Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pelajaran dari Depresi Besar dan Beberapa Krisis Keuangan

Pelajaran dari Depresi Besar dan Beberapa Krisis Keuangan


Lesson Learned from Great Depression and Some Financial Crises

(Diajukan untuk memenuhi tugas kuliah Ekonomi Makro Islam II) - Jurusan Ekonomi Islam

KATA PENGANTAR

 

Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam cipataan-Nya. Sholawat dan salam tetaplah kita sanjungkan kepada baginda Habibillah Muhammad Saw yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempurna dengan membawa kita ke zaman yang penuh dengan Ilmu Pengetahuan.

 

Kami disini akhirnya dapat merasa sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang kami beri judul “Lesson Learned from Great Depression and Some Financial Crises / Pelajaran dari Depresi Besar dan Beberapa Krisis Keuangan”.

 

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya makalah ini. Dan penulis memahami jika makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki karya- karya kami dilain waktu.

 

Medan, 26 Desember 2020

PENDAHULUAN 

A. LATAR BELAKANG 

Krisis keuangan global yang bermula dari krisis kredit perumahan di Amerika Serikat membawa implikasi pada memburuknya kondisi ekonomi global secara menyeluruh. Hampir di setiap negara, baik di kawasan Amerika, Eropa, maupun Asia, merasakan dampak akibat krisis keuangan global tersebut.

 

Secara umum, negara yang paling rentan terhadap dampak krisis adalah negara yang fundamental ekonomi domestiknya tidak kuat, oleh karena dampak yang diterima setiap Negara akibat krisis keuangan global berbeda satu dengan yang lainnya, maka cara penanganan setiap negara dapat dipastikan akan berbeda.

 

B.  RUMUSAN MASALAH

 

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas didalam makalah ini, yaitu sebagai berikut:

 

1.                              Apa yang dimaksud dengan depresi besar?

2.                              Apa penyebab krisis keuangan global?

3.                              Krisis keuangan apa saja yang dapat terjadi?

 

C. TUJUAN

 

Adapun maksud dan tujuan penulis membuat makalah ini, yaitu sebagai berikut :

 

1.                                      Memenuhi tugas Ekonomi Makro Islam II

2.                                      Mengetahui definisi dari depresi besar

3.                                      Mengetahui apa saja yang menyebabkan krisis keuangan global

4.                                      Mengetahui krisis keuangan lainnya

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.   Depresi Besar

 

1.   Penyebab Depresi Hebat: Hipotesis Pengeluaran, Hipotesis Uang, dan Hipotesis Proteksionisme

 

Penurunan pendapatan pada awal tahun 1930-an bersamaan dengan turunnya tingkat bunga menyebabkan beberapa ekonom berpendapat bahwa penyebab penurunan itu karena meletakkan kesalahan utama terjadinya depresi besar pada penurunan eksogen dalam pengeluaran atas barang dan jasa. Para ekonom berupaya menjelaskan penurunan pengeluaran ini dengan beberapa cara, salah satunya adalah dengan mengurangi kekayaan dan meningkatkan ketidakpastian terhadap prospek masa depan perekonomian AS, jatuhnya pasar saham telah mendorong konsumen untuk menabung lebih banyak dari pada membelanjakannya.

 

Pada hipotesis uang, jumlah uang yang beredar turun 25% dari tahun 1929-1933, ketika tingkat pengangguran naik dari 3,2 % menjadi 2,5% menjatuhkan kesalahan utama atas terjadinya depresi besar pada fed karena membiarkan jumlah uang beredar turun dalam jumlah yang sangat besar.

 

Dalam Kamus Ekonomi, proteksionisme adalah kebijakan yang disengaja oleh pemerintah sebagai upaya pengendalian terhadap impor atau ekspor, dengan jalan mengatasi berbagai hambatan perdagangan, seperti tarif kuota, yang bertujuan untuk melindungi industri atau dunia usaha dalam negeri dari persaingan dengan industri. Pada hipotesis proteksionisme Keynes berargumen bahwa jika pemerintah pusat mengeluarkan lebih banyak uang untuk membantu perekonomian memulihkan uang yang biasanya dihabiskan oleh konsumen dan perusahaan bisnis, maka tingkat pengangguran akan turun. Solusinya adalah Sistem Federal Reserve "menciptakan uang baru bagi pemerintah nasional untuk dipinjam dan

