Pelajaran dari Depresi Besar dan Beberapa Krisis Keuangan
“Lesson
Learned from Great Depression and Some Financial Crises”
(Diajukan
untuk memenuhi tugas kuliah Ekonomi Makro Islam II) - Jurusan Ekonomi Islam
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam cipataan-Nya. Sholawat dan salam tetaplah kita sanjungkan kepada baginda Habibillah Muhammad Saw yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempurna dengan membawa kita ke zaman yang penuh dengan Ilmu Pengetahuan.
Kami disini akhirnya dapat merasa sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang kami beri judul “Lesson Learned from Great Depression and Some Financial Crises / Pelajaran dari Depresi Besar dan Beberapa Krisis Keuangan”.
Penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga
terselesaikannya makalah ini. Dan penulis memahami jika makalah ini tentu jauh
dari kesempurnaan maka kritik dan saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki
karya- karya kami dilain waktu.
Medan,
26 Desember 2020
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Krisis keuangan global yang bermula dari krisis kredit perumahan di Amerika Serikat membawa implikasi pada memburuknya kondisi ekonomi global secara menyeluruh. Hampir di setiap negara, baik di kawasan Amerika, Eropa, maupun Asia, merasakan dampak akibat krisis keuangan global tersebut.
Secara
umum, negara yang paling rentan terhadap dampak krisis adalah negara yang
fundamental ekonomi domestiknya tidak kuat, oleh karena dampak yang diterima
setiap Negara akibat krisis keuangan global berbeda satu dengan yang lainnya,
maka cara penanganan setiap negara dapat dipastikan akan berbeda.
B.
RUMUSAN MASALAH
Adapun
rumusan masalah yang akan dibahas didalam makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1.
Apa
yang dimaksud dengan depresi besar?
2.
Apa
penyebab krisis keuangan global?
3.
Krisis
keuangan apa saja yang dapat terjadi?
C. TUJUAN
Adapun
maksud dan tujuan penulis membuat makalah ini, yaitu sebagai berikut :
1.
Memenuhi
tugas Ekonomi Makro Islam II
2.
Mengetahui
definisi dari depresi besar
3.
Mengetahui
apa saja yang menyebabkan krisis keuangan global
4.
Mengetahui
krisis keuangan lainnya
BAB II
PEMBAHASAN
A. Depresi
Besar
1. Penyebab Depresi Hebat: Hipotesis Pengeluaran, Hipotesis Uang, dan Hipotesis Proteksionisme
Penurunan pendapatan pada awal tahun 1930-an bersamaan dengan turunnya tingkat bunga menyebabkan beberapa ekonom berpendapat bahwa penyebab penurunan itu karena meletakkan kesalahan utama terjadinya depresi besar pada penurunan eksogen dalam pengeluaran atas barang dan jasa. Para ekonom berupaya menjelaskan penurunan pengeluaran ini dengan beberapa cara, salah satunya adalah dengan mengurangi kekayaan dan meningkatkan ketidakpastian terhadap prospek masa depan perekonomian AS, jatuhnya pasar saham telah mendorong konsumen untuk menabung lebih banyak dari pada membelanjakannya.
Pada hipotesis uang, jumlah uang yang beredar turun 25% dari tahun 1929-1933, ketika tingkat pengangguran naik dari 3,2 % menjadi 2,5% menjatuhkan kesalahan utama atas terjadinya depresi besar pada fed karena membiarkan jumlah uang beredar turun dalam jumlah yang sangat besar.
