Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Fiqih Muamalah II Pengertian Wakalah Hukum Wakalah Rukun Dan Syarat Wakalah

hukum wakalah


A.      PENGERTIAN WAKALAH

Wakalah berasal dari wazan wakala-yakilu-waklan yang berarti menyerahkan atau mewakilkan urusan sedangkan wakalah adalah pekerjaan wakil [Kasikho, 2000 : 693]. Al-Wakalah menurut istilah para ulama mendefenisikan sebagai berikut :

1.    Golongan Malikiyah :

اٌنْ يَنِيْبَ (يُقِيْمَ) شَخْصٌ غَيْرَهُ فِي حَقٍّ لَهُ يَتَصَرفُ فِيْهِ

Seseorang menggantikan (menempati)ntempat yang lain dalam hak (kewajiban)”

 

2.    Golongan Hanafiyah :

الوَكا لة هي أن يقيم شخص غيره مقام نفسه في تصرف جائز معلوم

Seorang menempati diri orang lain dalam pengelolaan”

 

3.    Golongan Syafi`iyah

تَفْوِيْضُ شَخْصٍ امْرَهُ الَى اخَرَ فِيْمَا يَقْبَلُ النيابةً لِيَفْعَلًهُ فِي حَيَاتِهِ

Wakalah adalah penyerahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang lain dalam hal-hal yang bisa diwakilkan pelaksanaannya agar dilaksanakan selagi ia masih hidup.”

4.    Golongan Hambali

استنباه شخص جائز التصرف شخصا مثله جائز الترف فيما تدخله النيابة من حقوق الله و حقوق لأميين

“permintaan ganti seseorang yang didalamnya terdapat penggantian hak Allah dan hak manusia”

 

5.    Imam Taqyuddin Abu Bakar Ibn Muhammad al-Husaini

ضم ذمة إلي ذمة

Mengumpulkan satu beban kepada beban lain”

 

Dari defenisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud wakalah adalah penyerahan dari seseorang kepada orang lain untuk mengerjakan sesuatu dimana perwakilan tersebut berlaku selama yang mewakilkan masih hidup.[1]

Manusia adalah makhluk sosial dalam konteks ini, kadangkala manusia tidak dapat menjalankan kewajibannya secara langsung karena ada halangan(udzur). Misalnya, A dan B sudah sepakat untuk melakukan akad sewa-menyewa sebuah rumah. Namun, pada waktu yang ditentukan A tidak dapat hadir karena ada uzur maka A mewakilkan atau memberi mandat kepada C untuk melakukan transaksi sewa-menyewwa tersebut atas nama A.

Islam mensyariatkan wakalah karena manusia membutuhkannya. Dimana tidak semua orang mampu secara langsung mengurus semua urusannya. Ia juga membutuhkan orang lain untuk mengurus keperluannya dan bertindak atas nama dirinya. Akad wakalah disyariatkan berdasarkan Q.S Al-kahfi [18:19] yaitu :

 فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَٰذِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَى طَعَامًا...  

فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْه

 

Utuslah salah seorang dari kamu dengan uang kertas ini berbelanja kekota hendaklah dia membeli manakah makanan yang lebih baik, hendaklah dia membawa makanan kemari untuk kalian...(QS. Al-Kahfi 18:19)     

   

Yang juga penting untuk dicatat, bahwa wakalah berbeda dengan risalah atau mengirim utusan. Sementara yang pertama adalah seseorang yang ditunjuk untuk menjalankan suatu pekerjaan atas nama yang menunjuk, sedangkan yang kedua hanyalah merupakan penunjukan seseorang yang diminta untuk menolong atau membantu dalam menjalankan suatu pekerjaan, dan tidak harus seseorang yang memiliki otoritas penuh untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.[2]

 

B.   DASAR HUKUM WAKALAH

Wakalah dibolehkan oleh islam karena sangat dibutuhkan oleh manusia. Dalam kenyataan hidup sehari-hari tidak semua mampu melaksanakan sendiri semua urusannya sehingga diperlukan seseorang yang bisa mewakilinya dalam menyelesaikan urusannya tersebut.

Dasar hukum dibolehkannya wakalah, antara lain tercantum dalam :

 

  1. Al-Quran :
  • Surah Yusuf  [12:55] :

 

 قَالَ اجْعَلْنِي عَلَىٰ خَزَائِنِ الْأَرْضِ ۖ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ

Berkata Yusuf: “Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan”.