1 N.Gregory Mankiw, “Makroekonomi Edisi Keenam”, Terj. Fitria Liza, dan Imam Nurmawan, ( Jakarta : Erlangga,2007), hal.311-312

 

dibelanjakan" dan memotong pajak daripada menaikkannya, agar konsumen membelanjakan lebih banyak, dan faktor-faktor menguntungkan lainnya.2

 

2.   Perangkap Likuiditas dan Deflasi

 

Jebakan likuiditas (liquidity trap) adalah situasi di mana kebijakan moneter

 

ekspansif (expansionary monetary policy) tidak mampu menurunkan suku bunga lebih lanjut. Sebagai hasilnya, kebijakan tersebut tidak mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi atau mendorong naik tingkat inflasi. Perangkap likuiditas muncul ketika perekonomian pada saat yang bersamaan menghadapi tiga situasi berikut:

 

      Suku bunga nominal berada pada atau mendekati 0% 

      Ekonomi sedang mengalami resesi, atau yang lebih parah, depresi ekonomi 

      Kebijakan moneter konvensional tidak efektif dan suku bunga sulit untuk turun lebih jauh. 

      Jebakan likuiditas biasanya muncul ketika suku bunga nominal jangka pendek berada di nol persen atau mendekati nol persen. Kurva permintaan menjadi elastis.

 

Biasanya, suku bunga yang lebih rendah membuat investasi modal lebih menguntungkan. Perusahaan menanggung biaya dana yang lebih rendah. Tapi, karena resesi sedang berlangsung, perusahaan tidak ingin berinvestasi. Mereka melihat permintaan terhadap barang dan jasa lemah. Jika mereka berinvestasi, itu hanya akan menghasilkan ekses pasokan yang semakin besar, mendorong harga jatuh lebih lanjut. Oleh karena itu, walaupun biaya meminjam dana lebih murah, mereka tidak mau mengambil risiko dengan berinvestasi.

 

Ketika permintaan sangat lemah, deflasi biasanya akan berlangsung. Deflasi membuat suku bunga riil (suku bunga nominal dikurangi ekspektasi inflasi) sangat tinggi bahkan jika suku bunga nominal nol. Katakanlah, tingkat deflasi adalah sebesar -5% dan suku bunga nominal adalah 0%, maka tingkat suku bunga riil

 

 

2                Penyebab Depresi Hebat” diakses dari laman https://en.m.wikipedia.org, diunduh pada tanggal 26 Des 2020 adalah sebesar 5%. Semakin tinggi angka deflasi, semakin besar suku bunga riil. Pada tingkat bunga nominal 0%, orang lebih memilih memegang uang tunai karena dapat mereka gunakan sewaktu-waktu. Sebaliknya, menabung tidak akan menghasilkan apa-apa.

 

Memang, ketika deflasi, tingkat harga dalam perekonomian menurun. Dan, secara riil, daya beli uang meningkat. Tapi orang akan cenderung menunda pembelian barang dan jasa.

 

Ketika ekonomi memasuki perangkap likuiditas, peningkatan jumlah uang beredar gagal menurunkan suku bunga dan merangsang pertumbuhan ekonomi. Karena suku bunga nominal umumnya dibatasi di nol, bank sentral tidak dapat menurunkan suku bunga lebih lanjut bahkan jika itu diinginkan.

 

Selanjutnya, dalam situasi ini, mencoba merangsang ekonomi dengan menyuntikkan lebih banyak uang atau likuiditas melalui operasi pasar terbuka mungkin kurang efektif. Oleh karena itu, secara umum, kebijakan moneter konvensional tidak akan memperbaiki keadaan.3

 

3.   Pelajaran dari Depresi Besar 

Para ekonom mempelajari depresi karena kepentingan intrinsiknya sebagai 

peristiwa ekonomi yang penting untuk memberikan pedoman bagi para pembuat kebijakan sehingga hal ini tidak terjadi lagi. Banyak ekonom percaya bahwa deflasi pada awal tahun 1930-an bertanggung jawab atas terjadinya depresi besar. Deflasi yang berkepanjangan hanya mungkin terjadi bila adanya penurunan jumlah uang yang beredar.