Dalam
Kamus Ekonomi, proteksionisme adalah kebijakan yang disengaja oleh pemerintah
sebagai upaya pengendalian terhadap impor atau ekspor, dengan jalan mengatasi
berbagai hambatan perdagangan, seperti tarif kuota, yang bertujuan untuk
melindungi industri atau dunia usaha dalam negeri dari persaingan dengan
industri. Pada hipotesis proteksionisme Keynes berargumen bahwa jika pemerintah
pusat mengeluarkan lebih banyak uang untuk membantu perekonomian memulihkan
uang yang biasanya dihabiskan oleh konsumen dan perusahaan bisnis, maka tingkat
pengangguran akan turun. Solusinya adalah Sistem Federal Reserve
"menciptakan uang baru bagi pemerintah nasional untuk dipinjam dan
1 N.Gregory Mankiw, “Makroekonomi Edisi Keenam”, Terj.
Fitria Liza, dan Imam Nurmawan, ( Jakarta : Erlangga,2007), hal.311-312
dibelanjakan"
dan memotong pajak daripada menaikkannya, agar konsumen membelanjakan lebih
banyak, dan faktor-faktor menguntungkan lainnya.2
2. Perangkap
Likuiditas dan Deflasi
Jebakan
likuiditas (liquidity trap) adalah situasi di mana kebijakan moneter
ekspansif (expansionary monetary policy) tidak mampu menurunkan suku bunga
lebih lanjut. Sebagai hasilnya, kebijakan tersebut tidak mampu menghasilkan
pertumbuhan ekonomi atau mendorong naik tingkat inflasi. Perangkap likuiditas
muncul ketika perekonomian pada saat yang bersamaan menghadapi tiga situasi
berikut:
• Suku bunga nominal berada pada atau mendekati 0%
• Ekonomi sedang mengalami resesi, atau yang lebih parah, depresi ekonomi
• Kebijakan moneter konvensional tidak efektif dan suku bunga sulit untuk turun lebih jauh.
• Jebakan likuiditas biasanya muncul ketika suku bunga nominal jangka pendek berada di nol persen atau mendekati nol persen. Kurva permintaan menjadi elastis.
Biasanya, suku bunga yang lebih rendah membuat investasi modal lebih menguntungkan. Perusahaan menanggung biaya dana yang lebih rendah. Tapi, karena resesi sedang berlangsung, perusahaan tidak ingin berinvestasi. Mereka melihat permintaan terhadap barang dan jasa lemah. Jika mereka berinvestasi, itu hanya akan menghasilkan ekses pasokan yang semakin besar, mendorong harga jatuh lebih lanjut. Oleh karena itu, walaupun biaya meminjam dana lebih murah, mereka tidak mau mengambil risiko dengan berinvestasi.
Ketika
permintaan sangat lemah, deflasi biasanya akan berlangsung. Deflasi membuat
suku bunga riil (suku bunga nominal dikurangi ekspektasi inflasi) sangat tinggi
bahkan jika suku bunga nominal nol. Katakanlah, tingkat deflasi adalah sebesar
-5% dan suku bunga nominal adalah 0%, maka tingkat suku bunga riil
2 “Penyebab Depresi Hebat” diakses dari laman https://en.m.wikipedia.org, diunduh pada tanggal 26 Des 2020 adalah sebesar 5%. Semakin tinggi angka deflasi, semakin besar suku bunga riil. Pada tingkat bunga nominal 0%, orang lebih memilih memegang uang tunai karena dapat mereka gunakan sewaktu-waktu. Sebaliknya, menabung tidak akan menghasilkan apa-apa.
Memang, ketika deflasi, tingkat harga dalam perekonomian menurun. Dan, secara riil, daya beli uang meningkat. Tapi orang akan cenderung menunda pembelian barang dan jasa.
Ketika ekonomi memasuki perangkap likuiditas, peningkatan jumlah uang beredar gagal menurunkan suku bunga dan merangsang pertumbuhan ekonomi. Karena suku bunga nominal umumnya dibatasi di nol, bank sentral tidak dapat menurunkan suku bunga lebih lanjut bahkan jika itu diinginkan.
Selanjutnya,
dalam situasi ini, mencoba merangsang ekonomi dengan menyuntikkan lebih banyak
uang atau likuiditas melalui operasi pasar terbuka mungkin kurang efektif. Oleh
karena itu, secara umum, kebijakan moneter konvensional tidak akan memperbaiki
keadaan.3
3. Pelajaran
dari Depresi Besar
Para ekonom mempelajari depresi karena kepentingan intrinsiknya sebagai
peristiwa ekonomi yang penting untuk memberikan pedoman bagi para pembuat kebijakan sehingga hal ini tidak terjadi lagi. Banyak ekonom percaya bahwa deflasi pada awal tahun 1930-an bertanggung jawab atas terjadinya depresi besar. Deflasi yang berkepanjangan hanya mungkin terjadi bila adanya penurunan jumlah uang yang beredar.
