakaf ahli ini ialah, bila orang yang disebut dalam sighat wakaf itu
telah meninggal dunia atau ia tidak memiliki keturunan. Bila terjadi keadaan
yang demikian maka biasanya wakaf itu dikembalikan kepada tujuan wakaf pada
umumnya.
Sekalipun agama Islam membolehkan wakaf ahli, tetapi
negara-negara Islam seperti Mesir, Syiria, dan negara-negara lain yang pernah
melaksanakannya, mengalami kesulitan dikemudian hari dalam menyelesaikan
perkara yang timbul karenanya. Karena itu Mesir menghapuskan lembaga wakaf
ahlidengan undang-undang no.180 tahun 1952, sedangkan Syiria telah menghapuskan
sebelum itu. Karena itu perlu dipikirkan kemungkinan terjadinya wakaf ahli di
Indonesia pada masa-masa yang akan datang.
1. Wakaf Khairi
Wakaf khairi ialah wakaf yang sejak semula manfaatnya
diperuntukkan untuk kepentingan umum tidak dikhususkan untuk orang-orang
tertentu, seperti mewakafkan tanah untuk mendirikan masjid, mewakafkan sebidang
kebun yang hasilnya ddapat dimanfaatkan untuk membina suatu pengajian dan
sebagainya.
Wakaf khairi ini perlu digalakkan dan dianjurkan kaum
muslimin melakukannya, karena ia dapat dijadikan modal, untuk menegakkan agama
Allah. Wakaf khairi ialah wakaf yang pahalanya terus menerus mengalir dan
diperoleh waqis sekalipun ia telah meninggal dunia.
Di Indonesia wakaf khairi inilah yang terkenal dan banyak
dilakukan oleh kaum muslimin, hanya saja umat Islam Indonesia belim mampu
mengelolanya secara baik sehingga harta wakaf itu dapat diambil manfaatnya
secara maksimal.
G. Hukum Menjual Wakaf
Wakaf itu hanya bisa di ambil manfaatnya, barang asalnya
tetap, tidak boleh dijual, diwariskan, diberikan atau dihibahkan. Bila
sekiranya wakaf itu tidak ada manfaatnya atau kurang manfaatnya kecuali dengan
dijual, bolehkah dijual?menurut pendapat yang sah, tidak berhalangan menjual
tikar masjid yang sudah tidak pantas dipakai lagi, agar jangan sia-sia dan
hasilnya digunakan untuk kemaslahatan masjid.
Dalam mazhab Ahmad bin Hambal, apabila manfaat wakaf
tidak dapat dipergunakan wakaf itu boleh dijual, dan uangnya dibelikan pada
gantinya. Begitu juga mengganti masjid atau mengubahnya, juga memindahkan
masjid dari satu kampung ke kampung lainnya. Kalau kampung yang lama tidak
berkehendak lagi pada masjid karena sudah roboh misalnya, hal demikian
dipandang sebagai kemaslahatan.
H. Pembaruan Hukum Perwakafan di Indonesia
Masyarakat Indonesia terutama masyarakat Islam sudah lama
mengenal lembaga wakaf. Sejak Islam datang ke Indonesia peraturan perwakafan
diatur menurut hukum agama Islam (fiqh). Tata cara mewakafkan cukup dengan
ikrar dari wakif bahwa dia mewakafkan miliknya seperti tanah, sawah, rumah, dan
lain-lain untuk kepentigan agama atau masyarakat.
Wakaf merupakan sumber daya ekonomi yang dapat
dikembangkan untuk meningkatkan kegiatan-kegiatan ekonomi, disamping kegiatan
sosial dan keagamaan. Artinya pemanfaatan wakaf tidak hanya sebatas untuk
kegiatan keagamaan dan sosial belaka, namun untuk kegiatan ekonomi yang
bersifat makro, seperti pertanian, perikanan, peternakan, industri,
pertambangan, dan lain-lain.
Bagi kita, persoalan pengaturan memang sebenarnya sudah
tersedia dan diformalkan dengan diadakannya pengaturan mengenai wakaf tanah
milik sebagaimana diatur dalam peraturan pemerintah nomor 28 Tahun 1977 yang
kemudian disusul dengan pengaturan perwakilan pada umumnya yang terdapat dalam
buku III kompilasi hukum Islam. Bahkan sebelum kemerdekaan pada zaman
Hindia-Belanda masalah perwakafan, khususnya wakaf tanah sudah mendapatkan
peraturan. Hal ini menandakan bahwa negara Indonesia pengaturan hukum
perwakafan sudah cukup memadai, namun berbagai peraturan perundang-undangannya
belum lengkap sehingga perlu diperbaharui. Berdasarkan pertimbangan itulah
kemudian dipandang perlu membentuk undang-undang tentang wakaf sebagaimana
termuat dalam undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf.
I. Kelebihan Wakaf dari Amal yang Lain
Sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW.
Dari Abu Hurairah, “sesungguhnya Nabi muhammad saw, telah bersabda, apabila
seseorang meninggal dunia, terputuslah amalnya (tidak bertambah lagi a,al
kebaikannya itu) kecuali tiga perkara, yang pertama sedekah jariyah (wakaf),
kedua ilmu yang bermanfaat, dan yang ketiga doa anak yang sholeh“ (Riwayat
Jama’ah ahli hadis, selain Bukhari dan Ibnu Majah).
Sedekah jariyah, sedekah harta
yang tahan lama atau yang lama di ambil manfaatnya untuk tujuan kebaikan yang
diridhai Allah seperti menyedekahkan tanah, mendirikan masjid, sekolah, membuat
salura irigasi, membuat jembatan, mendirikan rumah sakit, rumah yatim piatu,
dan sebagainya. Para ulama sepakat bahwa yang dimaksud dengan sedekah jariyah
oleh hadis diatas ialah wakaf.
Kita dizaman serba tercecer ini
masih dapat merasakan manis dan lezatnya hasil wakaf mereka dahulu. Bahkan
hasil wakaf nenek moyang kita dahulu itu ada yang dapat terus menerus
menghambat kemunduran, maka kalau sekiranya muslimin yang kaya sekarang sanggup
mewakafkan harta mereka seperti orang-orang Islam dahulu, kita percaya bahwa
mereka telah membuka suatu jalan untuk kemajuan pembangunan.
Orang yang berwakaf mendapat dua
pahala. Yang pertama, apabila pewakaf memiliki keturunan, maka keturunan mereka
jauh dari kefakiran. Kedua, pahala berupa pahala memelihara dan melestarikan
kekayaan dari penghamburan. Kedua pahala ini tidak akan terputus selama siang
dan malam masih berganti.
Nabi Muhammad Saw. bersabda
kepada ‘Umar Bin Khaththab : “ Jika Kamu mau, tahan saja tanahmu (tidak
diwakafkan) lalu sedekahkan hasil dari tanah itu.”
Contoh
Kasus :
Jodi mempunyai tanah yang luas dan dia mau mewakafkan tanahnya itu kepada orang yang kekurangan dan dia pun mewakafkan tanah tersebut. , setelah sempurna prosedur perwakafan, wakif tidak boleh melakukan apa saja terhadap harta yang di wakafkan.
Posting Komentar untuk "Fiqih Muamalah II - Pengertian Wakaf Sejarah Wakaf Unsur Wakaf Syarat Wakaf dan Rukun Wakaf di Indonesia"
Silahkan tinggalkan komentar agar kami lebih baik.