 

Sistem Asuransi Deposito Federal membuat kebangkrutan bank-bank tidak menyebar. Pajak pendapatan menyebabkan penurunan otomatis dalam pajak ketika pendapatan turun, sehingga menstabilkan perekonomian. Pengetahuan mengenai bagaimana perekonomian berjalan, dengan segala keterbatasannya, dapat

Jebakan Likuiditas”, diakses dari laman https://cerdasco.com, diunduh pada tanggal 25

 

membantu para pembuat kebijakan merumuskan kebijakan yang lebih baik untuk melawan pengangguran4.

 

B.  Krisis Keuangan Global

 

1.    Ketidakseimbangan Global

 

MenurutNasution(2007),adalimapandanganmengenai

 

ketidakseimbangan global. Pertama, pandangan tentang rendahnya tingkat tabungan di Amerika Serikat (Eichengreen, 2005). Kedua, tingginya tingkat tabungan global di luar Amerika Serikat atau lebih dikenal dengan istilah global saving glut (Bernanke, 2005). Ketiga, pembiayaan defisit capital account oleh capital inflow di Amerika Serikat dilakukan dengan return yang tinggi, dikenal dengan the new economy view (Cooper, 2004: Clarida, 2005). Keempat, pandangan bahwa sebagian besar external reserves Cina diinvestasikan pada U. S. Treasury Bills dan aset-aset berbentuk dolar, dan dikenal dengan The Sino-U. S. Co-dependency view (Eichengreen, 2005). Kelima, ketidakseimbangan global dipandang sebagai bentuk kehati-hatian negra Asia setelah krisis ekonomi tahun 1997-1998.

 

Sejarah pun mencatat, negara-negara di Asia yang pernah mengalami twin crisis pada 1997, ditandai dengan adanya defisit neraca transaksi berjalan. Ketidakseimbangan global memang tidak dapat dihindari, namun jika terus dibiarkan akan menjadi semakin besar dan membahayakan.

 

Ketidakseimbangan global harus terpelihara pada level tertentu yang rendah dan stabil. Artinya, fluktuasi ketidakseimbangan global harus terjaga. Secara umum, faktor penyebab utama terjadinya ketidakseimbangan global adalah masalah defisit neraca pembayaran khususnya terkait dengan adanya kesenjangan antara investasi dan tabungan.5

 

4 N.Gregory Mankiw, op.Cit, hal.316

 

5  Sugiharso Safuan dan Heidy Ruswita Sari, Perilaku Tabungan ASEAN 5, Jepang, Cina, Korea, dan Implikasinya terhadap Ketidakseimbangan Global, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia, Vol. 13 No. 1, 2012, hal. 20

 

2.    Kerentanan Didorong Aliran Modal

 

Secara umum, aliran modal didefinisikan sebagai aliran uang keluar masuk

 

suatu perekonomian dengan tujuan untuk investasi. Berdasarkan data dari IMF Aliran Modal di Indonesia terdiri atas aliran modal pemerintah dan aliran modal swasta. Aliran modal swasta terdiri atas investasi langsung (foreign direct invesment), investasi portfolio (portfolio investment), dan aliran modal bentuk lain (other types of flows).

 

Aliran modal masuk akan bermanfaat bagi perekonomian negara penerima, namun di sisi lain aliran modal masuk juga berpotensi untuk menyebabkan meningkatnya tekanan apresiasi terhadap nilai tukar mata uang domestik yang berujung pada tekanan terhadap neraca perdagangan. Aliran modal masuk dalam volume besar juga dapat memicu pertumbuhan konsumsi, memicu kenaikan laju inflasi dan defisit neraca transaksi berjalan secara persisten. Selain itu, liberalisasi aliran modal di negara-negara dengan sistem keuangan yang belum maju juga dapat meningkatkan kerentanan negara tersebut terhadap krisis.6

 

3.  Pengaruh Boom Komoditas

 

Perekonomian Indonesia mulai mereguk kembali manisnya harga komoditas. Meski kenaikan harganya belum signifikan, namun efeknya sudah terasa terhadap pertumbuhan ekonomi Tanah Air. Harga komoditas seperti batu bara beranjak naik. Bank Indonesia (BI) mencatat, harga batu bara per Januari 2018 mencapai 87,75 dolar AS per ton. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibandingkan periode Januari 2016 yang berada di bawah 50 dolar AS per ton.