Sistem
Asuransi Deposito Federal membuat kebangkrutan bank-bank tidak menyebar. Pajak
pendapatan menyebabkan penurunan otomatis dalam pajak ketika pendapatan turun,
sehingga menstabilkan perekonomian. Pengetahuan mengenai bagaimana perekonomian
berjalan, dengan segala keterbatasannya, dapat
“Jebakan Likuiditas”, diakses
dari laman https://cerdasco.com, diunduh pada
tanggal 25
membantu
para pembuat kebijakan merumuskan kebijakan yang lebih baik untuk melawan
pengangguran4.
B.
Krisis Keuangan Global
1. Ketidakseimbangan
Global
MenurutNasution(2007),adalimapandanganmengenai
ketidakseimbangan
global. Pertama, pandangan tentang rendahnya tingkat tabungan di Amerika
Serikat (Eichengreen, 2005). Kedua, tingginya tingkat tabungan global di luar
Amerika Serikat atau lebih dikenal dengan istilah global saving glut (Bernanke,
2005). Ketiga, pembiayaan defisit capital account oleh capital inflow di Amerika Serikat dilakukan dengan return yang
tinggi, dikenal dengan the new economy
view (Cooper, 2004: Clarida, 2005). Keempat, pandangan bahwa sebagian besar
external reserves Cina diinvestasikan pada U. S. Treasury Bills dan aset-aset
berbentuk dolar, dan dikenal dengan The Sino-U. S. Co-dependency view
(Eichengreen, 2005). Kelima, ketidakseimbangan global dipandang sebagai bentuk
kehati-hatian negra Asia setelah krisis ekonomi tahun 1997-1998.
Sejarah
pun mencatat, negara-negara di Asia yang pernah mengalami twin crisis pada
1997, ditandai dengan adanya defisit neraca transaksi berjalan.
Ketidakseimbangan global memang tidak dapat dihindari, namun jika terus
dibiarkan akan menjadi semakin besar dan membahayakan.
Ketidakseimbangan
global harus terpelihara pada level tertentu yang rendah dan stabil. Artinya,
fluktuasi ketidakseimbangan global harus terjaga. Secara umum, faktor penyebab
utama terjadinya ketidakseimbangan global adalah masalah defisit neraca
pembayaran khususnya terkait dengan adanya kesenjangan antara investasi dan
tabungan.5
4 N.Gregory Mankiw, op.Cit, hal.316
5 Sugiharso Safuan dan Heidy Ruswita
Sari, Perilaku Tabungan ASEAN 5, Jepang,
Cina, Korea, dan Implikasinya
terhadap Ketidakseimbangan Global, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia, Vol. 13 No. 1, 2012, hal. 20
2. Kerentanan
Didorong Aliran Modal
Secara
umum, aliran modal didefinisikan sebagai aliran uang keluar masuk
suatu
perekonomian dengan tujuan untuk investasi. Berdasarkan data dari IMF Aliran
Modal di Indonesia terdiri atas aliran modal pemerintah dan aliran modal
swasta. Aliran modal swasta terdiri atas investasi langsung (foreign direct
invesment), investasi portfolio (portfolio investment), dan aliran modal bentuk
lain (other types of flows).