 

  • Surah Al-Maidah [5-2] :[3]

 

وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ

“...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-NYA”.

 

  1. Hadis :

 

عَن سُلًيْمًانً بن يَسَارٍ اَّنَّ رَسُوْلُ اللّه صَلَّى اللّه عَلَيهِ وَسَلَمَ بَعَثَ أَبَارَافِعٍ وَرَجُلا مِنَ الأَنَصَارِ فَزَوَّ جَاهُ مَيْمُو نَةَ بِنْتَ الحَا رِ ثِ وَرَسُوٌلُ اللَهِ صًلَى اللَهُ عًلًيٌهِ وَسَلمَ بِا لمَدِيٌنَةِ قَبُلَ أَن يَخٌرُجَ

dari sualiman ibn Yasar sesungguhnya Rasulullah saw, mengutus Abu Rafi` dan seorang laiki-laki dari kalangan anshar untuk menikahi Maimunah binti al-Harits sedangkan Rasulullah ketika itu diMadinah sebelum keluar,”

 

  1. Ijma`

 

Para ulama sepakat wakalah diperbolehkan. Bahkan mereka cenderung mensunnahkannya dengan alasan bahwa hal tersebut termasuk jenis ta`awun atau tolong-menolong atas dasar kebaikan dan taqwa.

 

وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ

“ dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-NYA. (QS. Al-Maidah 5:2)”

 

 

C.   RUKUN DAN SYARAT WAKALAH

Sama seperti jenis akad yang lain, pada akad wakalah ini agar sah dan mempunyai akibat hukum maka harus memenuhi rukun dan syaratnya. Rukun adalah sesuatu yang mutlak ada pada suatu akad. Dalam konteks akad wakalah, yang menjadi rukun adalah adanya ijab kabul.

Rukun wakalah menurut golongan hanafiyah adalah ijab dan kabul dengan ungkapan “saya wakilkan ini kepada anda atau dengan kalimat yang sejenis. Kemudian dia menjawab “saya terima” atau semakna dengan ini. Sementara itu, rukun wakalah menurut jumhur adalah muwakil, wakil, muwakil biih dan sighat, seperti yang dijelaskan berikut ini :

 

  1. Orang Yang Mewakilkan (al-muwakkil)

 

a.    Seseorang yang mewakilkan, pemberi kuasa, disyaratkan memiliki hak untuk bertasharruf (pengelolaan) pada bidang-bidang yang didelegasikannya. Karena itu seseorang tidak akan sah jika mewakilkan sesuatu yang bukan haknya.

 

b.    Pemberi kuasa mempunyai hak atas sesuatu yang dikuasakannya, disisi lain juga dituntut supaya pemberi kuasa itu sudah cakap bertindak atau mukallaf. Tidak boleh seorang pemberi kuasa itu masih belum dewasa yang cukup akal serta pula tidak boleh seorang yang gila. Menurut pandangan Imam Syafi`i anak-anak yang sudah muamayyiz tidak berhak memberikan kuasa atau mewakilkan sesuatu kepada orang lain secara mutlak. Namun, madzhab Hambali membolehkan pemberian kuasa dari seseorang anak yang sudah mumayyiz pada bidang-bidang yang akan dapat mendatangkan manfaat baginya.

 

  1. Orang Yang Diwakilkan (al-wakil)

 

a.    Orang yang mewakili (wakil) harus orang yang berakal. Dengan demikian, apabila seseorang memberikan kuasa kepada orang gila atau anak dibawah umur yang tidak berakal maka wakalah tidak sah. Adapun baligh dan merdeka tidak menjadi syarat untuk wakil.

b.    Orang yang mewakili (wakil) harus mengetahui tugas atau perkara yang diwakilkan kepadanya. Dengan demikian, apabila wakil tidak mengetahui perkara yang ditugaskan kepadanya, maka wakalah-nya tidak sah[4]

 

  1. Objek Yang Diwakilkan (Muwakil Fiih)

 

a.    Pekerjaan/ urusan itu dapat diwakilkan atau dgantikan dengan orang lain. Oleh karena itu, tidak sah untuk mewakilkan untuk mengerjakan ibadah seperti shalat, puasa, dan membaca al-Quran.