 

Pemulihan ekonomi global yang terus berlanjut, mendorong kenaikan volume perdagangan dunia. Inilah yang berdampak pada kenaikan harga komoditas. Membaiknya harga komoditas tentu menjadi angin segar bagi perekonomian Indonesia sebagai negara kaya SDA. Tak heran, saat harga komoditas membaik, ekonomi Indonesia pun meningkat.

 

 

 

6  Mardiansyah dan Dian Octaviani, Analisis Simultan antara Aliran Modal, Nilai Tukar dan Inflasi di Indonesia Periode 2000. 01-2012. 09, Media Ekonomi, Vol. 21 No. 1, 2013, hal. 45-46

 

 

Ekonomi Indonesia tumbuh 5,07 persen. Tingkat pertumbuhan tersebut memang belum sesuai target pemerintah yang sebesar 5,17 persen. Akan tetapi, ekonomi Indonesia setidaknya mampu mempertahankan tren peningkatan pertumbuhan yang terjadi pada 2016 setelah enam tahun sebelumnya dalam tren menurun.7

 

4.    Kebijakan Suku Bunga Negatif

 

Suku bunga negatif adalah suku bunga dalam persentase di bawah nol per

 

tahunnya, yang ditetapkan oleh bank sentral dengan tujuan supaya bank-bank komersial menyalurkan dananya ke masyarakat.

 

Suku bunga negatif akan mengurangi pendapatan bank-bank komersial dari memakirkan uang di bank sentral, karena bukannya mendapat bunga, simpanan mereka di bank sentral malah akan dipotong.

 

Efektifitas kebijakan suku bunga negatif ini selanjutnya dapat dipantau, salah satunya dari kondisi program kredit (pinjaman/pembiayaan). Jika lebih banyak kredit disalurkan, harapannya perusahaan-perusahaan bakal berekspansi dan konsumsi produk meningkat, sehingga perekonomian yang lesu jadi bisa terpacu.

 

Kendatti demikian, beberapa pihak justru berpikir sebaliknya. Dengan suku bunga negatif, bank lokal justrubbisa membebankan biaya dari suku bunga deposit negatif pada nasabah. Dan bila ini terjadi, maka nasabah akan enggan menabung, sehingga dapat berimbas pada masalah likuditas bagi bank-bank itu sendiri.8

 

5.    Memperkenalkan Lembaga Keuangan Global dan Regional

 

Lembaga  keuangan  internasional  adalah  lembaga  keuangan  yang  telah

 

ditetapkan oleh lebih dari satu negara, dan merupakan subyek hukum internasinal. Pemiliknya atau pemegang saham umumnya pemerintah nasional, meski lain

 

 

 

 

7Arisy F Raz, et.Al, Krisis Keuangan Global Dan Pertumbuhan ekonomi : Analisis dari Perekonomian Asia Timur , hlm. 37-38

 

8                 Pengertian Suku Bunga Negatif, diakses dari laman https://www.seputarforex.com, diunduh pada tanggal 28 Desember 2020 lembaga-lembaga internasional dan organisasi lain kadang – kadang sosok sebagai pemegang saham.

 

Sedangkan Menurut Kasmir lembaga keuangan internasional didirikan untuk menangani masalah-masalah keuangan yang bersifat internasional, baik berupa bantuan pinjaman atau bantuan lainnya.9 Lembaga keuangan internasional terdiri dari IMF, World Bank, IDB dan ADB.

 

Sistem keuangan merupakan suatu sarana penting dalam peradaban masyarakat modern. Tugas utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana tersebut kepada peminjam untuk kemudian digunakan untuk ditanamkan pada sektor produksi atau investasi, di samping digunakan untuk aktivitas membeli barang dan jasa-jasa sehingga aktivitas ekonomi dapat tumbuh dan berkembang serta meningkatkan standar kehidupan. Oleh karena itu, sistem keuangan memiliki peranan yang sangat mendasar dalam perekonomian dan kehidupan masyarakat. 