Aliran
modal masuk akan bermanfaat bagi perekonomian negara penerima, namun di sisi
lain aliran modal masuk juga berpotensi untuk menyebabkan meningkatnya tekanan
apresiasi terhadap nilai tukar mata uang domestik yang berujung pada tekanan
terhadap neraca perdagangan. Aliran modal masuk dalam volume besar juga dapat
memicu pertumbuhan konsumsi, memicu kenaikan laju inflasi dan defisit neraca
transaksi berjalan secara persisten. Selain itu, liberalisasi aliran modal di negara-negara
dengan sistem keuangan yang belum maju juga dapat meningkatkan kerentanan
negara tersebut terhadap krisis.6
3. Pengaruh Boom Komoditas
Perekonomian
Indonesia mulai mereguk kembali manisnya harga komoditas. Meski kenaikan
harganya belum signifikan, namun efeknya sudah terasa terhadap pertumbuhan
ekonomi Tanah Air. Harga komoditas seperti batu bara beranjak naik. Bank
Indonesia (BI) mencatat, harga batu bara per Januari 2018 mencapai 87,75 dolar
AS per ton. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibandingkan periode Januari 2016 yang
berada di bawah 50 dolar AS per ton.
Pemulihan
ekonomi global yang terus berlanjut, mendorong kenaikan volume perdagangan
dunia. Inilah yang berdampak pada kenaikan harga komoditas. Membaiknya harga
komoditas tentu menjadi angin segar bagi perekonomian Indonesia sebagai negara
kaya SDA. Tak heran, saat harga komoditas membaik, ekonomi Indonesia pun
meningkat.
6 Mardiansyah dan Dian Octaviani, Analisis Simultan antara Aliran Modal, Nilai
Tukar dan Inflasi di Indonesia Periode
2000. 01-2012. 09, Media Ekonomi, Vol. 21 No. 1, 2013, hal. 45-46
Ekonomi
Indonesia tumbuh 5,07 persen. Tingkat pertumbuhan tersebut memang belum sesuai
target pemerintah yang sebesar 5,17 persen. Akan tetapi, ekonomi Indonesia
setidaknya mampu mempertahankan tren peningkatan pertumbuhan yang terjadi pada
2016 setelah enam tahun sebelumnya dalam tren menurun.7
4. Kebijakan
Suku Bunga Negatif
Suku
bunga negatif adalah suku bunga dalam persentase di bawah nol per
tahunnya,
yang ditetapkan oleh bank sentral dengan tujuan supaya bank-bank komersial
menyalurkan dananya ke masyarakat.
Suku
bunga negatif akan mengurangi pendapatan bank-bank komersial dari memakirkan
uang di bank sentral, karena bukannya mendapat bunga, simpanan mereka di bank
sentral malah akan dipotong.
Efektifitas
kebijakan suku bunga negatif ini selanjutnya dapat dipantau, salah satunya dari
kondisi program kredit (pinjaman/pembiayaan). Jika lebih banyak kredit
disalurkan, harapannya perusahaan-perusahaan bakal berekspansi dan konsumsi
produk meningkat, sehingga perekonomian yang lesu jadi bisa terpacu.
Kendatti
demikian, beberapa pihak justru berpikir sebaliknya. Dengan suku bunga negatif,
bank lokal justrubbisa membebankan biaya dari suku bunga deposit negatif pada
nasabah. Dan bila ini terjadi, maka nasabah akan enggan menabung, sehingga
dapat berimbas pada masalah likuditas bagi bank-bank itu sendiri.8
5. Memperkenalkan
Lembaga Keuangan Global dan Regional
Lembaga keuangan
internasional adalah lembaga
keuangan yang telah
ditetapkan
oleh lebih dari satu negara, dan merupakan subyek hukum internasinal.
Pemiliknya atau pemegang saham umumnya pemerintah nasional, meski lain
7Arisy
F Raz, et.Al, Krisis Keuangan Global Dan
Pertumbuhan ekonomi : Analisis dari Perekonomian
Asia Timur , hlm. 37-38
8
Pengertian Suku Bunga Negatif, diakses dari laman https://www.seputarforex.com,
diunduh pada tanggal 28 Desember
2020 lembaga-lembaga
internasional dan organisasi lain kadang – kadang sosok sebagai pemegang saham.
Sedangkan
Menurut Kasmir lembaga keuangan internasional didirikan untuk menangani
masalah-masalah keuangan yang bersifat internasional, baik berupa bantuan
pinjaman atau bantuan lainnya.9 Lembaga keuangan internasional
terdiri dari IMF, World Bank, IDB dan ADB.