b.    Pekerjaan itu dimiliki oleh muwakkil sewaktu akad wakalah. Oleh karena itu, tidak sah berwakil menjual sesuatu yang belum dimilikinya

c.    Pekerjaan itu diketahu secara jelas. Maka tidak sah mewakilkan sesuatu yang masih samar seperti “aku jadikan engkau sebagai wakilku untuk mengawini salah satu anakku”

 

  1. Sighat

Sighat akad, yakni ijab kabul dengan ungkapan, “saya wakilkan ini kepada anda atau dengan kalimat yang sejenis. Kemudian dijawab “saya terima” atau yang semakna dengan ini.

 

Berakhirnya wakalah

Transaksi wakalah dinyatakan berakhir atau tidak dapat dilanjutkan dikarenakan oleh salah satu sebab dibawah ini :

  1. Matinya salah seorang dari yang berakad
  2. Bila salah satunya gila
  3. Pekerjaan yang dimaksud di hentikan
  4. Pemutusan oleh muwakkil terhadap wakil, meskipun wakil tidak mengetahui (menurut madzhab Syafi`i dan Hambali) tetapi menurut Hanafi wakil wajib tahu sebelum ia tahu maka tindakannya seperti sebelum ada pemutusan.
  5. Wakil memutuskan sendiri. Menurut Hanafi tidak perlu Muwakkil mengetahuinya
  6. Keluarnya orang yang mewakilkan (muwakkil) dari status pemilikan.

 

D.   PEMBAGIAN WAKALAH

Ada beberapa jenis wakalah, antara lain :

1.    Wakalah al-muthlaqah, yaitu mewakilkan secara mutlak, tanpa batasan waktu dan untuk segala urusan.

2.    Wakalah al-muqayyadah, yaitu penunjukan wakil untuk bertindak atas namanya dalam urusan-urusan tertentu

3.    Wakalah al-ammah, perwakilan yang lebih luas dari al-muqayyadah tetapi lebih sederhana dari al-muthlaqah.

Dalam aplikasinya pada perbankan syariah, wakalah biasanya diterapkan untuk penerbitan Letter of Credit atau penerusan permintaan akan barang dalam denegeri dari bank luar negeri. Wakalah juga diterapkan untuk mentransfer dana nasabah kepada pihak lain.

 

E.   BENTUK DAN PENERAPAN AKAD WAKALAH

Akad  wakalah terbagi menjadi beberapa macam tergantung sudut pandangnya, seperti ada wakalah ‘aamah dan wakalah khaashah, ada wakalah muthlaqah dan wakalah muqayyadah (terbatas), ada munjazah dan wakalah mu’allaqah, dan terakhir wakalah biqhairi ajr (tanpa upah) dan wakalah  bi-ajr (dengan upah). Untuk klarifikasi terakhir ini para ulama sepakat bahwa akad wakalah pada pokoknya adalah akad tabarru’at  (sukarela- kebajikan) sehingga tidak berkonsekwensi hukum (ghairu laazimah) bagi yang mewakili (al wakiil). Namun apabila berubah menjadi wakalah bi-ajr (berupah) maka kondisinya berubah menjadi laazimah (berkonsekwensi hukum) dan tergolong akad barter ganti rugi (mu’aawadhaat)

 

  1. Reksa Dana Syariah

Akad antara pemodal dengan manajer investasi dalam investasi menggunakan akad wakalah dengan hak dan mekanisme hubungan sebagaimana diatur dalam fatwa No : 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang pedoman pelaksanaan investasi untuk reksa dana syariah, yaitu:

Pemodal memberikan mandat kepada manajer investasi untuk melaksanakan investasi bagi kepentingan pemodal, sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam prospectus.

  1. Para pemodal secara kolektif mempunyai ha katas hasil investasi dalam reksa dana syariah.
  2. Pemodal menanggung resiko yang berkaitan dalam reksa dana syariah.
  3. Pemodal berhak untuk sewaktu-waktu menambah atau menarik kemabli penyertaannya dalam reksa dana syariah melalui manajer investasi.
  4. Pemodal berhak atas bagi hasil investasi sampai saat ditariknya kembali penyertaan tersebut.