 

Sistem keuangan dapat menentukan tingkat bunga kredit dan berapa besar jumlah kredit yang akan tersedia untuk membiayai berbagai jenis produksi barang dan jasa dalam aktivitas perekonomian. Sistem ini akan memberi dampak terhadap kelancaran perekonomian. Apabila tingkat bunga kredit menjadi lebih tinggi dan dana yang tersedia terbatas, total pengeluaran untuk barang dan jasa akan mengalami penurunan. Hal ini akan berakibat penurunan aktivitas produksi dan pada sektor produksi akan mengurangi aktivitas tenaga kerja sehingga perusahaan-perusahaan akan mengurangi karyawannya dan akhirnya menimbulkan banyak pengangguran. Pengangguran akan meningkat dan pertumbuhan ekonomi menurun karena unit usaha mengurangi produknya dan memberhentikan pekerjanya. Sebaliknya, apabila bunga kredit rendah jumlah dana di bank mencukupi, total pengeluaran dalam perekonomian akan meningkat. Produsen meningkatkan kapasitas produksinya. Terjadilah penyerapan tenaga kerja dan ekonomi dapat

 

9                          Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, edisi revisi cet 8, (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2007), hlm. 6 terakselerasi dengan baik. Dengan demikian, sistem keuangan merupakan bagian integral dari sistem ekonomi suatu negara.10

 

6.    Krisis Keuangan Global 2008: Dampak dan Tanggapan dari Indonesia dan Dunia

 Sejak era globalisasi, krisis keuangan menjadi lebih sering terjadi dari pada sebelumnya. Salah satu alasan utamanya adalah kemajuan dalam teknologi informasi, yang sampai batas tertentu. memperbesar gelombang krisis dan mempercepat penyebarannya ke daerah atau negara lain. Alasan lain adalah perkembangan pesat dari sektor keuangan. Salah satu contoh adalah munculnya International Financial Integration (IFI). Dalam dua dekade terakhir, setidaknya dua krisis keuangan besar terjadi, yaitu Krisis Keuangan Asia Timur 1997 dan Krisis Keuangan Global 2008. Pada kedua kasus, perkembangan krisis menyebar ke benua-benualain dan, dalam waktu singkat, menjadi krisis global karena efek menular di tengah sistem keuangan yang terintegrasi secara global dan persebaran informasi yang cepat.

 

Meskipun sumber krisis dapat bervariasi, konsekuensi dari krisis keuangan selalu dikaitkan dengan indikator makroekonomi, khususnya pertumbuhan ekonomi. Sebagai contoh, selama krisis Asia Timur, pertumbuhan ekonomi Asia Timur jatuh dari wilayah dengan pertumbuhan tercepat di dunia menjadi wilayah yang beberapa negara anggotanya mencatat pertumbuhan pendapatan yang negatif pada tahun 1998 seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Korea Selatan, Filipina dan Thailand (Asian Development Bank, 1999, Tabel A2). Selanjutnya, Indonesia, Thailand dan Korea Selatan harus meminta program pinjaman dana talangan ke Dana Moneter Internasional. Selanjutnya, Indonesia, Thailand dan Korea Selatan harus meminta program pinjaman dana talangan ke Dana Moneter Internasional (IMF). Di sisi lain, selama krisis 2008, meskipun sumber krisis disebabkan oleh runtuhnya lembaga-lembaga keuangan internasional di barat, terutama di Amerika Serikat dan Inggris, beberapa negara Asia Timur seperti Malaysia, Singapura dan Thailand juga diseret ke krisis dengan mengalami pembebanan keuangan besar.

 

Namun demikian, statistik menunjukkan bahwa dampak krisis pada tahun 2008 di negara-negara Asia Timur tidak seburuk pada tahun 1997. Selain itu, negara-negara ini berhasil pulih dengan cepat. Dalam hal ini, banyak yang berpendapat bahwa negara Asia Timur telah belajar banyak pada tahun 1997 dan berhasil menahan krisis pada tahun 2008 melalui fundamental ekonomi yang telah diperkuat.