Sistem keuangan merupakan suatu sarana penting dalam peradaban masyarakat modern. Tugas utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana tersebut kepada peminjam untuk kemudian digunakan untuk ditanamkan pada sektor produksi atau investasi, di samping digunakan untuk aktivitas membeli barang dan jasa-jasa sehingga aktivitas ekonomi dapat tumbuh dan berkembang serta meningkatkan standar kehidupan. Oleh karena itu, sistem keuangan memiliki peranan yang sangat mendasar dalam perekonomian dan kehidupan masyarakat.
Sistem
keuangan dapat menentukan tingkat bunga kredit dan berapa besar jumlah kredit
yang akan tersedia untuk membiayai berbagai jenis produksi barang dan jasa
dalam aktivitas perekonomian. Sistem ini akan memberi dampak terhadap
kelancaran perekonomian. Apabila tingkat bunga kredit menjadi lebih tinggi dan
dana yang tersedia terbatas, total pengeluaran untuk barang dan jasa akan
mengalami penurunan. Hal ini akan berakibat penurunan aktivitas produksi dan
pada sektor produksi akan mengurangi aktivitas tenaga kerja sehingga
perusahaan-perusahaan akan mengurangi karyawannya dan akhirnya menimbulkan
banyak pengangguran. Pengangguran akan meningkat dan pertumbuhan ekonomi
menurun karena unit usaha mengurangi produknya dan memberhentikan pekerjanya.
Sebaliknya, apabila bunga kredit rendah jumlah dana di bank mencukupi, total
pengeluaran dalam perekonomian akan meningkat. Produsen meningkatkan kapasitas
produksinya. Terjadilah penyerapan tenaga kerja dan ekonomi dapat
9
Kasmir,
Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya,
edisi revisi cet 8, (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2007), hlm. 6 terakselerasi dengan baik. Dengan
demikian, sistem keuangan merupakan bagian integral dari sistem ekonomi suatu
negara.10
6. Krisis
Keuangan Global 2008: Dampak dan Tanggapan dari Indonesia dan Dunia
Meskipun
sumber krisis dapat bervariasi, konsekuensi dari krisis keuangan selalu
dikaitkan dengan indikator makroekonomi, khususnya pertumbuhan ekonomi. Sebagai
contoh, selama krisis Asia Timur, pertumbuhan ekonomi Asia Timur jatuh dari
wilayah dengan pertumbuhan tercepat di dunia menjadi wilayah yang beberapa
negara anggotanya mencatat pertumbuhan pendapatan yang negatif pada tahun 1998
seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Korea Selatan, Filipina dan Thailand
(Asian Development Bank, 1999, Tabel A2). Selanjutnya, Indonesia, Thailand dan
Korea Selatan harus meminta program pinjaman dana talangan ke Dana Moneter
Internasional. Selanjutnya, Indonesia, Thailand dan Korea Selatan harus meminta
program pinjaman dana talangan ke Dana Moneter Internasional (IMF). Di sisi
lain, selama krisis 2008, meskipun sumber krisis disebabkan oleh runtuhnya
lembaga-lembaga keuangan internasional di barat, terutama di Amerika Serikat
dan Inggris, beberapa negara Asia Timur seperti Malaysia, Singapura dan
Thailand juga diseret ke krisis dengan mengalami pembebanan keuangan besar.
Namun demikian, statistik menunjukkan bahwa dampak krisis pada tahun 2008 di negara-negara Asia Timur tidak seburuk pada tahun 1997. Selain itu, negara-negara ini berhasil pulih dengan cepat. Dalam hal ini, banyak yang berpendapat bahwa negara Asia Timur telah belajar banyak pada tahun 1997 dan berhasil menahan krisis pada tahun 2008 melalui fundamental ekonomi yang telah diperkuat.