 

  1. Pembiayaan Rekening Koran Syariah

Pembiayaan  Rekening  Koran syariah (PRKS) adalah suatu bentuk pembiayaan rekening Koran yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam fatwa No 30 /DSN-MUI/VI/2002 tentang pembiayaan rekening Koran syariah dengna ketentuan sebagai berikut:

  1. Pembiayaan rekening Koran syariah (PRKS) dilakukN dengan wa’ad untuk wakalah  dalam melakukan:

Ø  Pembelian barang yang diperlukan oleh nasabah dan menjualnya secara murabahah kepada nasabah tersebut.

Ø  Menyewa (ijarah)/ mengupah barang/ jasa yang diperlukan oleh nasabah dan menyewakannya lagi kepada nasabah tersebut.

 

  1. Besar keuntungan (ribh) yang diminta oleh LKS dalam angka 1 huruf a dan besar sewa dalma ijarah kepada nasabah sebagaimana dimkasud dalam angka 1 huruf b harus disepakati ketika wa’ad dilakukan :

 

Ø  Transaksi murabahah kepada nasabah sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf a dan ijarah kepada nasabah sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf b harus dilakukan dengan akad. Cth:

 

1.    Letter of credit (impor syariah)

Letter of credit impor syariah adalah surat pernyataan akan membayar kepada eksportir yang diterbitkan oleh bank untuk kepentingan importir dengan pemenuhan persyaratan tertentu sesuai dengan prinsip syariah. Akad impor yang sesuai dengan syariah dapat digunakan beberapa bentuk:

 

  1. Akad  Wakalah Bil Ujarah Dengan  Ketentuan

Ø  Importir harus memiliki dana pada bank sebesar  harga  pembayaran barang yang diimpor.

Ø  Importir dan bank melakukan akad wakalah bil ujarah untuk pengurusan dokumen-dokumen transaksi impor.

Ø  Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentasi. Contoh :

 

1.    Letter of credit (ekspor syari’ah

Letter of credit ekspor syariah adalah surat pernyataan akan membayar kepada eksportir yang diterbitkan olwh bank untk memfasilitasi perdagangan ekspor dengan pemenuhan persyaratan tertentu sesuai dengan prinsip syariah. Beberapa bentuk akad dalam ekspor syariah diantaranya:

 

  1. Akad wakalah bil ujrah dengan  ketentuan

Ø  Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor.

Ø  Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit, selanjutnya dibayarkan kepada eksportir setelah dikurangi ujrah.

Ø  Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan  dalam bentuk nominal, bukan dalam prosentase.

 

1.    Asuransi syariah

Asuransi syariah yang menjalankan akad wakalah bil ujrah menurut fatwa meliputi asuransi jiwa, asuransi kerugian dan reasuransi syariah. Ketentuan dalam akad ini diantaranya:

 

  1. Wakalah Bil Ujrah Boleh Dilakukan Antara Perusahaan Asuransi Dengna Peserta.

Ø  Wakalah bil ujarah adalah pemberian kuasa dari peserta kepada perusahaan asuransi untuk mengelola dna peserta dengan pemberian ujrah.

Ø  Wakalah bil ujrah dapat diterapkan pada produksi asuransi yang mengandung unsur tabungan maupun unsur tabarru’.

 

1.   Penerapan Wakalah Pada Perbankan Syariah

Bank syariah dapat memberikan jasa wakalah, yaitu sebagai wakil dari nasabah sebagai pemberi kuasa (mukwakil) untuk melakukan sesuatu (taukil). Dalma hal ini, bank akan mendapatkan upah atau biaya administrasi atas jasa Tersebut. Sebagai contoh, bank dapat menjadi wakil untuk melakukan pembayaran tagihan listrik atau telepon kepada perusahaan listrik atau telepon. Contoh Lin Adalah bank mewakili sekolah  atau universitas sebagai penerima biaya spp dari para pelajar untuk biaya studi.

 

Contoh Kasus :

Orang yang mewakili (wakil) harus orang yang berakal. Dengan demikian, apabila seseorang memberikan kuasa kepada orang gila atau anak dibawah umur yang tidak berakal maka wakalah tidak sah. Adapun baligh dan merdeka tidak menjadi syarat untuk wakil.



 

 

 

 

 

Posting Komentar untuk "Fiqih Muamalah II Pengertian Wakalah Hukum Wakalah Rukun Dan Syarat Wakalah"