 

Sistem keuangan dunia, didukung oleh perkembangan teknologi informasi, telah memperkuat integrasi keuangan antarnegara di dunia. Selain kegunaannya dalam keadaan ini, integrasi keuangan juga telah menyebabkan krisis keuangan menyebar lebih mudah dan lebih cepat dan merusak perekonomian yang terhubung. Hal ini mengungkap temuan-temuan penting mengenai dampak utama krisis keuangan di perekonomian Asia Timur. Pertama, studi ini telah menginvestigasi dampak dari Krisis Keuangan Asia Timur 1997 dan Krisis Keuangan Global 2008, perekonomian Asia Timur telah menjadi lebih kuat selama krisis pada 2008 dibanding krisis pada 1997. Lebih lanjut, dampak yang diperkecil dari krisis pada 2008 terjadi karena,selain sifat eksternalitas krisis, sebagian besar perekonomian di Asia Timur telah mengambil pelajaran setelah Krisis Keuangan Asia Timur 1997 dengan memperkuat fundamental ekonomi, didukung kredibilitas dan akuntabilitas pemerintah yang lebih baik.

 

C. Krisis Keuangan Lainnya

 

Jenis krisis keuangan dalam literatur ekonomi konvensional termasuk krisis mata uang atau krisis neraca pembayaran/BOP, krisis perbankan, krisis utang pemerintah, dan jatuhnya pasar saham/aset. Pada kenyataannya, krisis keuangan di sebuah negara terdiri dari dua atau lebih jenis yang terjadi secara bersamaan atau secara berturut-turut.

 

                                 Krisis mata uang atau Krisis BOP

                                 Krisis Perbankan

                                 Gagalnya Pembayaran Utang Pemerintah

      Jatuhnya Pasar Saham/Aset

 

Dalam perspektif ekonomi Islam, krisis ekonomi bisa terjadi ketika keseimbangan dalam sektor ekonomi dan para pemangku kepentingan terganggu karena pelanggaran hukum Tuhan, terutama dalam bentuk riba (bunga), maysir (judi dan permainan untung-untungan atau spekulasi), gharar (ketidakpastian yang berlebihan), kontrol harga, manipulasi, informasi asimetris, keadilan distributif, keadilan, keserakahan, maslahah , dll. dalam berbagai bentuk. Sektor keuangan merupakan bagian dari ekonomi yang mendukung sektor riil sehingga kegiatan ekonomi (terutama dalam produksi dan perdagangan) dapat berjalan dan berkembang lancar tanpa hambatan.11

11 Ascarya, “PELAJARAN YANG DIPETIK DARI KRISIS KEUANGAN BERULANG: PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM”, ( Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Juli 2009), Hal.38-42

 

BAB III

PENUTUP 

A.   Kesimpulan 

Depresi Besar atau krisis malaise adalah sebuah peristiwa menurunnya 

tingkat ekonomi yang terjadi secara dramatis di seluruh dunia yang terjadi pada tahun 1929 yang dinamakan The Great Depression atau Zaman Malaise dan berlangsung selama 10 tahun saat Amerika Serikat. Fonemena ini terjadi akibat beberapa faktor, sampai beberapa negara terkena dampak dan imbasnya.

 

 

B.  Saran 

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan yang penulis miliki, untuk kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan.

 

DAFTAR PUSTAKA 

Arisy F Raz, et.Al, Krisis Keuangan Global Dan Pertumbuhan ekonomi : Analisis dari Perekonomian Asia Timur 

Ascarya. “Pelajaran yang Dipetik dari Krisis Keuanan Berulang: Perspektif Islam” 

https://cerdasco.com 

https://en.m.wikipedia.org 

https://www.seputarforex.com 

Kasmir. 2007. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, edisi revisi cet 8. Jakarta 

Mankiw       N.Gregory. “Makroekonomi Edisi Keenam”. Terj. Fitria Liza. dan Imam Nurmawan.Jakarta. 

Mardiansyah dan Dian Octaviani. 2013. Analisis Simultan antara Aliran Modal, Nilai Tukar dan Inflasi di Indonesia Periode 2000. 01-2012. 09. Media Ekonomi. Vol. 21 No. 1.

 Sugiharso Safuan. dan Heidy Ruswita Sari. 2012 . Perilaku Tabungan ASEAN 5, Jepang, Cina, Korea, dan Implikasinya terhadap Ketidakseimbangan Global. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia. Vol. 13 No. 1

Posting Komentar untuk "Pelajaran dari Depresi Besar dan Beberapa Krisis Keuangan"