Sistem keuangan dunia, didukung oleh perkembangan teknologi informasi, telah memperkuat integrasi keuangan antarnegara di dunia. Selain kegunaannya dalam keadaan ini, integrasi keuangan juga telah menyebabkan krisis keuangan menyebar lebih mudah dan lebih cepat dan merusak perekonomian yang terhubung. Hal ini mengungkap temuan-temuan penting mengenai dampak utama krisis keuangan di perekonomian Asia Timur. Pertama, studi ini telah menginvestigasi dampak dari Krisis Keuangan Asia Timur 1997 dan Krisis Keuangan Global 2008, perekonomian Asia Timur telah menjadi lebih kuat selama krisis pada 2008 dibanding krisis pada 1997. Lebih lanjut, dampak yang diperkecil dari krisis pada 2008 terjadi karena,selain sifat eksternalitas krisis, sebagian besar perekonomian di Asia Timur telah mengambil pelajaran setelah Krisis Keuangan Asia Timur 1997 dengan memperkuat fundamental ekonomi, didukung kredibilitas dan akuntabilitas pemerintah yang lebih baik.
C. Krisis Keuangan Lainnya
Jenis
krisis keuangan dalam literatur ekonomi konvensional termasuk krisis mata uang
atau krisis neraca pembayaran/BOP, krisis perbankan, krisis utang pemerintah,
dan jatuhnya pasar saham/aset. Pada kenyataannya, krisis keuangan di sebuah
negara terdiri dari dua atau lebih jenis yang terjadi secara bersamaan atau
secara berturut-turut.
•
Krisis
mata uang atau Krisis BOP
•
Krisis
Perbankan
•
Gagalnya
Pembayaran Utang Pemerintah
•
Jatuhnya
Pasar Saham/Aset
Dalam
perspektif ekonomi Islam, krisis ekonomi bisa terjadi ketika keseimbangan dalam
sektor ekonomi dan para pemangku kepentingan terganggu karena pelanggaran hukum
Tuhan, terutama dalam bentuk riba (bunga), maysir (judi dan permainan untung-untungan
atau spekulasi), gharar (ketidakpastian yang berlebihan), kontrol harga,
manipulasi, informasi asimetris, keadilan distributif, keadilan, keserakahan,
maslahah , dll. dalam berbagai bentuk. Sektor keuangan merupakan bagian dari
ekonomi yang mendukung sektor riil sehingga kegiatan ekonomi (terutama dalam
produksi dan perdagangan) dapat berjalan dan berkembang lancar tanpa hambatan.11
11 Ascarya,
“PELAJARAN YANG DIPETIK DARI KRISIS
KEUANGAN BERULANG: PERSPEKTIF EKONOMI
ISLAM”, ( Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Juli 2009), Hal.38-42
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Depresi Besar atau krisis malaise adalah sebuah peristiwa menurunnya
tingkat
ekonomi yang terjadi secara dramatis di seluruh dunia yang terjadi pada tahun
1929 yang dinamakan The Great Depression atau Zaman Malaise dan berlangsung
selama 10 tahun saat Amerika Serikat. Fonemena ini terjadi akibat beberapa
faktor, sampai beberapa negara terkena dampak dan imbasnya.
B. Saran
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, hal ini dikarenakan
masih minimnya pengetahuan yang penulis miliki, untuk kedepannya penulis akan
lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan
sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan.
DAFTAR PUSTAKA
Arisy F Raz, et.Al, Krisis Keuangan Global Dan Pertumbuhan ekonomi : Analisis dari Perekonomian Asia Timur
Ascarya. “Pelajaran yang Dipetik dari Krisis Keuanan Berulang: Perspektif Islam”
Kasmir. 2007. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, edisi revisi cet 8. Jakarta
Mankiw N.Gregory. “Makroekonomi Edisi Keenam”. Terj. Fitria Liza. dan Imam Nurmawan.Jakarta.
Mardiansyah
dan Dian Octaviani. 2013. Analisis
Simultan antara Aliran Modal, Nilai Tukar
dan Inflasi di Indonesia Periode 2000. 01-2012. 09. Media Ekonomi. Vol. 21 No. 1.
Posting Komentar untuk "Pelajaran dari Depresi Besar dan Beberapa Krisis Keuangan"
Silahkan tinggalkan komentar agar kami lebih baik.